Motor aesthetic yang dikendarai Ralph berhenti di istana mewah Millano. Pemuda itu menunggu di teras mewah rumah gadisnya. Sudah sepuluh menit namun gadis itu tak kunjung keluar. Sebenarnya tadi ART rumah itu memintanya untuk masuk karena katanya Ralin sedang menikmati sarapan. Namun ia berkata akan menunggu diluar karena berpikir jika Ralin segera keluar.
Tak lama terdengar suara sepatu yang beradu dengan lantai. Kepala Ralph mendongak dan mendapati Ralin berjalan ke arahnya sembari membawa tas. Segera saja ia melepas helm yang tergantung di jog belakang.
“Lama banget Class,” kata Ralph sembari memasangkan helm bogo tersebut.
“Rewel!” Ralin membalas dengan jutek.
Mengetahui jika gadisnya sedang badmood, Ralph membuka tas-nya dan mengeluarkan sebatang coklat. Ralin menunduk dan mendelik mengetahui apa yang diberikan oleh Ralph. Gadis itu menatap tak percaya benda panjang yang kini sudah berada di tangannya.
“Lo pengen gue gendut?” sarkas Ralin.
“Gak akan gendut sayang ... mulai besok minggu gue bakal temenin lo jogging. Gimana?” ucap Ralph menaik-turunkan alisnya.
“Tch ...” Ralin menggeleng tak setuju. “Gue udah pernah coba, dan itu gak berhasil. Minggu depan gue udah mulai shooting, Ralph. Baju gue nanti gak muat semua!” tukasnya.
Ralph menghela nafas kemudian mencubit hidung Ralin dengan gemas. “Bawa aja, kalau gak suka lo boleh buang.”
Dan perhatian itu benar-benar membuat Ralin tak bisa untuk tidak tersenyum.
***
Brisia, Alvero, serta Jeno baru saja turun dari mobil. Semenjak Ralin memiliki bodyguard, mereka jadi kekurangan waktu bersama sahabatnya. Namun Alvero sendiri tak masalah selagi murid besalus itu tak menyakiti sahabatnya.
“Dimana Ralin?” Ketiganya berhenti saat mendapati Januar menghadang jalan. Mereka menatap heran Januar yang terlihat sangat khawatir.
“Lah lo liat atau gak?” cetus Jeno.
Januar menggeleng.
“Nah berarti dia gak ada disini,” kata Jeno dengan intonasi menyebalkan.
Samuel sebisa mungkin menahan diri untuk tidak mengeluarkan tenaganya sebagai seorang Beta. Berbicara dengan Jeno memang harus memiliki kesabaran ekstra.
“Kalau kalian melihat Ralin sudah tiba, tolong kabari saya.” Januar berlalu diikuti Samuel yang selalu setia di sampingnya.
Brisia yang sejak tadi diam langsung menatap kedua sahabatnya. “Mereka kenapa cari Ralin terus, sih?”
Alvero mengedik kemudian merangkul Brisia menuju kelas. Sedangkan Jeno masih meluangkan waktu untuk menggoda gadis-gadis yang sedang melintas. Fuckboy!
“Permisi.”
Ketiga orang itu menoleh saat merasakan kehadiran manusia lain di antara mereka. Terlihat seorang gadis manis dengan tubuh mungil menatap mereka dengan raut penuh tanya.
Jeno sebagai pimpinan dari seorang playboy langsung berdiri di hadapan gadis mungil itu. “Lo ... kayaknya gue pernah lihat lo, deh.”
“Eum maaf, Kak. Saya mau nanya ruang kepala sekolah dimana ya?” tanya gadis itu.
“Ruang kepala sekolah?” ulang Jeno.
Gadis itu mengangguk polos.
“Ya ada di sekolah ini lah. Gitu aja nanya.” Jeno berlalu diikuti kedua sahabatnya, meninggalkan gadis yang sedang melongo karena merasa dipermainkan.
***
Kelas IPA 1 saat ini terlihat sangat ricuh. Zigo yang melihat kehebohan itu menjadi penasaran.
“Ada apa Din?” kepo Zigo.
Gadis yang tadinya bergosip itu langsung menatap Zigo. “Ada murid baru katanya.”
Bibir Zigo membulat paham kemudian kembali ke tempat duduknya. Tak berselang lama Ralph memasuki kelas sembari menyapa murid-murid di kelas tersebut, namun mereka lebih memilih mengacuhkannya.
Bad Attitude!
Kata itu mungkin sangat cocok untuk manusia di jaman seperti ini. Mereka berteman hanya berdasarkan kasta. Meskipun Ralph sudah menjadi kekasih dari seorang Ralin Millano, nyatanya tak membuat pandangan mereka semua berubah.
“Hoi Ralph,” sapa Zigo. Mereka melakukan tos ala lelaki dengan singkat.
“Kenapa mereka semua? Rame banget,” ujar Ralph heran.
“Murid baru.”
Ralph mengangguk mengerti kemudian mengambil sebuah buku dari dalam tas-nya. Zigo yang melihat itu langsung memijit kepalanya yang mendadak pusing. Dia seolah sedang alergi melihat buku-buku pelajaran. Apalagi yang sedang Ralph pelajari adalah Fisika.
Pak Agung memasuki kelas bersamaan dengan seorang gadis di belakangnya. Guru itu berdeham supaya murid-murid disana tidak berisik.
“Selamat pagi, anak-anak. Hari ini kalian kedatangan murid baru. Silahkan perkenalkan dirimu.”
Gadis itu tersenyum menatap Pak Agung sekilas.
“Hai perkenalkan namaku Chloecghasa Sliendtvi, kalian bisa panggil aku Chloe.” Gadis itu tersenyum manis membuat para buaya di kelas tersebut bersorak.
Cantik banget woi
Senyumnya bikin gue pengen nikahin
Namanya cakep, kayak orangnya
Seruan demi seruan membuat Pak Agung geram sendiri.
Brak!
Hingga gebrakan pada meja guru membuat semuanya kicep. Termasuk Ralph yang menatap tak percaya teman barunya itu yang ternyata mantan rekan kerjanya.
“Chloe, silahkan kamu duduk di belakang tempat yang kosong,” titah Pak Agung. Chloe mengangguk kemudian berjalan menuju tempatnya.
Selama perjalanan berlangsung, Chloe mendengarkan dengan serius karena ia tak mau menyia-nyiakan beasiswa yang sudah didapat. Dia bukan orang berada yang bisa masuk disini melalui uang.
***
Saat ini Ralin sedang mendengarkan penjelasan dari salah satu guru pengajar. Gadis itu meringis karena merasakan jika kantong kemihnya sudha full. Ingin izin, namun terlalu banyak pertanyaan. Beruntung Brisia peka dengan tingkah sahabatnya itu dan segera mengangkat sebelah tangannya.
“Ada apa Brisia?” tanya Bu Indah penasaran.
“Izin ke toilet, Bu. Dengan Ralin,” ucap Brisia.
Ralin yang mendengar itu langsung melotot. Dirinya ditumbalkan!
“Jangan lama-lama,” kata Bu Indah.
Setelah mendapat izin dari guru centil itu, Brisia langsung menarik tangan Ralin keluar dari kelas meskipun sahabatnya itu sempat menggerutu.
“Lo sengaja tumbalin gue ya?” tuding Ralin tak tau diri.
“Ish, enggak. Brisia tau dari tadi Ralin gerak-gerak terus,” tampik Brisia.
Meskipun tak sepenuhnya percaya, Ralin akhirnya mengangguk karena tak dapat dipungkiri jika ia sudah menahan terlalu lama. Saat tiba di toilet, Ralin segera memasuki salah satu bilik sementara Brisia berdiri di depan cermin sembari membenarkan poninya.
“Hufffttt ...” Gadis itu meniup poni kesayangannya supaya kembali rapi.
“Eh, lo temennya cewe cabe itu kan?”
Pergerakan Brisia terhenti karena mendengar seruan dari orang lain. Terlihat Cindy sedang menatapnya dengan bersidekap d**a. Tak menghiraukan, Brisia kembali membenarkan rambutnya.
Cindy yang melihat itu jadi geram sendiri. Ia tak suka diabaikan seperti ini. Tangannya yang tadinya bersidekap itu, kini terangkat karena ingin menampar Brisia. Namun belum juga kena, tangannya sudah di hempaskan secara kasar.
“Jangan ganggu sahabat gue!” desis Ralin tajam.
Cindy yang tak terima langsung menarik rambut Ralin hingga si empu berjengit karena kaget. Ralin yang tak terima langsung membalas jambakan itu dengan brutal.
Bruk!
Perkelahian itu terhenti saat merasakan jika ada seseorang yang menyelinap di antara keduanya. Terlihat seorang gadis yang keningnya sudah berdarah dan meringis kesakitan.
Brak!
Pintu kamar mandi didobrak secara paksa oleh seseorang yang membuat Ralin mematung.
“Lo kali ini keterlaluan, Classica!”
Mata Ralin mengerjap beberapa kali hingga akhirnya sadar dengan apa yang terjadi. Gadis itu segera berlari mengejar Ralph yang berlalu menggendong korbannya.
***