7. Salah Paham

1042 Kata
Alvero bangkit dari duduknya setelah mendapatkan izin dari guru pengajar di kelas. Pemuda itu berniat membasuh wajah karena merasakan kantuk. "Ssshhh ... Ahh sakit ..." Mata Alvero membulat karena mendengar suara yang lebih pantas disebut sebagai desahan itu. Tangannya menggosok telinga guna memastikan. Karena tak ingin sekolahnya di cap sebagai tempat maksiat, Alvero pun mempercepat langkahnya. Brak! Matanya semakin membulat saat melihat siapa yang ada di depan matanya sekarang. "APA YANG LO BERDUA LAKUIN??!!!" Terlihat sekali jika dua orang di ruangan itu tergagap karena suara teriakannya. "Ve-Vero?" gugup Ralin. Alvero menajamkan mata lalu mencengkeram pergelangan tangan sahabatnya. "Lo ngapain maksiat sama nih cowok miskinn?!" Kali ini giliran Ralin yang membulatkan mata, "Apa maksud lo?" "Gak usah pura-pura gak tau, Lin! Lo ngapain sama dia, sampai suara desahan lo kedengaran?" tukas Alvero membuat mulut Ralin menganga. Plak! "Sayangku Alvero, yang komentarnya pedes kayak cabe. Lo perlu mendengarkan dengan melihat kenyataan, supaya bisa menyimpulkan," ujar Ralin tersenyum paksa setelah menabok pelan bibir sexy Alvero. "Buka mata lo, tuh besalus mukanya bonyok!" Lanjutnya ngegas. Karena penasaran, Alvero melirik Ralph yang berada di balik punggung Ralin. Setelah melihat keadaan sesungguhnya, Alvero meringis meskipun tertutup dengan wajah datarnya. "Udah jelek, makin jelek aja," dusta Alvero mencibir. Fakta sesungguhnya, Ralph itu ganteng banget. Hanya saja, sebagai pria sejati, Alvero gengsi mengakui. "Sorry, gue gak sengaja mukul lo." Untuk pertama kalinya, Ralin mengucapkan sorry. Hal itu tak hanya membuat Alvero terkejut, namun juga Ralph yang diam-diam merasa deg-degan. Tanpa peduli dengan balasan Ralph, Ralin langsung keluar ruangan menarik tangan Alvero agar tak ada baku hantam yang membuat image nya rusak. Selepas kepergian sepasang sahabat itu, Ralph tanpa sadar melebarkan senyuman membuatnya meringis ngilu karena luka pada sudut bibirnya belum mengering. Ia senang karena orang yang selama ini ia suka akhirnya mau mengobrol meskipun hanya sebentar. Gue harap, suatu saat nanti kita bisa lebih dari sekedar ngobrol. Harap Ralph dalam hati. "Ralph? Apa yang terjadi sama lo? Gue tadi ketemu sama tuh cewek sombong dan dia bilang kalau lo bonyok!" Pengakuan yang dilontarkan Zigo membuat hati Ralph semakin berbunga. Jika Ralin memberi pesan kepada Zigo, otomatis gadis itu diam-diam mengamati kehidupannya. "Lo serius, Go? Gak bercanda kan?" tanya Ralph antusias tanpa peduli lukanya lagi. "Apa sih? Bercanda apa? Gue ini nanya serius! Dia kok tau lo lagi bonyok gini?" geram Zigo karena sahabatnya terlalu bertele-tele. "Ralin ngasih tau lo, kalau gue lagi bonyok?" Zigo mengangguk polos "Itu berarti dia peduli sama apa yang ada di sekitar gue!" sangsi Ralph yakin. "HEH?" Zigo berjengit kaget karena keyakinan sahabatnya. Tak ayal Zigo mengangguk membenarkan ucapan Ralph. "Semoga ada kemajuan, ya. Gue ngeri lihat lo betah banget suka sama tuh cewek kebanyakan makan sasa." "Sasa?" "Iya, micin yang biasa dipake sama nyokap gue," gurau Zigo terkekeh kecil hingga akhirnya dia menyadari sesuatu. "Siapa yang bikin lo kayak gini?" "Si Ralin lah!" cetus Ralph santai tanpa tau jika mata Zigo sudah membulat. "Kurang ajar! Gue bakal bonyokin balik tuh cewek!" Zigo menggulung lengan seragamnya yang tak panjang itu dan berlari keluar dari UKS. Ralph kelimpungan mengejar sahabatnya. "Minggir ... Minggir!" "Apaan sih lo, Zig? Ganggu aja!" Para perempuan yang berada di koridor kompak memaki namun diacuhkan oleh Zigo. Tujuannya saat ini adalah menghampiri 'RALIN'. Ralph sedikit kesusahan mengejar sahabatnya yang mengerikan ketika marah. Beberapa kali ia menabrak murid-murid yang berseliweran hingga terdengar u*****n yang dilayangkan untuknya. "GO! BERHENTI!" Teriakan itu tak membuat langkah yakin Zigo menuju 11 IPA 4 terhenti. Brak! Setelah pintu terbuka paksa dengan tenaga buto ijo ala Zigo, pemuda itu langsung mengedarkan pandangannya hingga mendapati sang mangsa sedang bersantai dengan Airpods menempel pada kedua telinganya. Srak Ralin, gadis itu mengepalkan tangan karena sudah ada yang berani merusak waktu bersantai nya. Brisia yang tadinya akan bertanya langsung beringsut mundur. Wajah Ralin dan pemuda yang saling berhadapan itu sama-sama mengerikan. Di sudut kelas, Jeno tak mengetahui jika salah satu sahabatnya dalam bahaya. Pemuda itu sibuk bermain game dengan sesekali bersiul. Alvero kebetulan sedang berada di ruang guru karena mendapat panggilan dari wali kelas. "MAKSUD LO APA, HAH?!" teriak Ralin meledak-ledak. d**a gadis itu naik turun seakan ingin melahap semua yang merecoki dirinya. "Dasar cewek gak waras! Lo kalau gak suka, gak usah main fisik, anjingg!" bentak Zigo dengan rahang mengeras. "Lo yang gak waras, brengsekk! Gak ada angin, tiba-tiba ngatain gue? BANCI!" Ralin kembali berteriak dengan menegaskan pada akhir kalimatnya. Dia tak suka jika dihina tanpa ada alasan. Bugh! Kepalan tangan itu berhasil mendarat sempurna pada pipi chubby Ralin. Sekuat apapun Ralin, dia hanyalah seorang gadis yang tentunya membutuhkan perlindungan. Seisi kelas yang melihat itu dibuat kaget. Sepertinya Zigo akan menjadi viral karena memukul seorang putri dari Mores Millano. "Heh Jen! Sahabat lo di bogem tuh sama cowok! Lo gak mau bantuin?" Seorang perempuan menghampiri Jeno kemudian menggeplak kepala tanpa otak tersebut. Jeno tersentak kaget. "Maksud lo siapa?" "Noh." Gadis itu menunjuk kearah kerumuman. Meskipun begitu, ia masih bisa melihat siapa yang menjadi objek kali ini. Ralin, gadis itu memegang pipinya dengan air mata mengalir. Sementara Brisia, terlihat ketakutan dan dipeluk oleh teman sekelasnya. Tangan Jeno mengepal saat melihat siapa dalang dibalik semua ini. "Brengsekk!" "Sialann, lo cowok model apa, hah? Berani banget lo ngehajar cewek?!" murka Jeno mencengkeram kerah seragam Zigo. "Temen lo yang apaan? Kalau gak suka, diem. Gak perlu kekerasan fisik!" Ralin yang memegangi pipinya dibuat terkejut saat Ralph menghampirinya dengan raut bersalah. "Class, ayo gue obatin," ujar Ralph menyeka darah yang ada di sudut bibir Ralin. Mata Ralin memanas. Ia paling benci dengan kekerasan fisik. Apalagi mengingatkannya dengan masa lalu yang diceritakan oleh sang Papi. "Lo fitnah gue? Iya? Meskipun gue benci sama lo, tapi gue gak pernah main fisik sama lo," ucap Ralin serak. Rasanya teramat sakit. Bahkan ia merasakan jika tulang pipinya sedikit bergeser. "Gue gak bermaksud fitnah lo, Classica. Gue cuma jawab pertanyaan Zigo soal siapa yang mukul gue," jawab Ralph jujur. Brisia yang melihat adegan menye-menye di depan matanya langsung mendengkus. "KENAPA SEMUA PADA DRAMA SIH????" Teriakan Brisia membuat perkelahian antara Jeno dan Zigo berhenti. Mereka saling memandang kemudian mengedarkan pandangan sehingga bisa melihat jika manusia lawan jenis itu saling mengobati luka. Sialanm, dibantuin malah mesra-mesraan! Batin Jeno geram. Cklek! Alvero yang baru saja memasuki ruangan langsung mematung. Tanpa aba-aba pemuda dingin itu berlari dan melayangkan tonjokannya. Bugh! "MAMPUS LO!" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN