Kaki mungilnya berlari cepat menuju sebuah cafe, tempat dimana dia membuat janji dengan seseorang. Tempat yang dipilih sangat jauh dari pusat kota karena menurutnya, pertemuan ini menyangkut rahasia besar. Menurutnya ...
Setibanya di cafe, mata gadis itu celingukan mencari keberadaan seseorang yang memang dia percaya sebagai pengecoh masalah utama. Ketika matanya menemukan sosok yang dicari, segera saja gadis itu menghampiri dengan perasaan lega.
“Apa yang mau lo sampaikan?” tanya gadis itu cepat.
Seseorang yang sudah berada di cafe sejak tadi, langsung mendongak kala mendengar suara yang tak asing lagi di telinganya. “Duduk dulu, Rel. Rasanya kali ini cukup panjang.
Gadis yang dipanggil 'Rel' itu berdecak pelan namun tetap mendudukkan diri di salah satu kursi. Setelah sudah berada di tempatnya, orang yang menunggu tadi sedikit melirik kanan dan kiri karena takut ada yang menguping.
“Cleon—”
“Stop it! Jangan sebut dia kayak gitu!” sergah gadis tadi cepat.
Diah, gadis yang datang terlebih dahulu tadi memutar matanya jengah, “Oke. Ralph ... Dia bukan murni kecelakaan.”
Bukan murni kecelakaan
Kalimat itu sungguh mengusik hati Aurel. Jika bukan kecelakaan, lalu ...?
“Bukan murni kecelakaan? Berarti ada yang sengaja bikin rem-nya blong?” tebak Aurel seadanya.
“Bukan.” Diah menggeleng tegas, “Ralph dipukuli sampai akhirnya dia jatuh gak sadarin diri.”
Mata Aurel benar-benar melotot. Sungguh manusia biadabb mana yang berani memukul lelaki kesayangannya?
“Dan lo tau gak, kenapa orang itu pukulin Ralph?” Lanjut Diah mencoba bermain tebak-tebakan dengan Aurel.
Segera saja Aurel kembali memusatkan perhatiannya pada Diah yang saat ini tersenyum menyebalkan.
“APA?” Aurel yang tidak sabar langsung menggertak cukup keras hingga orang yang berada disana turut menoleh.
Dalam hati, Diah mengumpat karena harus menebalkan muka jika berhadapan dengan orang yang sedang fall in love.
“Karena Ralph udah nyakitin Ralin dan lebih milih bersama dengan Chloe ...” Setelah menjawab pertanyaan itu, segera Diah berlalu supaya Aurel bermain sendiri dengan ambisinya.
Di tempatnya, Aurel benar-benar mengepalkan kedua tangannya. Ralph terluka karena lebih memilih Chloe dan sahabat gadis itu tak terima?
“Ralin ...” gadis itu mendesis marah.
***
Bel pertanda istirahat sudah berbunyi nyaring ke seantero sekolah. Para murid di SMA Bengawan berhamburan menuju kantin guna mengisi perut setelah berakhirnya jam pelajaran.
Tak terkecuali dengan Alvero, Brisia, serta Ralin yang juga berjalan beriringan menuju kantin. Namun kali ini sedikit berbeda dari sebelumnya karena Alvero terlihat gelisah sepanjang perjalanan menuju kantin.
“Lo kenapa, sih?” Pada akhirnya Ralin melontarkan pertanyaan karena penasaran dengan apa yang terjadi pada sahabatnya. Sekalipun dia judes, tapi perhatian pada sahabat tak berkurang meski cara menunjukkannya berbeda dari persahabatan pada umumnya.
Alvero menoleh sebentar kemudian menggeleng. Tingkah laku pemuda itu memang sedikit aneh semenjak tidak masuk sekolah selama beberapa hari.
Dalam diamnya, Brisia membatin. Alvero kenapa ya? Namun pertanyaan itu hanya bisa sampai dalam tenggorokan saja dan tidak bisa terlontar. Brisia masih sayang dengan nyawa.
Ketika hampir tiba di pintu kantin, seseorang menghadang langkah ketiganya. Mata mereka secara bersamaan langsung memutar malas.
“Uwww ... Sama sahabatnya terus, nih? Cowoknya sama yang lain, ya?”
Sungguh, wajah memuakkan itu membuat Ralin ingin sekali menghajarnya. Namun sebisa mungkin gadis itu menahan diri untuk tidak melayangkan pukulannya karena ia tau di sekitar banyak sekali paparazi yang nantinya akan membuat karirnya rusak.
“Kok diem aja? Jaga image? Inget ... image lo dimata anak Bengawan udah terlanjur buruk!” pancing orang itu lagi, Cindy.
“Bacott lo minta gue sobek, HAH?!” Alvero yang tadinya menyimak seketika meluapkan emosinya. Dia tak terima jika sahabatnya dihina seperti ini. Apalagi kini mereka mulai dikerumuni oleh murid-murid lainnya.
Cindy yang tadinya menatap penuh pada Ralin, langsung mengalihkan pandangannya pada Alvero.
“Syuuttt ... Cowok diem!” tukasnya mengejek.
Bisikan demi bisikan mulai terdengar di kantin. Banyak dari mereka yang membela Ralin, namun tak ayal banyak juga yang justru membela Cindy.
Eneg banget gue sama Cindy
Dia bikin gue putus anjirrr
Ayo Cindy, lawan Ralin
Cindyyyy gooo!!!!
Bisa ditebak bukan siapa yang membela Cindy? Tentu saja kaum laki-laki yang memang selalu tergila-gila dengan paras gadis tersebut.
Brisia sejak tadi sudah merengut di tempatnya. Perutnya terasa lapar, namun juga tidak mungkin meninggalkan Ralin disini berhadapan dengan wanita setengah waras tersebut.
“Bisa minggir gak, sih? Brisia laper!” pekik Brisia kelewat dongkol.
Atensi Cindy beralih pada Brisia dan menatapnya intens. “Bachot!”
Tiba-tiba saja kerumunan murid-murid itu terbuka dan menampilkan seorang pria paruh baya namun masih terlihat tampan, bersama dengan seorang gadis dengan wajah kalemnya.
Pak Anggoro bersama dengan Chloe.
Pria paruh baya itu melotot ke segala arah, memberi kode kepada murid-muridnya untuk segera membubarkan diri.
“ADA TEMAN BERSETERU, KALIAN MALAH MENONTON? KENAPA GAK DIBUBARKAN??!!!” bentak Pak Anggoro dengan deru nafas yang naik turun. Wajahnya memerah karena marah.
Seketika kantin yang tadinya ramai, langsung berubah hening kala Pak Anggoro mengeluarkan suara yang menggelegar. Tentu saja tak ada yang berani dengan mantan Perwira Tentara yang lebih memilih pensiun dini seperti itu. Hukumannya akan sangat berat apabila melawan beliau. Jadi mereka memilih diam.
“Chloe, apa yang terjadi dengan mereka?” tanya Pak Anggoro kepada Chloe yang hanya terdiam menyaksikan. Mungkin lebih cocok jika dia membawa kuaci.
“Tadi saya melihat jika Cindy menghadang Ralin di depan pintu kantin, Pak,” jawab Chloe menunduk.
Mata Cindy melotot tak terima dengan mulut Chloe yang terlalu gampang membuka rahasia.
“Bukan saya, Pak!” Cindy masih berusaha mengelak. Bisa semakin hancur reputasinya jika sampai pada ruangan BK meskipun pemiliknya ada disini.
Pak Anggoro tak peduli dengan jawaban Cindy. Dia beralih menatap Ralin yang terdiam dengan wajah malas. Gadis itu tak berubah sejak kecil hingga sekarang.
Bagaimana Pak Anggoro bisa tau?
Ya karena Pak Anggoro merupakan Kakak kelas Mores semasa sekolah. Bahkan mereka pernah satu geng ketika masa putih abu-abu dahulu. Dia juga tau masa kecil Ralin dari segi manapun. Meskipun sekarang botak, namun masa lalu Pak Anggoro benar-benar keren dan tampan. Maka dari itu sampai sekarang selalu ada janda-janda yang mengejar cintanya sehingga ia sebagai pihak kucing dengan senang hati menerima ikan asin.
Meskipun begitu, dia tak akan membela gadis itu jika memang kesalahan ada pada dirinya. Keluarga Millano memang sombong dalam hal pamer, namun untuk kesalahan ... Tidak termasuk dalam daftar.
“Apa yang kamu perbuat, Ralin?” tanya Pak Anggoro dengan suara datarnya.
“Saya tidak melakukan apapun!” tegas Ralin. Dia akan mengakui jika memang dia bersalah. Jika tidak, dia akan mempertahankan itu.
“Ralin memang tidak bersalah, Pak!” timpal Brisia yang langsung mendapatkan tangan terangkat.
“Saya tidak menyuruh yang lain untuk mengangkat suara,” ucap Pak Anggoro. Pria itu kembali menatap Chloe yang ternyata langsung dimengerti. “Cindy yang mencari masalah, Pak. Sebelum saya menuju ruang BK, dia sengaja memancing amarah Ralin namun gagal.”
Dan detik itu juga, teriakkan Pak Anggoro kembali menggelegar hingga ke kelas-kelas.
“CINDY KE RUANG BK SEKARANG!!!!”
***