Bagian 37 - Percakapan Ibu dan Putrinya

1193 Kata
Thalassa mendekati Harmonia di pesta syukuran itu. Ia menunjuk ke luar rumah, tempat Kerberos dan Hemera berbicara hanya berdua. Mereka tampak serasi dari jauh. Thalassa tersenyum kepada Harmonia.  “Mereka memang serasi!” Kata Harmonia. “Jika putri ku mau dengan putramu, kita bisa lanjutkan ini ke pernikahan!” Kata Thalassa dengan anggur merah di tangannya. Anggur itu ke sana ke mari melayang-layang seraya ia berbicara. “Aku juga pasti senang bisa memiliki hubungan keluarga dengan Dewa Olimpus. Pasti anak kita akan memiliki keturunan yang hebat juga!” Kata Harmonia sambil membayangkannya. Ia tampak begitu senang.  “Lihatlah, mereka mendatangi kita! Mereka sudah siap berbicang!” Kata Thalassa.  Kerberos dan Hemera mendatangi ibu-ibu mereka. Mereka tersenyum dengan manis untuk memulai percakapan. Kerberos tampak membantu Hemera saat melewati tangga karena bajunya yang sangat panjang dan besar.  Thalassa dan Harmonia senyum-senyum sendiri. Itulah wajah pertama yang dilihat oleh Kerberos dan Hemera. “Kalian sedang berbisik apa?” Kata Hemera kepada mereka berdua. Wajahnya tanpa curiga, tapi senyuman manis lengket di wajahnya. “Kami hanya bercerita tentang hal yang biasa!” Jawab Harmonia. “Bagaimana? Ada kelanjutan?” Tanya Thalassa menyelidik. Kerberos dan Hemera saling menatap dan terdiam. Mereka bingung untuk menjawab karena tidak ada jalinan apa-apa yang mereka buat. “IBU!” Kata Hemera sambil memegang tangannya. Ia tidak ingin ada salah paham. “Bukankah ini terlalu cepat?” Kata Kerberos yang membantu Hemera juga agar mereka tidak terlalu banyak menuntut. “Jika sudah cocok, kita akan melangsungkan pernikahan!” Kata Harmonia dengan tegas.  Hemera terkejut. Ia diam saja. Ia tidak mau membuat keadaan menjadi canggung.  “Kami akan beritahu itu secepatnya!” Kata Hemera kepada mereka. Thalassa dan Harmonia yang mendengar itu langsung menjerit. Mereka sangat senang dengan ucapan Hemera. Dari ucapan itu, mereka merasa masih ada kesempatan untuk mengharap anak mereka akan menikah. “Kami ingin yang terbaik untuk kalian!” Kata Thalassa kepada ibu Kerberos. Kegiatan pesta sudah saatnya selesai. Banyak para tamu yang pulang ke rumah mereka masing-masing. Harmonia dan juga suaminya juga begitu. Mereka permisi pulang dan membawa Kerberos kembali ke rumah. Saat semuanya pulang, Thalassa pergi ke kamar Hemera. Ia meminta bantuannya untuk melepaskan bajunya yang berat dan besar. Ia juga ingin melepaskan kepangan rambutnya agar bisa tidur dengan tenang. Thalassa duduk di kursi rias milik Hemera. Sedangkan Hemera berdiri di belakangnya dan membantunya membereskan kepangan rambutnya yang tebal dan panjang. Hemera melepaskan kepangan rambut ibunya dengan lembut.  “Biasanya ibu tidak perlu bantuanku!” Tanya Hemera. “Tidak bolehkah seorang ibu meminta bantuan putrinya?” Kata Thalassa dengan kesal. Ia sedikit membalikkan kepalanya melihat seperempat bagian tubuh Hemera.  “Bukan begitu! Hanya penasaran saja! Aku merasa ada yang aneh saja!” “Tidak ada yang aneh! Ibu hanya lagi ingin dimanja oleh putri ibu saja!” Kata Thalassa. Ia senyum-senyum sendiri saat mengatakannya. Ia tahu Hemera tidak akan melihat senyuman itu. “Baiklah!” Kata Hemera yang merasa rambut ibunya semakin lama semakin kusut. “Rambut ini terlalu kuat ikatannya. Rambut ibu bisa jadi rusak!” Lanjutnya berkomentar. Thalassa tidak membalas ucapan itu. Ia membalas hal lain.  “Ibu suka dengan Hekate. Ibu juga suka dengan Kerberos. Bagaimana menurutmu tentang seorang pria yang gagah dan penguji s*****a. Kau suka dengan penghuni surga yang memiliki profesi seperti itu?” Tanya Thalassa mencoba membuatnya dengan natural. “Tentu! Mereka pria yang kekar, tinggi, kuat, macho, berwibawa, dan juga tampan. Siapa yang tidak menyukai mereka? Semua orang di surga suka profesi itu!” Kata Hemera. “Kau berbicara tentang pandangan kebanyakan orang. Ibu mau pendapatmu pribadi!” Kata Thalassa kesal. “Ibu sedang mengorek-ngorek ku!” Hemera merasa sedang di introgasi. “Ayolah Hemera! Ini percakapan antara ibu dan anak! Kau selalu tidak serius saat ibu bertanya hal-hal seperti ini!” Kata Thalassa lagi dengan nada kesal. “Maaf… aku hanya senang ketika ibu kesal!” “Kau ini memang..” “Aku menyukai profesi itu. Aku suka seseorang dari penguji s*****a yang mengejar ku, mencintai ku, aku pura-pura sulit didapatkan. Lalu ia berupaya sekuat tenaga… ini pasti seru! Wuuuh…” “Hemera!? Kau wanita nakal! Tak seharusnya kau melakukan drama-drama sulit didapatkan seperti itu!” “Tidak apa-apa! Agar percintaan itu lebih seru! Kebanyakan penghuni kita langsung langsung menikah saja, tanpa ada sedikit gejolak. Itu membuatku kurang greget!” “Kau ada-ada saja! Jadi bagaimana menurutmu dengan Hekate?” “Hekate?” “Iya, yang baru kita temui itu. Keturunan Dewa X!” “Ohh dia.. Aku hampir lupa namanya. Dia anak yang sangat sopan, penurut, tidak banyak bicara. Tapi aku tidak suka. Dia terlalu lembut sebagai seorang penguji s*****a. Aku suka kalau dia sedikit kasar!” Komentar Hemera. “Sekarang ibu mengerti mengapa kamu belum memiliki seorang suami! Huff..” “Itu hanya selera ibu…” “Kalau Kerberos? Apa perlu kita buat perjodohan kedua denganmu? Kemarin ibu melihat kalian berdiri sejajar saja, sudah tampak serasi!” Kata Thalassa dengan senang. “Ibu terlalu banyak berkhayal!” “Bagaimana menurutmu? Apa kau sedikit tertarik untuk mengenalnya? Ibu rasa Kerberos lebih kasar dibandingkan dengan Hekate! Mereka dua-duanya itu penguji s*****a dan belum menikah!” Kata Thalassa. “Aku menyukainya. Tapi, tidak menyukainya untuk menjadi kekasih..” Thalassa langsung berbalik kecewa. Ia menatap Hemera. “Apa maksudmu? Dia calon yang tepat…” Kata Thalassa memegang tangan Hemera. Lalu membawanya duduk di tempat tidur. Ia menatap mata anaknya dengan lembut. Ia berupaya menyakinkan Hemera. “Ayolah, coba pertimbangkan lagi!” Katanya memelas. “Aku rasa dia bukan orang yang tepat untukku!” Kata Hemera dengan tegas.  Thalassa tahu itu tidak bisa diubah lagi. Thalassa mengusap wajahnya. “Jadi, apa ibu akan menunggu lagi?” Ia sudah tidak sabar melihat anaknya memakai gaun putih dan berdiri di samping pria gagah. “Tenanglah ibu! Aku belum menceritakan semuanya! Ada seorang pria yang membuatku tertarik! Tapi, aku tidak tahu dia berasal dari mana! Ia sering mencuri-curi kesempatan untuk menemuiku. Kemarin, saat opera selesai, ia mencari cara menemuiku. Ia menemuiku di belakang panggung. Bukankah itu romantis?” Kata Hemera sambil melipat tangannya seperti sedang berdoa. Matanya menghadap ke atas dan ia membayangkan peristiwa itu. “Tapi, kau tidak tahu tentang dirinya. Kau tidak tahu apa pekerjaannya, apakah dia keturunan keluarga yang baik dan kau dia tampaknya orang asing!” Kata Thalassa kesal. “Setidaknya, ada yang membuat jantungku berdetak kembali. Dia adalah pilihan hatiku!”  “Apa dia kasar? Kau sudah pria kasar bukan?” “Aku yakin dia sedikit kasar. Jangan kasar kali juga, itu menyeramkan!”  “Dimana kalian bertemu?”  “Pertama kali di pasar saat belanja buah. Aku tidak sengaja bertemu dengannya. Lalu saat di opera kemarin! Dia mencari tahu tentang ku berarti!” “Ibu penasaran yang mana orangnya. Seharusnya ibu tahu siapa itu. Ibu kenal semua orang yang datang ke opera!” “Aku tidak bisa menunjukkannya. Aku akan kenalkan jika kami bersama!”  “Kapan kau akan bersama dengannya?” “Kita lihat nanti. Dia pasti datang menemuiku!” Kata Hemera dengan yakin. “Ibu tidak bisa berbicara lagi. Sudah, bantu perbaiki rambut ibu ini!” Kata Thalassa yang berdiri dari tempat tidur Hemera dan kembali duduk di meja rias. Ia bergumam, “Setidaknya ada seseorang yang mendekatinya!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN