Bagian 54 - Pria yang memegang Rosemary

1145 Kata
Kokytos merasa lebih baik. Ia tidak lagi berteriak dengan keras. Ia tampak sangat lelah sampai-sampai tertidur pulas. Hebe dan yang lainnya membiarkannya tertidur. Hebe merentangkan tangannya sambil menguap tanda kelelahan. “Sepertinya aku akan tidur juga. Badanku terasa sangat lelah!” Kata Hebe meninggalkan Anakes dan Bia disana.  Anakes dan Bia berbicara di luar melihat keadaan gelap disana. Bia menatap Anakes. Mereka berdua tampak sangat senang karena berhasil membantu Kokytos. Mereka merasa upaya mereka tidak sia-sia. Semua berjalan dengan sangat lancar. Mereka kembali membicarakan apa yang telah mereka lalui saat mengambil obat nyeri penyihir itu. Mereka menceritakan hal-hal yang mereka rasa lucu saat diperjalanan.  “Aku tidak pernah berpikir bisa merasa sedekat ini dengan seseorang!” Kata Bia sambil tertawa.  “Maksudmu hubungan mu dengan Kokytos?” “Kita semua. Aku dan kamu, lalu antara Hebe dan Kokytos. Aku merasa hidupku lebih baik jika membantu sesama. Aku tidak pernah berjuang sebelumnya untuk menyelamatkan teman-temanku. Kalau dipikir-pikir, kita terlalu banyak berkorban bukan untuk Kokytos?” Kata Bia lagi dengan senyuman di akhir kalimatnya. Ia melihat reaksi Anakes yang senyum-senyum sendiri. “Memang, ia termasuk keluargaku. Tapi, entah mengapa aku merasa lebih baik setelah perjalanan kita itu. Aku merasa tenang, perasaan bersalahku berkurang, dan aku tidak terlalu khawatir lagi. Semua semakin baik. Aku rasa aku akan menerima seseorang yang membutuhkan jasa ku sebagai pandai besi!” Kata Anakes yang menceritakan perasaannya tapi ia tidak melihat ke wajah Kokytos.  Bia melihat wajah Anakes. Ia sedikit tersentuh karena ucapan itu. Ia merasa berjasa dalam menyadarkan Anakes dan mengembalikan kepercayaan dirinya. “Aku akan beristirahat dulu!” Kata Anakes. Ia pun pergi meninggalkan Bia. Keesokannya, Kokytos yang pertama bangun diantara mereka. Ia mencari teman-temannya yang ternyata sedang terlelap tidur. Ia berteriak hingga membuat mereka bertiga terbangun secara serentak. “Kau ribut sekali!” Kata Hebe yang keluar dari kamar.  Bia dan Anakes tidur di ruang tamu dan bangun sambil mengucek matanya. Bia setengah sadar melihat Kokytos berdiri dengan merentangkan tangan ke atas dan mulut lebarnya. “Kau sepertinya sudah sembuh!” Kata Bia. Anakes menatap Kokytos dan menunjukkan kekesalan. “Kau membangunkan kami dengan suaramu! Ribut sekali!” Katanya kesal. “Ayolah.. aku ingin berterima kasih kepada kalian!” Katanya lalu memeluk mereka satu-satu dengan erat.  “Kau berlebihan!” Kata Anakes. “Aku sangat berterima kasih kepada kalian. Sungguh!” Kata Kokytos. Mereka tampak senang melihat Kokytos sudah lebih baik. Hebe berkata kepada Kokytos untuk melihat bekas lukanya apakah masih tersisa atau tidak. Ia ingin memastikan apakah obat tersebut bekerja dengan cepat atau butuh waktu untuk memulihkan juga. Kokytos menaikkan bajunya ke atas sedikit dan memperlihatkan bekas lukanya kepada mereka bertiga.  “Tidak ada sama sekali bekas!” Kata Bia heran. Ia bahkan menyentuh tubuh Kokytos untuk memastikan apakah masih sakit atau tidak. Bukannya kesakitan, Kokytos merasa geli. “Berarti obat itu cocok denganmu!” Kata Hebe. Anakes pergi menyiapkan makanan untuk mereka. Ia memetik buah di belakang rumahnya. Buah itu kecil dan berwarna orange dengan kombinasi merah. Ia mengambil cukup banyak. Ia meletakkannya di meja makan dan menyuruh mereka untuk menyantapnya. “Apakah ini?” Tanya Kokytos yang tidak pernah melihat buah tersebut. “Ini adalah buah khas daerah sini. Namanya buah persik. Ini buah yang jarang dijajakan kepada penghuni surga!” Kata Anakes. Mereka mencoba memakan buah tersebut. Buah itu terasa seperti apel, tetapi dagingnya lebih lembek dibanding apel. Mereka cukup terpukau dengan rasanya. “Tidak buruk! Ini termasuk enak!” Kata Hebe kepada Anakes. “Aku selalu memakan buah itu. Hanya buah ini yang masih cukup baik untuk dimakan. Sedangkan yang lain yang tumbuh disini, sangat tidak bagus dan pahit.” Kata Anakes. “Aku sudah rasanya. Seperti apel!” Kata Bia. “Ya, benar! Mengingatkan ku pada apel, cuma ukurannya lebih kecil!” Kata Hebe. Mereka menikmati buah itu lalu permisi pergi kembali melanjutkan perjalanan mereka.  “Datang-datanglah kemari lagi mengunjungiku!” Teriak Anakes kepada mereka bertiga.  “Tentu!” Teriak Kokytos.  Kokytos mengingatkan Bia, apakah semua barang-barangnya sudah dibawa. Ia tidak ingin kayu gagang yang telah mereka buat tertinggal di tempat Anakes. “Sudah!” Jawab Bia. Mereka berjalan menuju surga bagian ke lima. Disana mereka akan menemui seseorang yang bisa membantu mereka untuk mengetahui rahasia mengenai sumur kebinasaan. Sesuai dengan janji Bia kepada Kokytos, ia akan membantu ibunya untuk keluar dari sumur tersebut.  “Kita akan segera sampai. Hanya tinggal satu daerah lagi!” Kata Bia. “Apakah kau baik-baik saja?” Tanya Kokytos kepada Hebe. Ia hanya mengkhawatirkannya saja.  “Aku masih cukup baik!” Kata Hebe. Saat berjalan, Bia mengingat sesuatu tentang Hebe. Ia mengingat tentang apa yang dikatakan oleh Persefon kepadanya. Bia berbicara kepada Hebe. “Aku mendengar dari Persefon apakah kau anak dari Eidothea?” Tanya Bia. Hebe sedikit bingung. “Siapa itu Eidothea?” “Kau tidak kenal?” “Tidak!” “Berarti kau tidak ada hubungannya dengan Eidothea. Saat kami pergi menemui Persefon, ia hanya sedikit bingung, mengapa kau bisa tahu tentang buah obat nyeri penyihir. Tak banyak yang tahu tentang buah itu, bahkan penduduk surga ke tiga saja banyak yang tidak tahu!” Kata Bia. “Benarkah?” Kata Hebe tak melanjutkan apapun. “Kau tahu dari mana buah itu?” Tanya Bia penasaran. Kokytos melihat Hebe. Ia juga penasaran dari mana ia tahu buah itu. Ia tidak tahu bahwa Hebe memiliki pengetahuan tentang buah. Ia hanya tahu bahwa Hebe bekerja sebagai pelayan yang menemani tamu pria yang bosan di surga bagian pertama. “Aku?” Kata Hebe dengan terbatah-bata. Ia seperti tidak ingin menjawab. “Aku hanya tahu begitu saja!” Katanya menyeringai. “Benarkah?” Kata Kokytos. “Aku pikir kau ada hubungannya dengan Eidothea. Aku juga tidak tahu siapa dia. Pasti dia orang yang hebat karena Persefon tampak mengaguminya.” Kata Bia. “T-tidak… aku hanya tahu secara acak. Aku tidak mengenal Eidothea.” Kata Hebe. Bia tidak melanjutkan pembicaraan itu lagi. Ia hanya diam tak ingin suasana menjadi canggung. Saat mereka berjalan di pertengahan di daerah surga bagian ke tujuh, mereka mendengar suara-suara aneh. Sesekali suara itu menyita perhatian mereka. Kokytos berhenti. Ia tampak bingung. “Apakah itu suara penghuni surga?” Tanya Kokytos. Bia juga bingung menjawab. Mereka berhenti untuk mendengar lagi dari mana asal suara itu. Ada aroma-aroma yang tidak sedap juga yang mereka cium. Aroma-aroma itu membuat mereka ingin muntah.  “Aku tidak pernah mencium bau seperti ini!” Kata Hebe yang memegang hidungnya. Ia tidak mau lagi mencium aroma itu. Ia menunduk. Tangan kanannya diletakkan di perut dan tangan kirinya memegang hidungnya.  Tiba-tiba seorang pria berdiri di depan Hebe. Ia tidak bisa melihatnya dengan jelas karena ia sedang menunduk. Pria itu memberikan segepok kumpulan daun Rosemary di dekat hidung Hebe. Hebe hanya bisa melihat kaki dan pinggang pria tersebut. Ia lalu menaikkan kepalanya, berdiri tegak dan melihat wajah pria tersebut. Daun yang dipegang oleh pria itu, dinaikkannya lagi ke arah wajah Hebe agar ia bisa mencium aromanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN