Bagian 53 - Penyembuhan Kokytos

1128 Kata
Mereka pun keluar hutan karena buah obat nyeri penyihir sudah mereka temukan. Sepanjang jalan Anakes terus-terusan memberikan banyak pertanyaan kepada mereka. Tapi, tak ada satupun yang dijawab mereka berdua.  “Bisakah kita kembali dengan tenang?” Kata Persefon. “Kenapa kalian tidak bisa mengatakannya padaku sekarang!” Kata Anakes marah.  Meski marah, mereka tidak pernah berhenti berjalan. Persefon ingin cepat-cepat pulang ke rumahnya. Saat sampai di rumah Persefon, mereka melihat Tartarus disana. Mereka terkejut karena ada orang lain dirumah itu. “Kau dari mana saja?” Tanya Tartarus. “Aku menemani mereka.” Kata Persefon.  “Siapa mereka?” Tanya nya lagi. Persefon menjelaskan apa yang dilakukan oleh Bia dan Anakes. Ia tampak tidak senang. Lalu ia mengeluarkan pedang panjangnya dan mengusir mereka berdua dengan cepat. Ia sangat tidak suka dengan kedua orang tersebut.  “Kau seharusnya tidak berlaku kasar kepada mereka. Mereka membutuhkan bantuanku!” Kata Persefon.  Tartarus tidak peduli dengan ucapan Persefon. Ia langsung masuk ke dalam rumah dan menyimpan pedang panjangnya. Bia dan Anakes lari terbirit-b***t. Padahal mereka belum melepaskan baju yang diberikan oleh Persefon saat menjelajahi hutan.  Mereka berhenti sebentar di tengah perjalanan, karena melihat keadaan sudah aman. “Dia tidak mengejar kita!” Kata Anakes. Mereka membuka baju mereka di sana, lalu membuangnya di semak-semak pinggir jalan. Bia mengambil buah obat nyeri penyihirnya dari dalam kantong baju dan menyimpannya di kantong celananya yang lebar. Mereka bergerak lagi menuju arah pulang.  “Apa yang terjadi dengan pacarnya itu?” Kata Anakes kesal. “Jika kita menjadi dia, kita pasti juga cemburu!” Kata Bia. “Orang yang ada di pasar kemarin bercerita bahwa kita harus berhati-hati dengan Persefon. Sejauh ini dia baik kepada kita!” Kata Anakes. “Aku juga awalnya berpikir dia akan menolak memberikan bantuan. Tapi, ternyata ia cukup baik dan mau membantu kita!” Kata Bia.  Mereka membuang waktu dengan saling bercerita sepanjang perjalanan pulang. Akhirnya mereka datang tepat waktu di rumah Anakes. Kokytos terlihat sangat lemah. Ia beristirahat dengan Hebe yang berada di sebelahnya.  “Kalian berhasil?” Tanya Hebe sebagai kalimat sambutan. Ia berdiri di depan mereka berdua dengan banyak harapan di kepalanya.  “Kami hampir saja tidak berhasil. Untunglah kami bisa pada akhirnya.” Kata Bia kepada Hebe sambil memberikan buah tersebut. Ia menunjukkan buah itu kepada Hebe. Lalu ia mengeluarkan beberapa lagi dari kantong celananya. “Memang ini buahnya! Aku sempat berpikir bahwa kalian menemukan buah yang salah. Tapi, untunglah, ternyata semua berjalan dengan baik.” Kata Hebe. Bia menatap Anakes dengan bangga. Itu adalah pekerjaan mereka berdua.  “Apa memang benar aku menangis kemarin?” Tanya Anakes yang masih tak percaya. “Tentu! Aku melihatnya sendiri!” “Aku sepertinya memang dalam keadaan menderita.” Kata Anakes.  Bia diam-diam ingin melihat apa yang disembunyikan Anakes di belakang. Ia memastikan Anakes tidak mengetahuinya. Ia sedang berada di depan bersama Hebe. Ia cepat-cepat pergi ke belakang melihat apa yang disembunyikannya di kamar belakang. Saat berada di belakang, pintu kamar tersebut ternyata terkunci. Ia tidak bisa masuk ke dalam. Bia merasa kecewa.  “Apa yang kau lakukan?” Tanya Anakes yang membuat Bia terkejut. Ia secara refleks berbalik ke belakang melihat Anakes yang tahu tentang apa yang dilakukannya.  “A-aku sedang melihat-lihat. Aku ingin melihat isi kamar ini. Apa yang ada di dalam? Mengapa dikunci?” Kata Bia pura-pura tidak tahu.  “Kau mau melihat?” Kata Anakes dengan senyuman.  “Ya!” “Tentu. Sebentar, akan ku bukakan!” Kata Anakes mengambil kunci. Ia pergi sebentar, lalu mengambil kunci dan membuka pintu tersebut.  “Kau tidak akan meninggalkanku di dalam, lalu mengunciku bukan?” Kata Bia curiga, tapi wajahnya menebarkan keramahan. Ia ingin membuat itu sebagai lelucon agar tidak ketara.  “Tentu! Aku tidak akan melakukan hal jahat seperti itu. Tenang saja! Kita sudah banyak melewati banyak hal kan?” Kata Anakes membuka pintu dan mempersilahkannya masuk. Bia melihat patung besi yang indah di tengah-tengah ruangan, dengan di bagian bawahnya ada banyak makanan segar seperti asli, padahal itu adalah tempahan besi.  “Kau membuat ini semua?” Tanya Bia dengan mulut menganga lebar. “Ya!” “Wow, pandai besi memang seorang seniman sejati. Aku merasa semua yang kau buat disini adalah real. Padahal sebenarnya itu adalah besi. Bagaimana kau buat semua ini? Kau melakukannya sendiri?” Kata Bia. “Ya, aku membuatnya sendiri.” “Kau seharusnya menerima jasa penempah para s*****a. Kau berbakat Anakes.” Kata Bia. Anakes hanya tersenyum lebar. Ia tidak ingin berdebat dengan keinginannya. Ia merasa itu hal normal saat seseorang memberikan masukan.  “Aku tidak akan bisa melakukannya!” “Diakah wanita itu? Cantik sekali!” Kata Bia lagi melihat ke arah patung yang setinggi langit-langit rumahnya.  “Dari mana kau tahu itu?” “Sebenarnya, aku mengetahui mengapa kau menangis. Semua kau ceritakan. Semua karena wanita cantik ini bukan?”  Anakes langsung meneteskan air mata. Bia mendatanginya dan merangkulnya. “Aku tidak bermaksud menyakitimu. Sepertinya Hebe membutuhkan bantuan. Kita bisa mencoba melihatnya!” Kata Bia yang tidak ingin membahas itu lagi. Bia dan Anakes melihat Hebe. Ia sedang meracik obat tersebut. Ia memasak obat tersebut dengan api kecil di dalam sebuah mangkuk besi milik Anakes. Ia berkata, bahwa itu akan dimasak sangat lama hingga warnanya menjadi hitam pekat, lebih pekat dari kopi. Hebe membangunkan Kokytos dan menyuruhnya untuk duduk sebentar. Ia memberikannya air minum agar Kokytos bisa bertenaga. Ia duduk sambil menyentuh lukanya.  “Kalian sudah kembali!” Kata Kokytos kepada Anakes dan juga Bia.  “Kau akan segera sembuh. Pasti!” Kata Anakes.  Kokytos memegang pundaknya yang sakit. “Aku menunggu-nunggu saat itu dimana aku bisa berkumpul lagi.”  Hebe melihat Kokytos. “Apakah masih terasa sakit sekali?”  “Tidak begitu, aku hanya kesulitan terlalu banyak berdiri!” Kata Kokytos. Mereka menunggu hingga obat itu jadi. Saat air di mangkuk besi sudah mulai berkurang, Hebe mengangkatnya dan meletakkannya di sebuah gelas. Ia memberikan air gelas itu kepada Kokytos dan menyuruhnya untuk meminumnya. “Saat kau meminumnya, akan ada efek sampingnya. Mungkin sebagian tubuhmu tidak akan bisa bergerak. Itu memang normal!” Kata Hebe. Kokytos meminum obat tersebut. Lalu Hebe mengambil sedikit dari obat tersebut dan mengoleskannya di luka Kokytos seperti sebuah salep. Kokytos mulai tidak bisa bergerak, tetapi ia juga merasa kesakitan karena sedikit demi sedikit luka tersebut mulai tertutup. Saat lukanya mulai tertutup, luka itu akan sangat sakit karena jaringan-jaringan tubuh kembali menyatu.  Ia berteriak sangat keras karena sakitnya. Tapi, tubuhnya tidak bergerak sama sekali. Hanya mulutnya yang bisa bergerak bebas. “Obat itu hebat! Lihatlah, lukanya mulai menyatu!” Kata Bia. Anakes mengangguk.  “Berapa lama ia akan kesakitan seperti ini?” Tanya Anakes kepada Hebe. “Seharusnya tidak akan lama. Kita lihat saja sampai berapa lama. Memang menggunakan obat ini sangat sakit.” Kata Hebe yang mulai menambah volume suaranya saat berbicara untuk mengimbangi teriakan Kokytos.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN