Bagian 29 - Story of Mahkota Duri

1491 Kata
Persefon adalah penghuni surga bagian ke tiga. Ia adalah wanita yang sangat cantik, baik dan juga pintar. Ia sering pergi ke gunung Subur di daerahnya. Ia tidak terlalu tertarik dengan yang namanya s*****a, opera, ataupun menjadi penempa s*****a. Ia juga tidak tertarik dengan yang namanya bahan-bahan pembuatan s*****a. Ia lebih tertarik dengan buah-buahan yang ada di hutan. Ia mengumpulkan buah-buahan di sana, lalu menjualnya. Ia juga suka mengamati hutan dan isinya.    Suatu ketika, ia melihat pohon dengan ranting-ranting yang berduri. Ia menamai pohon tersebut dengan nama Bidara. Pohon itu sangat besar dan memiliki buah berwarna merah. Baginya, pohon tersebut sangatlah unik karena duri-duri di sekelilingnya. Ia memotong ranting nya lalu membiarkannya semalam. Ranting tersebut mengering hingga duri-duri yang ada di sekitarnya mengeras dan menjadi lebih tajam. Persefon kagum dengan apa yang dilihatnya. Ia kemudian menceritakan itu kepada kekasihnya, Tartarus.    Tartarus sangat suka dengan kehidupan para bangsawan. Ia selalu berada diantara orang-orang yang selalu membuat pesta besar dengan hidangan buah-buahan yang banyak. Ia selalu ingin seperti mereka, membuat pesta dan mengundang banyak orang untuk makan di rumahnya. Tapi, sayangnya, tak ada yang mempercayainya. Ia tidak memiliki teman. Ia hanya bisa dipekerjakan sebagai pembantu di acara persiapan perta.    Tartarus melihat apa yang dibuat oleh kekasihnya, Persefon. Tartarus suka sekali puisi. Ia menyamakan duri tersebut sebagai tanda seseorang yang berhak memimpin. Tanpa disengaja, tuan rumah pembuat pesta membaca puisi yang dibuat oleh Tartarus. Ia bertanya padanya, “Duri apa yang kau maksud sebagai pemimpin?”   “Kekasihku menemukan ranting yang berduri. Lalu aku melihatnya sendiri dan kagum. Seseorang yang memimpin harus memiliki duri-duri yang sangat tajam untuk menunjukkan perbedaannya dengan yang lain!” Ucap Tartarus.   “Aku ingin melihat tanaman ini! Dimana ini ditemukan?”   “Kekasihku menemukannya di gunung Subur di tempat buah-buahan tumbuh!” “Bisakah kau membawakan nya untukku?” Kata si tuan pesta.   “Tentu!”   Tartarus pergi menemui Persefon. Ia memintanya untuk memberikan ranting duri yang pernah diperlihatkannya.    “Untuk apa ranting itu?” Tanya Persefon.   “Tuan pesta yang sering mengundangku untuk menjadi pelayannya ingin melihat bentuk dari ranting itu!”   “Tapi, apa gunanya itu baginya?”   “Aku juga tidak tahu!”   Persefon memberikan ranting itu, meski tidak tahu maksud dari semua ini. Ia mengambil ranting baru dari hutan dan mengeringkannya. Beberapa waktu kemudian Tartarus datang dan mengambilnya. Ia menempatkannya di kotak kaca kecil seperti sebuah hadiah mahal.    Tartarus membawa ranting itu kepada Tuan pesta. Ia membuka kotak kaca tersebut dan melihat dengan lebih jelas bentuk dari ranting itu.   “Aku rasa ranting ini memiliki kekuatan!” Ucapnya.   Tartarus bingung maksudnya. Ia menjelaskan kepada tuan pesta bahwa ranting duri itu bukanlah benda keramat. Tidak ada yang bisa dilakukan dengan ranting duri.    “Tidak, aku percaya bahwa ranting ini memiliki kekuatan!” Ucapnya lagi. Ia mengeluarkan ranting itu dari kotak, lalu menaburkan bubuk pedas padanya. Ia mendiamkannya selama beberapa waktu lalu membentuknya melingkar. Ia menyusun duri-duri di bagian batang ranting ke atas dan bawah. Ia meletakkan benda itu kepalanya lalu memberitahu Tartarus.   “Apa itu?” Tanya Tartarus.   “Ini adalah ranting yang kau berikan kemarin!”   “Itu sangat indah!” Ucap Tartarus.   “Dengan mahkota ini, aku bisa melakukan apapun!” Kata Tuan pesta tersebut.   Beberapa waktu kemudian, ia mengundang banyak rakyat surga. Ia menyajikan makanan yang lengkap dan sangat banyak. Ia mengundang hampir seluruh penghuni surga bagia ketiga. Ketika semua sudah berkumpul, ia memakai ranting duri tersebut dan meletakkannya di kepala. Ia berkata kepada semua yang hadir. “Akulah yang akan menjadi pemimpin kalian dengan mahkota duri ini!” Ucapnya.   Semua bingung. Apa maksud dari tuan pesta tersebut. Tartarus berada di situ. Ia melihat ada yang aneh dengan tuan pesta tersebut. Ia pergi dari tempat itu dan menanyai pacarnya apakah ada yang diketahuinya tentang ranting berduri tersebut.    “Aku rasa tuan rumah itu bertingkah aneh! Ia merasa bahwa dialah pemimpin rakyat surga!” Kata Tartarus kepada Persefon.    “Itu seperti yang ada pada puisimu. Kau melambangkan ranting berduri itu dengan sifat kepemimpinan!” Ucap Persefon.   “Apa yang salah dengan itu? Sebentar, ia menaburkan bubuk pedas di seluruh ranting itu!”    “Bubuk pedas salah satu benda keramat! Pasti campuran dari dua bahan itu mengaktifkan memunculkan iblis dari dalamnya!” Kata Persefon.   “Apa kau yakin? Kau membuatku takut!” “Dia harus segera disembuhkan! Kita harus mencari seorang peramal yang bisa menyembuhkannya, sebelum benda itu menguasainya!” Kata Persefon.   “Siapa yang bisa kita andalkan dalam hal ini?”   Persefon tidak ragu menjawab. “Eidothea si peramal!”   “Tapi, dia susah sekali dicari!” Kata Tartarus.   “Tenang saja, aku tahu bagaimana caranya!”    Persefon sering melihatnya berada di hutan, di kaki gunung Subur. Mereka pergi pagi-pagi sekali dan berjalan memasuki hutan. Mereka mencarinya di kaki gunung Subur. Mereka berputar-putar hingga tengah hari, tetapi masih belum menemukannya. Ia melihat sebuah gua di dekat semak belukar.    “Aku rasa di di dalam!” Kata Persefon.   “Apa kau yakin? Di dalam tampak menyeramkan!” Kata Tartarus dengan rasa takut.    Persefon langsung menerjang masuk kedalam. Mereka menyusuri gua dan melihat banyaknya tumbuhan yang bercahaya, mulai dari yang berwarna ungu, orange dan juga pink. Firasat Persefon benar, Eidothea memang berada di sana. Ia sedang duduk menyilangkan kakinya sambil memegang tongkat kayunya yang panjang. Ia seperti tidak tahu mereka datang.  Persefon berbicara kepadanya, “Permisi, apakah kau peramal Eidothea?” “Siapa kalian?” Tanyanya setelah membuka mata. Ia melihat dengan sinis. Ia merasa terganggu dengan kehadiran mereka. “Kenalkan, aku Persefon dan ini Tartarus!” Kata Persefon. “Jika dia peramal, seharusnya kita tidak perlu memperkenalkan diri!” Bisik Tartarus. “Diamlah, kau bisa terkena caci makinya!”  Tartarus diam karena peringatan Persefon. “Apa yang kalian inginkan?” Tanya Eidothea lagi.  “Aku… maksudku adalah kami! kami ingin meminta bantuanmu! Ada yang terkena kontrol iblis. Tanpa sengaja ia mengaktifkan sebuah benda dengan bubuk pedas. Bisakah kau membantu kami untuk melihatnya?” Kata Persefon.  “Bubuk pedas termasuk benda keramat! Aku rasa itu sulit untuk diatasi!” Kata Eidothea si peramal. “Tolonglah kami! Jika dibiarkan ia bisa jadi iblis!” Kata Persefon. “Aku akan ikut!” Ucap Eidothea. Mereka pun keluar dari gua menuju tempat tuan pesta berada. Saat berada disana, tuan pesta membuat beberapa rakyat disana seperti dihipnotis. Mereka menuruti semua perintah dari tuan pesta. Mereka bertingkah seperti orang gila.  “Ini adalah mahkota kepemimpinan! Kalian harus menuruti ku!” Ucap tuan pesta kepada orang-orang yang ada disana. Eidothea melihat apa yang terjadi. Ia melihat mahkota duri yang ada di kepala tuan pesta.  “Ia telah menjadikan benda itu sesuatu yang keramat!” Ucap Eidothea.  “Apa ada yang bisa kita lakukan?” Tanya Tartarus dengan panik. “Jika bagian-bagian dari surga yang lain tahu, ia bisa dicampakkan ke dalam sumur Kebinasaan!” Ucap Persefon. “Kita perlu mengikatnya dan mencabut mahkota itu. Itu adalah tanda kepemimpinan. Seperti sebuah label pada benda. Setelah itu baru kita bisa menyelamatkannya dengan menghilangkan kutukan pada benda tersebut.” Jelas Eidothea. Tartarus dan kekasihnya bekerja sama. Mereka memegang tangan tuan pesta. Tapi, masalahnya, mereka dicegat oleh tamu-tamu yang sudah dihipnotis olehnya. Mereka menghalangi Tartarus dan Persefon menyentuh tuan pesta. Mereka kesulitan untuk bergerak. Mereka kembali kepada Eidothea. Mereka mengeluh karena tidak bisa melepaskan mahkota tersebut. “Tak ada cara lain selain menggunakan s*****a!”  “Apa kau mau menggunakan s*****a untuk menghentikan mereka?” Tanya Tartarus yang terkejut karena ucapannya. “Mereka tidak akan mati! Ini hanya s*****a biologis. Tidak akan membahayakan mereka. Hanya membuat mereka berhenti sebentar!” Kata Eidothea yang merasa tidak punya jalan keluar lain.  Ia mengambil dari kantongnya bola kecil dan melemparnya ke tengah-tengah gerombolan orang tersebut. Lalu bola itu terbuka, dan mereka semua pingsan. “Tutup hidung kalian!” Ucap Eidothea. Mereka melakukan perintah Eidothea. “Apa yang kau berikan kepada mereka?” Tanya Tartarus. “Itu adalah s*****a biologis Ricin. Ketika bola itu terbuka, ricin akan masuk dari hidung, dan menjalar ke dalam sel-sel tubuh dan mencegah pembuatan protein. Tanpa protein, sel-sel mereka akan mati sebentar, mengakibatkan mereka pingsan! Itu tidak berbahaya! Kita makhluk abadi!” Ucap Eidothea menjelaskan.  Tartarus dan Persefon merasa tenang. Mereka cepat bertindak dengan melepaskan mahkota tersebut. Setelah mendapatkannya, mereka memberikan mahkota itu kepada Eidothea. Mahkota duri itu diletakkannya di bawah kakinya. Lalu ia menginjaknya sekuat tenaga. Tetapi, Eidothea terlempar jauh. Tartarus dan Persefon terkejut. Mereka membantu Eidothea bangun. Dari jarak jauh, Eidothea melemparkan tongkatnya ke arah mahkota itu. Setelahnya, keluar asap tebal dan benda itu tidak lagi dikuasai iblis.  “Akhirnya!” Ucap Tartarus. “Aku tidak menyangka ini akan berakhir!” Kata Persefon dengan lega. Sejak saat itu, cerita tentang tuan pesta dan mahkotanya terdengar. Ia terkadang menjadi bahan tertawaan dan juga bahan pelajaran. Mahkota duri menjadi sebuah simbol kepemimpinan di zaman itu hingga terbawa sampai generasi terakhir. Mereka akan membuat mahkota dari ranting Bidara sebagai tanda seseorang yang memakai kekuasaan iblis untuk mendapatkan kepemimpinan. Karena itu semua pemimpin dalam suatu organisasi akan diberikan mahkota berduri, sebagai tanda ia memiliki sedikit lebih banyak wewenang.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN