Bagian 40 - Doris Ketahuan Khaos

1118 Kata
Amfiaraus dan Empusa terpelongo melihat kelihaian Doris dalam bertarung. Mereka tidak menyangka Askalafos akan serius saat melawannya. Mereka sangat menikmati pertarungan itu, seperti sedang melihat pertarungan penguji s*****a level menengah. “Kalau begini, Doris bisa menjadi pelatih juga! Ia wanita pertama yang kulihat bisa bertarung!” Kata Amfiaraus. “Apa kau yakin dia tidak pernah belajar bertarung?” Tanya Empusa kepada Amfiaraus. “Aku tidak tahu! Tapi, dari kegiatannya, ia seharusnya tidak sempat untuk berlatih. Ia harus berfokus pada operanya. Kapan lagi ia sempat untuk berlatih seperti ini?” “Ini bukan pertarungan pengujian s*****a, melainkan pertarungan real antara hidup dan mati!” Kata Empusa.  “Kehebatan Doris terlihat dari cara ia membaca situasi Askalafos. Dia bisa melihat kapan emosi Askalafos naik dan turun. Cobalah perhatikan!” Kata Amfiaraus. “Aku juga melihat hal yang sama. Apa karena dia wanita, makanya lebih mudah untuk mengenali emosi dibanding kaum pria?” “Bisa jadi ada hubunganya juga!” Kata Amfiaraus. Pertarungan masih berlanjut. Doris tidak mudah dikalahkan. Meski ia seorang wanita, tapi ia tidak mudah untuk dikalahkan begitu saja. Ia tak segan-segan mengarahkan pukulannya ke organ vital Askalafos.  Doris tidak hanya menggunakan tombaknya. Ia juga mengkombinasikan serangannya dengan tendangan dan juga pukulan. Ia bergerak dengan lincah. Ia bisa mengimbangi emosi dari Askalafos. Ia pandai menilai emosi lawannya. Saat Askalafos mulai menaikkan emosinya, Doris akan berhenti menyerang karena di titik tersebut semua hantaman yang diberikan Askalafos sangat kuat. Saat Askalafos merasa waspada, disitulah serangannya akan menurun. Doris akan menyerangnya mati-matian hingga emosi Askalafos akan naik lagi. Ia mengulur-ulur waktu dan menunggu waktu yang tepat untuk membalas serangan Askalafos. “Kau hebat juga!” Kata Askalafos dengan emosi yang tinggi. Ia menggunakan serangan menebas beberapa kali kepada Doris, lalu dikombinasikan dengan menusuk dan menikam Doris.  Doris tak diam saja. Cabang dua tombaknya sangat berguna sekali. Ia menghentikan serangan itu. Dua pisau di bawah cabang tombaknya, digunakannya untuk menebas Askalafos. Ia mengayunkannya ke kiri dan kanan dan berfokus pada pisau yang ada di bawah cabang tombaknya. Askalafos tak tinggal diam. Ia mengeluarkan seluruh kekuatannya, dan mendorong tombak Doris. Ia melakukan gerakan memutar sehingga Doris terpaksa harus mundur. Sorak sorai terdengar. Pertarungan semakin memanas. Murid-murid menyemangati guru mereka. Kecepatan dalam pertandingan bertambah terus. Doris tak ingin kalah. Ia menyerang Askalafos, lalu menghindar, lalu menyerang lagi hingga mendapat celah untuk menusuk Askalafos dibagian perutnya. Tetapi, itu tidak terjadi.  Askalafos sudah tidak tahan lagi bermain-main. Ia mengeluarkan kekuatannya. Ia mengintimidasi Doris. Doris mulai kewalahan karena serangan yang tak henti-henti dari Askalafos. Ia sudah mulai ketakutan dan merasa tidak lagi memimpin pertandingan. Ia mulai masuk ke arena permainan Askalafos. Doris tak bisa menandingi kecepatan Askalafos. Ia terjatuh karena tersandung kakinya sendiri. Tombak Doris terlempar jauh darinya.Askalafos menaikkan tombaknya dan akan menyerang leher Doris. Ia akan menancapkan tombak itu di leher Doris. Semua melotot melihat pemandangan itu. Askalafos masih mengangkat tombaknya dan Doris menghalangi lehernya dengan tangan kirinya. Ia bersiap-siap menancapkan tombak itu kepada Doris.  Tiba-tiba teriakan seseorang menghentikan pertandingan itu. Askalafos tak jadi menghabisi Doris. Tubuhnya sangat besar dan gemuk. Ia berjanggut panjang memakai topi di kepalanya. Ia tampak sangat marah saat menuju arena.  “Ayah!” Kata Doris.  Dia ternyata adalah ayah Doris, Khaos. Ia adalah mantan dari para pejuang penguji s*****a generasi pertama. Ia tahu sekali mengenai dunia s*****a di surga. Tapi, memang sekarang ia sudah tidak lagi berada di dunia itu setelah kehidupannya bertemu dengan musik. Saat Doris kecil, Khaos sendirilah yang mengajarkannya untuk bertarung. Ia tidak memiliki putra. Ia hanya memiliki Doris yang seorang wanita. Istrinya, Nyx tidak suka putrinya diajarkan bertarung. Maka ia meminta Khaos untuk berhenti mengajarinya dan mengenalkannya pada alat musik. Mulai dari situ, seluruh keturunan mereka yang adalah wanita harus menguasai pembuatan alat musik dan juga cara menggunakannya. Ia bekerja sama dengan Dewa Olimpus dan istrinya Thalassa untuk membangun opera sebagai the next kegemaran penghuni Surga.  Khaos mendatangi Askalafos ke tengah arena. Wajahnya sangat seram saat melihat Askalafos. Saat sudah dekat dengan Askalafos, ia merenggangkan tangannya, menambah kecepatan jalannya dan mengangkat tangannya sedada lalu meninju wajah Askalafos hingga ia terlempar tiga meter lebih. Semua terkejut melihat hal itu.  “Beraninya kau memperlakukan wanita seperti itu, apalagi wanita itu adalah putriku. Ku harap ini akan menjadi pelajaran bagimu!” Kata Khaos.  Empusa dan Amfiaraus melihat keadaan Askalafos. Ia lemas karena tumbukan dari Khaos. Tumbukan itu sangat keras dan Askalafos tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagian dari tubuhnya lumpuh sebesar. Khaos tidak segan-segan melakukannya. Ia menggunakan seluruh tenaganya untuk menumbuk Askalafos. Khaos melihat ke arah putrinya. Ia berkata, “Kau memang keterlaluan! Ini bukan tempatmu. Berani-beraninya kau lari dari pesta dan bertarung disini! Bangun! Ayo pulang!” Ia melihat putrinya hingga berdiri sempurna dan berjalan keluar dari gedung. Doris tidak bisa lari lagi. Ia melihat Askalafos yang tidak bisa melakukan apa-apa sementara. Ia melihat pundak ayahnya, dan mengikutinya. Ia tidak menyangka bisa ketahuan seperti ini.  Saat pergi, Khaos berhenti karena seseorang berbicara padanya. Ia adalah Poine, salah satu juri penguji s*****a yang terkenal dan terakui. Poine tidak senang karena mempermalukan Askalafos, salah satu penguji s*****a terhormat yang mereka miliki.  “Bukankah kau yang berani-beraninya masuk ke wilayah para penguji s*****a?” Kata Poine.  Khaos langsung berhenti dan membalikkan badan. Ia menatap Poine dengan tajam tapi tidak berbicara sedikitpun. Doris diam saja, memperhatikan Poine dan ayahnya. “Oh, kita belum saling menyapa. Sudah lama tidak bertemu!” Kata Poine lagi dan melihat reaksi dari Khaos. Ia masih diam saja. Tetapi, tangannya mengepal ingin membalas. “Seharusnya kau tidak usah menginjakkan kakimu lagi ke sin. Kau tidak pantas, seperti putrimu. Kau tidak ingin dikeluarkan dengan tidak terhormat lagi bukan? Ingat! Askalafos lebih hebat dari putrimu. Dan satu lagi, jika kau membuat keributan seperti tadi di arena kami yang suci, kau harus membayarnya!” Kata Poine mengancam. Khaos tidak memperpanjang masalah itu. Ia juga tidak membalasnya. Ia langsung pergi keluar dari tempat tersebut. Mereka berjalan keluar dan pergi kembali menuju Surga bagian ke tiga. Saat keluar dari teater, Doris bertemu pelayan mereka Penia. Ternyata Khaos tidak sendiri datang. Ia bersama pelayannya yang setia. Penia berjalan beriringan dengan Doris. Khaos berjalan sangat cepat. Ia bahkan tidak melihat putrinya yang kesusahan untuk mengejarnya. Setiap langkah kakinya meninggalkan bekas di tanah. Ia menghentakkan kakinya kuat sewaktu berjalan. Doris berupaya memahami apa yang terjadi. Ia ingin meminta maaf kepada ayahnya, tapi melihat kondisi ayahnya yang lagi emosi, ia mencoba untuk menunggu saat yang tepat untuk berbicara.  “Ini akan jadi masalah besar!” Kata Doris kepada Penia.  “Iya tuan putri. Kami mencari tuan sangat lama. Saat ditengah perjalanan, Khaos teringat tempat itu. Dan akhirnya kami ke sana. Dan memang benar, tuan putri ada disana!” Jelas Penia. “Aku yang salah… kenapa aku harus bertarung!” Erang Doris sambil menggigit bibirnya. Doris mengikutinya hingga sampai ke rumah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN