Bagian 9 - Askalafos si pengendali Emosi

1183 Kata
Amfiaraus sedang menguji Ponos. Mereka bertarung menggunakan pedang. Di arena khusus latihan, semua orang yang lewat bisa melihat jelas bagaimana Amfiaraus bertarung. Mereka sangat terpukau dengan cara mereka bertarung, termasuk muridnya, Ponos. Mereka yang sudah bisa menguasai standar bertarung, bisa dikirim kepada juri penguji s*****a. Ia bisa menjadi salah satu penguji s*****a dasar disana. Mungkin sebentar lagi Ponos salah satunya. Di pinggiran lapangan ada dua orang kembar yang melihat cara berlatih Amfiaraus dengan Ponos. Mereka adalah si kembar Fonoi dan Frike. Fonoi adalah si abangan sedangkan Frike si adik. Mereka belajar dengan Askalafos, si penguji s*****a elit. Fonoi sangat menyukai cara bertarung Amfiaraus. Tapi, entah mengapa ia memilih untuk belajar dengan Askalafos. Adiknya pun komplain, “Seharusnya kita berpisah. Aku bersama dengan Askalafos dan kau dengan Amfiaraus.”  “Aku bukannya tidak mau! Tapi semua sudah terlambat.” Ucap Fonoi. Frike adiknya sangat penakut. Ia ingin agar adiknya bisa bertarung dengan sepenuh kekuatannya dan menjadi lebih kuat. Sifat adiknya ini berbeda dengan kakaknya, Fonoi yang lebih bersikap membantai dan tanpa takut.  “Aku bisa sendiri bersama dengan Amfiaraus.” Kata Frike. “Aku tidak yakin dengan itu. Emosi Amfiaraus seharusnya bisa mempengaruhimu. Tapi sampai sekarang, aku tidak bisa merasakan keberanianmu dalam melakukan p*********n!” Ucap kakaknya, Fonoi. “Ketakutan seperti sebuah bagian dari diriku. Aku tidak bisa membuangnya! Itu memang ada dan akan ada!” Kata Frike. Fonoi mendengar suara yang meninggi dari adiknya. Ia tidak ingin membuatnya semakin marah.  “Kau pasti lebih kuat jika bersama dengan Amfiaraus!” Kata Frike lagi. “Emosi dari Askalafos sangatlah mengerikan. Itu menambah kekuatanku. Tapi, aku juga ingin ahli dalam hal kelincahan  seperti Amfiaraus.”  “Sayangnya, kita tidak bisa memilih dua guru untuk melatih kita!” Kata Frike. Mereka sedang menunggu Askalafos mengajar. Kali ini pengajaran dari Askalafos adalah cara untuk meluapkan emosi. Emosi adalah kelebihan dari Askalafos. Ia pandai mengatur emosinya sehingga pertarungan bisa dengan mudah dilakukan. Emosi yang dimaksudkan disini bukanlah kemarahan saja. Tapi, termasuk juga senang, sedih, takut dan juga marah. Perasaan itu bisa dikendalikan oleh Askalafos yang merupakan keunggulannya untuk merehatkan tubuh di dalam pertandingan dan menambah kekuatan dengan menaikkan tekanan darah dan kepercayaan diri. Askalafos memanggil murid-muridnya. Mereka masuk ke sebuah ruangan tertutup. Tidak seperti Amfiaraus yang mengajar di luar. Mereka lebih banyak teori dan juga sesi peluapan perasaan. Mereka akan lebih banyak bercerita dan memahami perasaan mereka yang terdalam. Pemahaman akan perasaan sendiri bisa meningkatkan pengendalian emosi. Ditangan Askalafos ada lembaran-lembaran kertas yang dibagikannya kepada murid-muridnya. Di dalam lembaran tersebut akan ada pilihan keadaan dengan poin-poin yang bisa menentukan tingkat emosi dalam diri.  Usai membagikan, Askalafos memberikan keterangan kepada mereka. “Sudah saatnya memberikan rekomendasi kepada para juri. Kalian bisa mengisi isian tersebut dan saya akan melihat emosi yang ada di dalam diri kalian. Ketika ada yang berbakat, secara langsung akan bertarung dengan saya. Setelah itu, akan ada latihan bersama murid Amfiaraus. Saya ingin kalian melakukan yang terbaik dan terus bersemangat. Saya akan tunggu sekarang, silahkan dikerjakan!” Ucap Askalafos lalu duduk di kursinya menunggu mereka mengerjakan lembaran pertanyaan tersebut. Fonoi dan Frike akan menghadapi ujian. Mereka duduk terpisah. Ia khawatir adiknya tidak akan lulus. Ia melihat wajahnya yang dengan serius melakukannya.  Askalafos berkata lagi, “Berikan jawaban yang jujur dari diri kalian, dengan begitu saat bertarung denganku, tidak ada kecurangan disana! Aku bisa tahu dari cara kalian bertarung, apakah kalian jujur atau tidak!”  Fonoi mendengar peringatan tersebut. Ia kembali melihat ke depan dan mencoba untuk tidak khawatir terhadap Frike.  Frike membaca beberapa dari pertanyaan tersebut dalam hati.  Elemen mana yang kamu pilih? A. Bumi (10 poin) B. Air (30 poin) C. Udara (50 poin) D. Api (40 poin) E. Petir (20 poin) Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang dijawab oleh Frike. Nilai yang tertinggi tidak bisa dipilih karena pilihan termasuk dari emosi dasar muridnya yang berkembang dengan seimbang. Poin-poin tersebut akan menentukan emosi yang dimiliki oleh muridnya. Frike memilih jawaban C lalu berlanjut ke pilihan selanjutnya. Waktu untuk pengumpulan kertas pun tiba. Askalafos mengumpulkannya dan memberitahu nilai-nilai yang menentukan emosi mereka.  “Hasil skor 100-170 memiliki emosi kasih sayang. Hasil skor 180-270 memiliki emosi dominan, optimis. Hasil skor 280-360 memiliki dominan emosi, empati. Hasil skor 370-440 memiliki emosi kemarahan. Emosi 450-500 memiliki emosi cinta. Setiap skor yang kalian pilih akan menentukan seberapa besar emosi dominan kalian. Saya ingin emosi yang kalian tunjukkan sama besar agar bisa menguasai pertandingan dengan mudah. Selama saya memilih, kalian bisa berlatih di ruang latihan sebelum pertarungan dimulai melawan saya. Silahkan pergi!” Ucap Askalafos dengan wajah menunduk melihat lembaran kertas yang banyak itu. Fonoi dan Frike keluar. “Bagaimana? Apa kamu bisa melakukannya?” Tanya Fonoi kepada adiknya. “Nilai yang rendah tidak menentukan, nilai yang tinggi juga begitu.” Kata Frike sambil berjalan. Fonoi membalasnya, “Karena itu Askalafos tidak memberikan keterangan nilai di awal pengerjaan lembar pertanyaan. Kalau ia menyebutkannya, bisa jadi semua orang bertindak sesuai dengan kemauan dari Askalafos.” Jelas Fonoi. Mereka pun duduk di tempat Amfiaraus bertarung. Ia masih bertarung dengan Ponos muridnya. Mereka belum selesai. Pertarungan semakin sengit, dan pedang Ponos sudah tumpul. Panjang pedang nya menjadi sedikit lebih pendek dari milik Amfiaraus.  “Siapa nanti yang akan dipilih bertarung oleh Askalafos?” Kata Frike sambil mengamati pertarungan itu. “Kau tidak ingin mendapat kesempatan?” Tanya Fonoi. “Sebenarnya aku tidak ingin bertarung. Tapi, ayah dan ibu tidak bisa menerimanya!” Ucap Frike sambil menghela nafasnya keras. “Bertarung adalah hal yang baik. Jika kau berkembang dan menjadi kuat lalu dipilih ke dalam penguji s*****a elit, mereka pasti bangga melihatmu.” Ucap Fonoi memberikan semangat. “Aku juga pasti begitu.” Ucap Frike dengan senyuman ke arah kakaknya.  Askalafos memberikan pemberitahuan bahwa ia sudah mengetahui hasil dari ujian tersebut. Murid-muridnya masuk ke dalam kelas dan mendengar Askalafos membacakan hasilnya. Ia membaca dengan memegang sebuah kertas yang bertuliskan nama-nama muridnya yang mendapatkan kesempatan untuk diuji olehnya. Nama-nama murid mulai dibacakan. Setelah selesai membacakan seluruh nilai mereka, Askalafos mengumumkan nama-nama yang terpilih. “Aku menemukan hanya satu saja yang memiliki kesempatan untuk dikirimkan kepada juri penguji. Yang mendapat kesempatan tersebut adalah, Frike dengan skor 450.” Ucap Askalafos. Mereka semua yang ada disitu langsung terbengong. Tidak mungkin Frike bisa mendapatkan kesempatan itu. Askalafos melihat Frike dan menyuruhnya berdiri di depan. Frike mendekat sambil menunduk tak sanggup melihat teman-temannya. “Apa bapak tidak salah?” Tanya Frike memberanikan diri. “Tentu tidak! Skor mu memiliki nilai 450. Emosi yang dominan di dalam dirimu adalah Cinta.” Kata Askalafos. Salah satu dari mereka bertanya kepada guru mereka. “Bukankah kita membutuhkan kemarahan?” Tanyanya. “Tentu, kita sangat butuh itu dalam pertarungan. Tapi, pengendali emosi yang terbaik adalah cinta. Cinta membuat kita bisa mengendalikan kemarahan, tapi cinta juga bisa menimbulkan kemarahan sewaktu orang yang disayangi disakiti seseorang. Kemarahan yang dikarenakan cinta masih bisa terkontrol tanpa ambisi. Jadi dasar emosi yang diperlukan untuk seimbang adalah cinta!” Ucap Askalafos kepada mereka semua. Akhirnya mereka bisa mengerti maksud dari Askalafos.  Fonoi bingung apakah ia harus mempercayai ini atau tidak. Tapi yang pasti ia tampak senang karena sebelumnya ia terlalu sepele dengan sifat ketakutan adiknya. Ternyata, emosi yang sebenarnya dari dirinya adalah Cinta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN