Bagian 3 - Lethe

1209 Kata
Untuk dapat membuat s*****a Mace Blast Stick yang sempurna, Bia pergi menuju Surga bagian pertama tempat Ayah Palaemon dan Minos berada. Sebelumnya ia berada di Matta, Surga bagian keempat, di rumah Palaemon dan Minos. Jarak surga bagian ke empat menuju Surga bagian pertama, cukup jauh. Tapi, ia tidak menyerah. Ia perlu mendengar pendapatnya tentang Wurtzite Boron Nitride sekaligus ingin meminta bahan tersebut darinya. Ia berharap ayah mereka mau memberikan bahan tersebut untuk membuat senjatanya. Ia berjalan selama beberapa waktu hingga sampai di Surga bagian pertama. Kota-kota di Surga bagian pertama tidak diketahuinya. Setiap ada orang yang lewat, ia mencoba bertanya dan berjalan sesuai dengan arah yang ditunjuk. Ketika sudah tidak tahu lagi, ia bertanya lagi hingga sampai di kota Bidal. Di dalam kota itu lebih banyak wanita dibandingkan dengan pria. Suara wanita yang kemayu terdengar sepanjang ia menyusuri jalan. Beberapa kali ia digoda oleh wanita Bidal dengan menyentuh janggutnya yang lebat. Beberapa juga menyentuh dadanya dan menariknya untuk masuk ke rumah mereka. Tapi, ia menolaknya dengan lembut. Ia bertanya pada wanita terakhir yang digodanya.  “Apa kau mengenal Ayah dari Palaemon dan Minos yang tinggal di kota Surga bagian ke empat?” Tanyanya lembut. Wanita itu merapikan rambutnya berkali-kali sebelum menatap mata Bia dan memberikan jawaban. Ia tersenyum kepada Bia melalui bibirnya yang merah dan indah. Ia tampak berpikir tetapi seolah-olah mempertimbangkan ucapannya. “Apa yang kau inginkan?” Tanyanya. “Aku hanya ingin mendiskusikan sesuatu padanya.” Ucap Bia. “Bolehkah aku tahu apa itu?” “Ini tentang s*****a. Aku adalah penempa s*****a dan sedang mencari bahan yang cocok untuk senjataku! Dia orang yang tepat untuk mendiskusikan hal itu!” Ucap Bia. Wanita itu kagum. Sebelumnya ia tidak pernah bertemu dengan penempa s*****a. Penempa s*****a dan penguji s*****a merupakan sesuatu yang dikeluh-keluhkan seluruh rakyat surga. Wajahnya di awal yang tidak terlihat ramah mulai luluh. Ia menyentuh tangan Bia. “Aku akan membantumu! Marilah masuk!” Ucapnya menarik Bia ke rumah yang dipenuhi dengan musik yang keras dan orang-orang yang menari ditemani oleh wanita-wanita cantik.  Saat menyusuri ruangan kepala wanita itu melihat Bia. Ia berbisik sedikit demi sedikit. Ia kadang menyelesaikan kalimatnya, kadang itu tertunda karena seseorang lewat dan suara musik yang keras. “Jangan beritahu bahwa aku yang memberitahumu bahwa dia berada disini!” Teriak wanita itu beberapa kali, yang akhirnya didengar oleh Bia.  Mereka berhenti di sebuah kerumunan lalu wanita itu menunjuk ke arah pria yang sedang menari dengan lima wanita di tengah ruangan. Setelah menyelesaikan tugasnya, ia melambai kepada Bia dan pergi. Bia menarik napas dan memberanikan diri menemuinya. Ia harus masuk ke dalam kerumunan orang-orang yang menari itu dan berupaya tidak mengganggu mereka. Semua yang ada di sana tampak sangat menikmati musik yang keras dan tarian asal-asalan dari tubuh mereka. Bia membelah wanita yang mengerumuninya lalu melihat orang yang dicarinya. Ia mendekati kepalanya dan menepuk pundaknya.  “Hai!” “Kau siapa?” “Aku Bia! Bolehkah kita bicara sebentar?” “Aku sedang sibuk! Pergilah!” Teriak ayah Palaemon dan Minos itu. Ia tampak tidak ingin berbicara pada orang asing. Salah satu wanita yang menari bersamanya mendekat sambil menari. Ia berbisik dan berkata, “Lakukan perintahnya sebelum ia semakin marah! Tunggulah sampai ia berhenti menari dan coba lagi!” Lalu wanita itu memajukan bibirnya seolah-olah mengirimkan ciuman mesrah ke wajah Bia.   Bia tahu bahwa itu peringatan. Ia keluar dari kerumunan yang menari itu. Ia melihat dari sudut ruangan dan duduk di kursi yang disediakan. Ia sedikit menggerak-gerakkan kakinya karena alunan musik yang indah tersebut. Tapi, ketika disuguhi minuman, ia tidak tertarik dan menolaknya. Bia menunggu hingga Ayah Palaemon dan Minos selesai. Seorang pria duduk di sebelahnya. Ia memegang minuman berwarna kuning dan setelah meneguk minuman itu ia berbicara kepada Bia. Ia mengangkat kakinya dan menyandarkan bahunya ke bahu Bia. “Apakah kau orang baru?” Tanyanya. Bia melirik dengan sudut matanya. Pria itu masih mencoba berbicara. “Lethe!” Ucapnya mengenalkan namanya. “Bia!”  “Kau tampak kesal!” “Tidak!” “Ya!” “Tidak!” “Ya!” “Sekarang aku memang kesal karena kau menggangguku!” Ucap Bia marah kepada Lethe. “Kau tahu kenapa begitu? Karena namaku Lethe yang berarti sungai kelalaian!” Katanya, lalu ia tertawa seperti tanpa rem. Dia cocok sebagai nenek Lampir versi pria. Ia tampak tidak normal dengan tawanya. “Apakah kau akan diam saja seperti itu? Mungkin aku bisa membantumu!” Ucap Lethe. Bia melihat pria tersebut. Pria dengan tubuh tinggi dan kurus dengan rambut tipis seperti anggota militer. Kumis nya yang tipis hingga ke janggut membuatnya tampak lebih tua dari umurnya. “Apa yang bisa kau bantu?” “Aku tidak bisa membantu jika kau tidak menceritakan masalahmu!” Bia menunjuk ke tengah-tengah ruangan. Ia menunjuk ayah dari Palaemon dan Minos itu.  “Kokytos? Si sungai Ratapan!” Kata Lethe lalu tertawa.  Bia melihat Lethe yang sangat aneh. “Apakah namanya Kokytos?” “Ya, dia salah satu pemasok bahan s*****a terbaik di negeri ini!” Ucapnya. “Ya, kau benar. Mengapa kau menyebutnya sungai kelalaian?” Tanya Bia yang dari tadi mendengar arti nama orang-orang disitu. “Oh! Arti nama ya! Aku akan jelaskan!” Katanya tapi tidak langsung menjelaskan. Ia terlebih dahulu meneguk minumannya, lalu melihat ke arah Bia lagi. “Seharusnya, sebelum kau pergi mencari dia,” tujuknya dengan kesar ke arah Kokytos. “Kau harus tahu namanya! Ini kau tidak tahu apa-apa tentangnya!”  “Sekarang sepertinya sudah saatnya kau membantuku!” Kata Bia seperti memohon. “Tentu.. tentu.. Akan ku bantu. Di dalam surga bagian pertama, ada lima orang penting disini. Mereka itu kakak beradik. Yang…” Bia memotong percakapan. “Apakah kau menceritakan sesuatu yang berhubungan dengan masalahku ini?” “Tentu.. tentu.. Mau bagaimanapun caramu untuk mencari informasi ini, tidak ada orang yang akan membantumu selain aku. Kau seharusnya bersyukur karena aku mau menceritakannya.” Kata Lethe. Bia mencoba mempercayainya. “Baiklah, ceritakan!” Katanya. Ia juga berpikir bahwa tak ada salahnya mendengar cerita itu karena orang yang ditemuinya juga belum siap menari. “Aku akan lanjutkan. Kakak beradik itu adalah Akheron yang berarti sungai kepedihan, Flegethon yang berarti sungai api, Kokytos yang berarti sungai ratapan, Lethe yang berarti sungai kelalaian dan Styx yang berarti sungai kebencian. Lima saudara ini tidak ada yang cocok. Mereka selalu saja bertengkar layaknya kakak beradik. Tapi, satu ketika mereka bertengkar dan saling menuduh karena ibu mereka mati.” “Sebentar!” Kata Bia memotong percakapan. “Namamu mirip dengan kelima saudara yang kau ceritakan itu.” “Benar! Aku termasuk dalam lima saudara yang kuceritakan itu. Aku anak ke empat dan dia, yang sedang menari tak henti itu, anak nomor dua.” Kata Lethe dengan tekanan kuat saat menyebutkan tentang Kokytos. “Lalu, bagaimana mungkin ibu kalian mati? Mana ada penghuni Surga yang bisa mati! Mereka kekal selamanya!” “Tentu bisa! Mereka masuk ke dalam sumur kebinasaan yang ada di surga bagian pertama ini!” “Aku baru tahu bahwa ada nama tempat seperti itu disini!” “Sumur itu adalah tempat untuk merelakan kehidupan mereka. Dan ibu kami salah satunya!” Kata Lethe yang tampak sedih menceritakannya. Melihat raut wajahnya, Bia merasa bahwa apa yang didengarnya bukanlah dusta. “Mengapa ibu kalian merelakan kehidupannya?” Tanya Bia. Lethe hanya menatap Bia. Menarik napas dan melanjutkan ceritanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN