Kesenangan

1151 Kata
Riftan sibuk merawat Nayya, sudah lebih darin 3 hari, suhu tubuh Nayya tidak kunjung turun dan tubuhnya semakin lemas. “Apa yang harus saya lakukan dokter? Kenapa kau bilang kondisinya tubuhnya tidak mengalami kekuragan apa-apa? Jika benar seperti itu kenapa dia terlihat lemas dan tubuhnya panas seperti ini?” ucap Riftan gusar. Ia tidak mengerti maksud sang dokter mengatakan hal demikian. “Kondisi tubuh yang menghangat jika dalam kondisis tertentu terkadang bisa terejadi. Untuk kasus Nona Nayya, kemungkinan dia hanya butuh perasaan tenang dan bahagia. ini, saya resepkan beberapa vitamin dan cokelat. Cokelat ini sangat berguna untuk meningkatkan sistem imun tubuh dan menciptakan rasa tenang. Cobalah berikan ini pada Nona dan pastikan dia memakannya,” ucap dokter itu lalu keluar dari ruangan. Riftan hanya menatap cokelat batang itu dan menyimpannya di samping Nayya. Ia kembali memberikan kompres di kepala Nayya lalu menyelimutinya. “Kenapa kau tidak mau sembuh juga? padahal dokter bilang kondisi tubuhmu baik-baik saja, tapi kenapa tubuhmu panas begini? dan ini sudah 3 hari. Apakah kau tidak ingin memberikanku darahmu lagi? aku tahu jika perbuatanku sangat keterlaluan tapi aku sangat percaya dengan Ganna. Ia pasti akan mengurusmu dengan benar, namun teranyata dia pun sekarang tidak becus. Aku minta maaf tapi tolong segeralah sembuh. Aku akan memberikan apa pun yang kau mau asal kau sehat seperti sedia kala,” guman Riftan dengan mata yang berkaca-kaca. “Benarkah?” tiba-tiab Riftan mendegar suara Nayya untuk pertama kalinya sejak gadis itu jatuh sakit. Riftan terkejut, ia buru-buru menghampiri Nayya dan menggenggam tagannya. “Nayya…hei, apa kau sudah sadar?” ucap Riftan sambil membelai lembut wajah Nayya yang masih memerah. Suhu tubhnya belum berkurang tapi setidaknya ia sudah sadar dan berbicara. ‘He..he..memangnya enak di kerjain seperti ini?’ sorak hati Nayya kegirangan. “Aku masih merasa pusing, aku mau minum,” ucap Nayya dengan suara yang masih lemas. Lemas apanya, sekarang pun ia sangat ingin berteriak dan tertawa di depan wajah Riftan yang sangat menjengkelkan itu. Riftan dengan cepat menuang air putih ke dalam gelas kaca berlapis emas lalu diberikan kepada Nayya. “Ini, minumlah.” Nayya menerima air itu dan meminumnya sedikit. Ganna benar-benar memeberinya cukup nutrisi di dalam tubuhnya, meskipun ia tidak pernah makan apa pun selama 3 hari itu, tubuhnya selalu merasa kuat dan segar, perutnya pun selalau terasa kenyang. “Kenapa minumnya sedikit saja? kau itu belum makan apa-apa selama tiga hari ini. Sekarang makan, ya? aku sudah siapakan makanan lezat untukmu,” ucap Riftan penuh perhatian. Nayya menggeleng, ia benar-benar tidak ingin makan apapun saat ini, ia hanya ingin melihat wajah tampan Riftan lebih lama. “Kenapa? Tubuhmu butuh makan sekarang, Nayya. Aku minta kau jangan keras kepala. Kau bisa mati jika kau tetap seperti ini!” Riftan mulai uring-uringan karena menolak untu makan. “Kau memang sudah membunuhku, aku sudah mati. Kau adalah pria terjahat yang pernah ku temui. Kau tahu kalau aku benci dan takut dengan serigala, tapi tega-teganya kau membekapku dengan serigala itu. Sekarang pergi saja dari sini, aku tidak akan mau menerima makan apapun, Pak dosen. Pergi dari sini biarkan aku mati kelaparan!” Nayya semakin menambah kegusaran Riftan. “Nayya, kenapa kau tidak mau mengerti. Kau butuh makan, kau tidak boleh seperti ini. Aku minta maaf, aku berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi. Sebenarnya apa yang telah serigala itu lakukan padamu, apa kau di sakiti olehnya? Tapi aku tidak yakin Ganna akan melakukan itu. Jika memang serigala itu melakukan kesalahan, dia akan aku bunuh!” “Kau jangan pernah menyakiti serigala itu, dia tidak melakukan apa-apa. Aku saja yang sangat takut. Yang bersalah di sini adalah kau! Kau belum mendengar penjelasanku tapi sudah menghukumku seenaknya, kau memang vampir yang sangat kejam, aku memebencimu…!” Nayya kembali meyelimuti tubuhnya dan memunggungi Riftan. Nayya tersenyum penuh kemenangan melihat Riftan kalang kabut. “Lantas apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu memaafkanku dan mau makan?” Riftan terdengar sudah kehabisan akal membujuk Nayya, ia susdah pasrah. Dan ia tahu kalau gadis cerdik di hadapannya ini akan mengambil kesempatan. Benar saja, Nayya membalikkan tubuhnya dan menatapnya dengan tatapan misterius. “Apakah benar kau akan melakukan apapun yang aku inginkan?” ucap Nayya. Riftan hanya mengangguk. “Baiklah, karena kau sudah berjanji, aku akan makan sekarang.” Senyum Riftan terbit, ia dengan cepat mengambil makanan dan menyerahkannya kepada Nayya. Nayya langsung cemberut. “Kau pikir aku punya tenaga untuk mengangkat sendok?” ucapnya ketus. “Baiklah, aku akan menyuapimu.” Nayya tersenyum mendengar ucapan Riftan. Senang sekali rasanya menjadikan pria ini seperti anjing yang penurut. Riftan mulai menyuapi Nayya dengan penuh kelembutan, hati Nayya berbunga-bunga mendapat perlakuan spesial dari Riftan. Ia menatap wajah Riftan penuh damba dan tersenyum sendiri. “Kunyah makananmu, Nayya! Aku bukan lukisan yang bisa kau tatap seperti itu,' tegur Riftan saat Nayya hanya tertegun menatapnya. “Tapi kau lebih indah dari lukisan, aku suka sekali manatapmu seperti ini. Aku ingin setiap hari melihatmu,” ucap Nayya lalu mengunyah makanannya. “Apa? tapi itu tidak mungkin!” bantah Riftan. Nayya menatap Riftan dengan tajam. “Hei Vampir, jangan coba-coba untuk mengingkari janjimu, ya?” ucap Nayya memperingatkan. Riftan hanya bisa menghela nafas panjang. “Tapi aku tidak bisa seharian menemanimu di sini. Bagiamana dengan pekerjaanku?” Riftan masih berusaha beralasan. “Siapa bilang kau harus menemaniku seharian, aku hanya ingin melihatmu dalam sehari. Jadi kau harus muncul di hadapanku dan menyapaku dengan manis setiap hari, aku rasa syaratnya sangat mudah,” ucap Nayya. Riftan hanya terdiam, itu membuat Nayya kesal, apakah pria ini akan mengingkari janjinya? “Kenapa kau diam saja, Pak Dosen?!” tuntutnya. “Iya, baiklah,” ucap Riftan dengan pasrah. “Yeay…!!! Terima kasih. Aku hanya perlu melihatmu setiap hari. Aku berajanji tidak akan membuatmu kesusahan lagi,” ucap Nayya lalu memeluk Riftan dengan erat. Riftan hanya bisa tertegun, ia menahan diri sekuat tenaga untuk tidak terpengaruh. Meskipun darahnya sudah memanas karena hasratnya yang menggebu. Nayya ternyata tidak berhenti sampai di situ, ia mendekatkan wajahnya dan mencium bibir merah Riftan. Meskipun bibir mereka hanya menempel, itu sangat berefek pada Riftan. Mata RIiftan berubah merah, ia lalu memegang kepala Nayya dan membalas ciuman gadis itu. Ini adalah kali pertama Riftan membalasa ciuman Nayya. Akan tetapi ia seperti tersadar sesuatu, sehingga dengan cepat menghentikan ciuamnnya. Hampir saja ia terbawa suasana dan mencelakai gadis polos ini. “Hanya melihatku saja, kan? Itu syaratnya. Aku harap kau tidak akan melakuakn hal lebih dari ini lagi Nayya. Kau sudah tahu alsannya, kan. Sekarang beristirahatlah, besok aku akan datang lagi untuk menyapamu,” ucap Riftan lalu meninggalkan Nayya. “Ahk..!kenapa harus ada darah suci segala, sih? Kenapa dia tidak bisa menyentuhku sedikitpun? Dasar menyebalkan…!!” kesalnya sambil memuku-mukul bantal melupakan emosinya. Tiba-tiba terdengar suara ponsel. Oh iya, itu suara ponselnya. Entah bagaimana kabar dunia luar sekarang. Ia tidak pernah lagi mengetahuinya. Mata Nayya membola saat melihat nama Sonia di layar. Ada 100 panggilan tak terjawab dari sahabatnya itu. Astaga, apa yang yang terjadi? “Halo Sonia…”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN