Keyakinan

1103 Kata
Asoka memeluk putri Adora menahannya agar tidak lepas dan menyerang Nayya, sedangkan Nayya terduduk ketakutan dengan tubuh gemetar sambil menutup wajahnya. Riftan yang menerima telepati Asoka muncul dan dengan cepat menggendong Nayya menjauh dari amukan putri Adora yang sudah kehilangan kendali. Putri Adora yang melihat berapa perhatiannya Riftan terhadap Nayya menjadi semakin meradang, ia sangat murka melihat sorot mata penuh rasa cemas yang tertuju kepada Nayya. Sedangkan untuknya, Riftan hanya memberinya Tatapan dingin. Kenapa Riftan bersikap tidak adil padanya?! “Lepaskan aku dan biarkan aku menghabisi menulis itu! dia yang sudah merebut Riftan dariku, dia telah mempengaruhi Riftan sehingga menjauhiku. Perempuan itu harus mati, harus…!!” putri Adora meraung dan berteriak, ia benar-benar meluapkan amarahnya sambil terus meronta. Akan tetapi tentu saja, Asoka tidak membiarkannya lepas. “Cukup putri Adora! Kendalikan dirimu!” ucap Asoka sambil terus berusaha menenangkan putri Adora. Baru setelah beberapa lama, putri Adora bisa sedikit lebih tenang. Tapi ia masih terus terisak meratapi kejadian yang baru saja terjadi. “Aku tidak mengerti, kenapa Riftan bersikap begini padaku. Kenapa ia begitu tega sekali,”ratap putri Adora. “Jika kau tidak tahan dengan sikapnya, kau bisa kembali ke istana dan menjalani kehidupanmu dengan tenang di sana,” ucap Asoka. Sebenarnya hatinya sudah sangat kecewa dengan sikap putri Adora, ia melihat bagiamana putri itu dengan sangat beringas memperlakukan dan memaki Nayya dengan kasar sehingga jika ia terlambat bergerak sedikit saja, Nayya bisa celaka. Ia tidak bisa membiarkan putri Adora berlama-lama di sekitar Nayya. Ia akan sangat berbahaya untuk Nayya. Mendengar ucapan Asoka, tangis putri Adora berhenti. “Apa maksudmu tuan Asoka? Ka..kau juga berniat untuk mengirimku kembali ke istana?” tanya putri Adora tidak percaya. “Iya,” jawab Asoka terpaksa bersikap tegas. Meskipun ia bisa merasakan sakit di dadanya seiring dengan rasa sesak yang putri Adora rasakan. “Kenapa?” tanya putri Adora dengan suara bergetar. Hatinya sakit, mendengar jawaban Asoka. “Karena kau sudah membuat Riftan semakin tidak tenang dengan sikapmu yang kekanak-kanakan. Kau tidak bisa mengendalikan dirimu dan hampir mencelakai Nayya. Bukan hanya sekali ini, putri, kau juga sudah berusaha untuk mencelakai Nayya sebelumnya.” Asoka menjelaskan. Ia air mata putri Adora kembali mengalir, tapi Asoka berusaha keras untuk tetap bertahan dan menahan diri untuk tidak memeluknya. “Aku… aku melakukan itu semua karena aku mencintai Riftan. Aku tidak ingin ada perempuan lain di sisinya. Hanya aku yang berhak untuknya. Kenapa kau tidak mau mengerti juga, tuan Asoka…” putri Adora semakin terisak. “Justru kau yang tidak mau membuka pikiran dan hatimu putri Adora. Riftan sama sekali tidak memiliki perasaan padamu. Ia hanya mencoba menolongmu saat itu. Disaat kau dengan seenaknya memilihnya sebagai pasangan jiwa tanpa menanyakan dulu apakah ia setuju atau tidak. Riftan ingin menolak tapi ia juga tidak sampai hati membuatmu sengsara dan malu. Ia terpaksa membuat Nayya, yaitu kekasihnya sedih mengetahui jika pria yang ia cintai terpaksa membuat kesepakatan besar dengan penyatuan jiwa dengan perempuan kain disaat jiwa mereka sudah saling terikat kuat. Kau tahu, Nayya adalah orang yang dengan penuh pengertian dan kesabaran membujuk Riftan untuk tidak tetap melakukan ikatan jiwa denganmu di saat Riftan goyah. Nayya yang mendorong Riftan sehingga ritual penyatuan jiwamu and jiwanya bisa terwujud. Bukan Nayya yang merebut Riftan tapi keberadaanmu lah di kastil ini yang membuat hubungan mereka merenggang. Riftan bahkan harus berkali-kali menjelaskan kalau Nayya cemburu karena sikapmu kepada Riftan. Jika kau bertanya kenapa Riftan bersikap dingin terhadapmu, itu karena ia memang sama sekali tidak akan menganggap kau sebagai pasangannya karena ia sudah memiliki pasangan jiwa yaitu Nayya. Jadi jika kau tidak sanggup menerima perlakuan Riftan padamu, kembalilah ke istana yang selama ini bisa membuatmu bahagia.” Asoka akhirnya menceritakan semuanya, perasaannya sedikit terass enteng dan lega. Seakan separuh beban yang dipukulnya terangkat. Putri Adora terdiam, mulutnya seakan terkunci mendengar kenyataan yang diungkapkan Asoka padanya. Apakah benar semua yang dikatakan Asoka? Apakah Riftan hanya melindunginya saja? jadi selama ini dirinya betul-betul hanya sebagai orang yang ditolong oleh Riftan. bukan Nayya yang melampaui batasan tapi dirinya yang tidak tahu diri. “Kenapa kau baru menjelaskan semua ini padaku, tuan Asoka?” lirihnya lemah. “Karena kau baru mau mendengarkan. Kau tidak pernah memberiku kesempatan untuk menjelaskan karena kau hanya sibuk melihat Riftan saja. Jadi aku berharap, kali ini kau bisa mengerti keadaanya. Pilihan ada di tanganmu. Kau bisa tinggal di sini dengan jaminan kau harus bersikap layaknya seperti seorang yang menumpang hidup di kastil ini atau kau kembali ke istana yang menikmati kemewahan yang ada di sana,” ucap Asoka. “Aku… aku harus meminta maaf kepada Riftan dan Nayya. Aku merasa malu.” Putri Adora tertunduk. Ungkapan yang diucapkan Asoka bagaikan bongkahan batu besar yang menghantam tubuhnya yang. Ia merasa hancur berkeping keping tenggelam oleh rasa bersalah dan malu. Bagai lumpur hitam yang mengotori wajahnya, putri Adora terisak. Kau bisa melakukan itu tapi kau harus menunggu saat yang tepat. Saat ini kau telah memuat Riftan benar-benar marah. Dan aku mungkin tidak akan bisa membantumu lagi, maaf…” Asoka melepas pegangan tangannya dari tangan putri Adora lalu beranjak pergi meninggalkan putri Adora yang masih bersimpuh di tanah. “Tuan Asoka tunggu…” putri Adora berusaha berdiri dan mengejar Asoka yang sudah jauh melangkah. Dengan cepat ia berlari dan menghalangi langkah Asoka dengan bersimpuh di hadapannya. “Jangan… tolong jangan tinggalkan aku dalam situasi seperti ini. Aku sangat membutuhkanmu tuan Asoka,”ucap putri Adora memohon. Hati Asoka sakit melihat putri Adora tampak sangat menyedihkan. Gadis yang ia cintai bahkan saat pandangan pertama. Orang yang menjadi alasan ia rela menukar jiwa Riftan dengan jiwanya berharap untuk mendapatkan hati dan perasaan yang sama dengan yang ia rasakan. Gadis yang membuat hatinya yang dingin dan angkuh berubah mengahangat karena api cinta yang terus menyala di dalam sanubarinya. Kehangatan yang selalu menenangkan jiwanya. Tetapi semua itu tampaknya hanya ilusi dari perasaan sepihaknya saja, karena pada akhirnya ia tidak mendapatkan apapun kecuali rasa sakit yang bertubi menghantam hatinya bahkan hingga saat ini. Mungkin sudah waktunya ia harus menyerah. Ternyata ia keliru menyakini bahwa kekuatan ikatan jiwa akan mengubah perasaan seseorang, buktinya, sekuat apa pun ikatan itu, perasaan putri Adora masih terpaut kepada Riftan yang bahkan tidak pernah memandangnya sedikitpun. Sekuat itukah cinta? Sesakit itukah perasaan yang hanya bertepuk sebelah tangan? “Bangunlah putri, kau tidak pantas berada di bawah karena kau adalah seorang putri mahkota pewaris kerajaan. Kau berhak menduduki tempat termulia di antara semua tempat yang ada di dunia ini.” Asoka membungkuk dan membawa putri Adora bediri. Mereka saling menatap lama. “Jangan bawa aku pergi dari sini, aku berjanji tidak akan membuat masalah lagi untuk Riftan dan Nayya,” ucap putri Adora.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN