Lepas Kendali

1003 Kata
Asoka menatap putri Adora yang masih terbaring dengan mata terpejam, sudah tiga jam lamanya ia tidak sadarkan diri. Asoka sudah memastikan keadaannya dan sudah tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Tapi kenapa sampai sekarang ia masih saja belum sadarkan diri? “Aku harus bersikap bagiamana lagi untuk membuatmu sadar jika akulah yang kau butuhkan, dan bukan Riftan. Aku… ah sudahlah… yang terpenting kau sudah lebih baik sekarang. Istirahatlah,” ucap Asoka lalu beranjak dari tempatnya dan meninggalkan putri Adora. Putri Adora membuka mata, ia menghela nafas dalam. Ia menatap langit-langi ruangan dengan pikiran yang melayang. Apakah benar yang ia dengarkan tadi, apakah Asoka yang ia butuhkan selama ini? putri Adora sebenarnya sudah tersadar sejak lama, dan tentu saja ia mendengar semua ucapan Asoka sesaat sebelum ia meninggalkan kamar. Ia kembali teringat ucapan Riftan dan dadanya kembali terasa sesak. Ia memang sepertinya tidak bisa hidup tanpa Asoka di sisinya. Karena membayangkan hal itu saja, ia sudah merasa sakit apalagi jika betul-betul menjalaninya. “Kenapa bisa jadi seperti ini? kenapa aku sangat bergantung pada Asoka dan bukan Riftan? padahal pria yang aku sukai adalah Riftan, kenapa aku sangat bergantung pada seseorang yang sama sekali tidak aku cintai? Kenapa Riftan bersikap egois dan kejam padaku?”gumannya. Tiba-tiba ia teringat seseorang, amarahnya kembali mencuat. “Nayya, jika bukan karena perempuan itu dan darahnya sangat penting untuk Riftan, sudah pasti aku akan membunuhnya. Tapi, Riftan pasti tidak akan memaafkanku jika aku berusaha mencelakainya lagi, apa yang harus aku lakukan untuk menyingkirkan perempuan itu tanpa sepengetahuan Riftan? aku harus segera melenyapkan perempuan itu, agar Riftan bisa kembali padaku,” guman putri Adora dengan penuh keyakinan. Beberapa hari kemudian Nayya terlihat sedang duduk bersantai sambil menikmati teh dan kudapan. Angin sore yang sejuk dan pemandangan taman yang dipenuhi oleh mawar putih membuat Nayya betah di tempat itu. “Nayya…” Nayya tersentak saat mendengar seseorang memanggil namanya. Wajah Nayya yang tadinya rileks berubah tegang. Ia kenal suara itu, ia menghela nafas panjang dan menormalkan perasaannya lalu menoleh ke arah sumber suara. Benar saja, ia melihat putri Adora sedang berjalan ke arahnya sambil tersenyum. Emosi Nayya langsung mencuat. Ia masih bisa mengingat akal bulus perempuan ini terhadapnya. Berpura-pura ramah dan akrab padanya lalu kemudian mencelakainya. Kali ini ia tidak akan mempercayai apapun yang putri itu ucapkan lagi, jika ia mempercayai ucapannya kali ini, dirinya benar-benar orang yang bodoh. “Boleh aku duduk di sini sebentar?” tanya putri Adora sambil tersenyum. Nayya hanya menatapnya dengan sinis tanpa merespon ucapannya. Tapi, putri Adora tanpa dipersilakan pun ia tetap duduk di samping Nayya dan bersikap seolah tidak pernah ada yang terjadi. “Cuacanya bagus, ya?” ucap putri Adora lagi. Ia masih berusaha bersikap biasa, ia berpikir kalau seorang seperti Nayya dengan statusnya hanya seorang manusia lemah penyedia darah untuk vampir, tidak ada pilihan lain selain menerima perlakuan apapun terhadap majikan. Riftan adalah majikannya sehingga tentu saja dirinya yang merupakan pasangan jiwa Riftan juga merupakan majikan Nayya juga. Putri Adora tersenyum miring saat memikirkan itu. “Kenapa kau tidak menjawabku, apakah kau masih marah padaku?” tanya putri Adora dengan congkaknya. Ia mulai menunjukkan sikap yang menurutnya sudah tepat di hadapan Nayya. Ia tidak mau lagi berpura-pura baik pada penyedia darah ini karena ia tidak memiliki status di kastil ini. “Kalau boleh jujur, iya. Aku masih marah pada Anda, tuan putri,” jawab Nayya ,masih berusaha menahan diri. “Kenapa kau bereaksi seperti itu kepada seorang putri mahkota? Memangnya kau siapa bisa bersikap berani denganku? Kau bukan siapa-siapa di sini. Lagi pula kau kan tidak apa-apa, tuanmu sudah menolongmu dan kau baik-baik saja, tidak kurang apa pun. apakah kau perlu memperlihatkan sikap yang melampaui batas terhadapku?” ucap putri Adora. “Melampaui batas apa maksud tuan putri? Bukankah seharusnya tuan putri lah yang meminta maaf? Tuan putri berusaha mencelakaiku.” Nayya melawan. Ia tidak ingin dianggap sepele oleh putri yang sombong ini. “Apa katamu? Aku lihat sekarang kau semakin bertingkah hanya karena kau sangat dibutuhkan oleh Riftan. Kau sudah melupakan posisimu di kastil ini. Apa kau lupa kau berbicara dengan siapa sekarang? sepertinya aku harus mengingatkanmu kembali. kau dengarkan baik-baik, aku adalah Adora, pasangan jiwa Riftan, majikanmu. Kau seharusnya bersikap jauh lebih sopan padaku, Kau mengerti?!” ucap putri Adora. Mendengar itu, amarah Nayya semakin membuncah. Ingin rasanya ia melayangkan tangannya ke wajah putri itu. Tapi, mengingat ia adalah seorang vampir yang mampu menaklukkan singa, tentu saja Nayya bukan apa-apa baginya. “Silakan anda di sini, aku mau ke dalam,” ucap Nayya lalu beranjak dari duduknya . Tapi tangannya tiba-tiba ditarik dengan kasar oleh putri Adora sehingga Nayya kembali terduduk di kursinya. “Kau ingat ini baik-baik, aku tidak akan melepaskan Riftan begitu saja karena ia adalah pasangan jiwaku. Kau, apa kau pikir bisa membuatnya dariku? Kau jangan sekali-sekali berpikir untuk memilikinya. Karena selama aku masih berada di kastil ini, akulah yang akan berkuasa di sini, jadi ingat baik-baik posisimu yang rendahan dan sama seperti p*****r itu menjijikkan itu. Kau mengerti?!” “PLAAKK…!!” Tiba-tiba tangan Nayya mendarat di wajah putri Adora. Jangankan putri Adora yang sama sekali tidak menyangka jika Nayya akan berani berbuat itu padanya, Nayya saja juga sampai syok saat tersadar jika tangannya sudah melayang. Apakah benar ia yang melakukan itu? Wajah putri Adora seketika merah padam, bahkan matanya pun sudah berubah merah. Ia menyentuh pipinya yang memang tidak seberapa sakit dibandingkan dengan harga dirinya yang sudah terinjak oleh manusia lemah yang ada di hadapannya ini. Nayya mundur beberapa langkah melihat wajah putri Adora yang berubah bengis. Ia benar-benar seorang vampir yang menakutkan. Celaka, kenapa ia bisa-bisanya menantang vampir ini, kenapa tangannya tidak bisa menahan emosi dan meluapkannya bahkan tanpa sepengetahuannya? putri Adora pasti akan membunuhnya sekarang juga. Wajah Nayya berubah tegang. “Kau berani menamparku? Dasar manusia lemah tak tahu diri…!!!” Putri Adora menerjang ke arah Nayya siap untuk menghabisinya, tapi sekelebat bayangan dengan cepat menahan serangan putri Adora sehingga putri itu tidak bisa melanjutkan gerakannya. “Lepaskan aku! aku akan memberikan pelajaran kepada manusia lemah ini. Berani-beraninya ia menyentuh wajahku..! Lepasakan…!!!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN