Part 5

1404 Kata
Memulai dan memberanikan diri untuk membuka hati. Sebelumnya tidak pernah ada dalam kamus hidupku ... sebelumnya. •••• Zafina terkejut bukan main ketika menemukan Adela yang sudah duduk di atas sofa single miliknya--berada dalam kamar Zafina. Gadis berwajah manis itu baru saja selesai mandi, setelah membereskan rumah. Usai mengenakan pakaian santainya, Zafina mengambil tempat berhadapan dengan Adela yang tengah memainkan benda pipih dan canggih miliknya. Wajah datar Adela membuat gadis itu mengerti, pasti ada masalah baru yang terjadi dan membuat moodnya buruk seperti itu. "Main ke rumah orang kayak maling aja! Gak ada pemanis-manisnya. Salam kek, permisi, atau apalah gitu!" cibir Zafina. Adela mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya--menatap Zafina dengan jengah. "Suka-suka gue! Mana ada maling secantik dan semenarik gue gini!" balasnya tidak tahu malu. Sudah salah, anti pula meminta maaf. Zafina memutar bola matanya malas. "Ngapain lo ke sini pagi-pagi kayak gini? Emang gak ngurus keperluan suami lo?" "Kagak! Gak minat gue. Dia berangkat ke kantor, gak lama gue juga berangkat ke sini." Dengan menaikkan sebelah bahunya, tanda tidak terlalu memperdulikan. "Tadi gue bohong sama dia. Gue males sarapan bareng, jadi ya gue bohong sedikit ... bilang lagi sakit perut." "Parah lo ya, Del! Sadar dosa, udah segunung gitu." "Gak ambil pusing gue. Orang tadi malam dia juga ngeselin banget. Untung gak gue cakar mukanya yang sok kegantengan itu." "Eh ralat, ya ... suami lo itu emang ganteng!" Zafina membenarkan ucapan Adela. Rayhan memang tampan, itulah kenyataannya. Anak kecil sekalipun akan mengakui bahwa pria itu memang tampan, keren, dan seksi pastinya. Adela mendesis kesal. "Ganteng darimananya? Orang ngeselin banget gitu. Gue harus inilah, itulah. Pusing gue." "Lama-lama sama dia gue bisa darah tinggi, takut gak panjang umur gue, Za." Adela menggelengkan kepalanya, sedikit ngeri membayangkan perihal kematian. "Huh, takut mati? Tapi kelakuan naudzubillah begini!" cibir Zafina. Adela tertawa kecil. Gadis itu membenarkan ucapan sang sahabat--Zafina. Apa kabar dalam kubur dengan kelakuan jauh dari kata baik ini? Adela menaikkan kedua kakinya ke atas sofa. "Malam ini gue nginap di sini, ya?" Sambil menaik-turunkan alisnya. Zafina terbelalak. "Kagak bisa! Kesian suami lo, Adela!" balasnya tak habis pikir, sambil geleng-geleng kepala. Kadang Zafina bingung, isi kepala sahabatnya itu apa? Adela mengerucutkan bibirnya, kesal. "Tadi malam lo tidur ngadep sebelah mana?" tanya Zafina ingat sesuatu yang membuatnya begitu penasaran. Dahi Adela mengkerut, bingung. "Kenapa emangnya?" "Lo tidur menghadap ke suami lo apa membelakangi?" "Ya jelas membelakangi lah! Ogah kalau menghadap dia." Mata Zafina mencibir. "Kok gitu? Kan sudah gue bilang, tidur membelakangi suami itu dosa, Del!" Gadis itu kembali mengingatkan. Adela memutar bola matanya jengah. "Ngasal ae!" Zafina balas mendengus. "Ya sudah kalau gak percaya. Coba nanti lo tanyain ke Mas Rayhan, benar gak apa yang gue bilang." "Pala lo! Ogah, ah!" "Tanyain aja sih, gue penasaran tau apa jawaban dia." Adela tidak menyahut. Gadis itu menambahkan volume lagu yang tengah diputarnya, membuat Zafina geram ingin segera melayangkang pukulannya pada Adela. Untung stok sabarnya masih segunung! **** Mata Adela terbelalak. "Za! Mas Rayhan nelpon gue!" jeritnya kaget. Tanpa sadar Adela menyerahkan ponselnya pada Zafina, seperti menyuruh sang sahabat tersebut untuk menerima panggilan dari suaminya itu. Zafina gelabakan, dia kembali menyerahkan ponsel Adela. "Gila! Lo aja yang angkat. Istrinya siapa, yang disuruh menerima siapa. Angkat, cepet!" Dengan kegugupannya, Adela mengangguk dan segera menempelkan benda pipih yang masih berdering tersebut ke telinganya. "Halo?" "Assalamu'alaikum ...," ralat Rayhan dari seberang sana. Terdengar begitu lembut. "Eh iya, Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam. Kamu di mana?" Adela menggigit bibir bawahnya. "A-aku di rumah," bohongnya. Tidak mungkin dia mengatakan sedang berada di rumah Zafina bukan? Sedang tadi dia mengatakan tengah sakit perut. Rayhan menghela napasnya. "Jangan berbohong, Adela. Saya sedang berada di rumah." Adela terbelalak. Sedikit menjauhkan ponselnya, lalu berbisik pada Zafina. "Mati gue, Za!" pekiknya dalam berbisik. "Mampuussss!" balas Zafina tanpa dosa. Adela mengangkat tangannya, seperti ingin memukul. "Syaland!" umpat Adela kemudian. Zafina memeletkan lidah. "Eh ... itu anu-anu, Mas. Aku lagi di rumah Zafina," jujurnya, kemudian diiringi kekehan kecil. Adela nampak seperti kucing yang ketahuan mencuri ikan tetangga. "Saya segera ke sana. Apa perut kamu masih sakit? Saya membawakan obat untuk meredakan sakitnya. Saya tutup dulu ... Assalamu'alaikum." Belum sempat Adela menyela ucapan Rayhan, pria itu sudah lebih dulu mengakhiri panggilannya. "Wa'alaikumsalam," balas Adela sedikit lemas. "Kenapa, sih? Jadi penasaran gue. Lo ketahuan bohong, ya?" tebak Zafina tepat sasaran. Adela lantas menatap Zafina, kemudian mengangguk mantap. "Dia mau ke sini. Dia pulang dari kantor, buat nganter obat pereda sakit perut." "Ahhh ... manisnya!" Mata Zafina berbinar. "Manis dari mana? Gue jadi bingung, dia itu b**o atau kelewat polos, sih? Gue jadi ketagihan buat boongin dia!" Sorot mata gadis itu berubah, jahat. Entah apa yang sedang dia rencanakan selanjutnya. Zafina melayangkan pukulannya, mengenai lengan Adela hingga sang empunya meringis. "Suami kayak gitu cuman ada satu di antara seribu pria, Del. Lo seharusnya bersyukur bisa milikin dia!" "Bukan waktunya muji-memuji, Za!" dengus Adela sedikit kesal. Gadis itu diam beberapa saat, sebelum akhirnya menemukan ide bagus. "Kalau dia sampai sini lo yang bukain pintu, bilang kalau gue ke sini tadinya buat ngajak lo beli obat, ya?!" "Jangan bawa-bawa gue deh kalau soal bohong membohongi, gue gak mau. Lagian suami sebaik Mas Rayhan lo beginiin. Emang ada yang gak beres sama otak lo!" "Bacot ah! Turutin aja apa yang gue bila--" Suara bel berhasil membuat Adela menghentikan ucapannya. Segera gadis itu melompat ke atas tempat tidur Zafina. Menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut. Zafina yang melihat kelakuan Adela hanya mengumpat saking kesalnya. "Bukain, Za! Cepet!" pekik Adela ikut kesal. Zafina berdecak. "Telaktir gue makan habis ini!" Adela mencibir, pasti ujung-ujungnya minta imbalan! **** "Assalamu'alaikum. Adelanya ada?" tanya Rayhan dengan sopan setelah pintu besar di hadapannya tersebut terbuka, menampilkan sosok seorang gadis yang tak kalah cantik dengan Adela. "Wa'alaikumsalam." Zafina lantas mengangguk. Mempersilakan Rayhan masuk. "Adelanya lagi rebahan di kamar, Mas. Itu kamarnya di lantai atas, biar saya buatkan minum dulu." "Tidak perlu repot, biar saya saja." Zafina menyunggingkan senyum. "Gak repot kok, Mas. Santai aja, anggap rumah sendiri." Rayhan mengangguk saja untuk mengiyakannya. "Boleh sekalian ambilkan mangkok, tadi saya membelikan bubur." "Iya, Mas. Sini biar Zafina aja yang sekalian bawain nanti ke atas. Mas duluan aja." Rayhan kembali mengangguk. "Terimakasih sebelumnya, maaf kalau merepotkan." Segera Rayhan langkahkan kakinya menuju kamar yang berada di lantai atas. Ada dua pintu di sana, Rayhan sedikit bingung, pintu yang mana. Setelah memperhatikan ada tulisan kecil di salah satu pintu, barulah dia yakin kalau itu kamarnya Zafina, sang sahabat istrinya. Warning! Dilarang mengotori kamar! Terkhusus untuk sahabat laknat, Adela Aznii. Rayhan terkekeh ketika membacanya. "Adela?" panggil Rayhan sebelum masuk ke dalam. Adela menyahut kecil, menyuruh Rayhan masuk. "Gimana keadaan perut kamu, masih sakit?" tanya Rayhan setibanya di hadapan Adela. Pria itu duduk di tepian kasur Zafina. Adela balas menatap Rayhan beberapa saat, tidak ada kebohongan dari sorot matanya. Pria itu benar-benar mencemaskan Adela. Ah! Gadis itu merutuki kelakuannya dalam hati. Perlahan namun pasti sebuah anggukan kecil sebagai jawaban atas pertanyaan Rayhan. "Sudah periksa ke dokter?" "Belum." "Habis ini kita periksa. Biar saya antar, habis itu istirahat di rumah saja. Kesian Zafina kalau kamu istirahatnya di sini." Adela menggigit bibir bawahnya. Periksa ke dokter? Gadis itu meringis. Pasti ketahuan kalau dirinya sedang berbohong. "Engg ... gak usah. Kita langsung pulang aja. Sudah agak mendingan kok sakitnya. Biasalah mau kedatangan tamu." Rayhan menautkan alis. Sedikit bingung dengan ucapan Adela, tetapi tak terlalu ambil pusing. Pria itu mengangguk saja. Terdengar helaan napas dari Adela ketika Zafina datang, dengan membawa nampan. Adela terselamatkan dari pertanyaan-pertanyaan Rayhan selanjutnya. "Saya belikan bubur untuk kamu. Tadi pagi kamu belum sarapan." Zafina hanya mengulum senyum sambil menatap Adela. Beruntung sekali, batinnya. Adela yang paham dengan senyuman sahabatnya itu, mendengus. Lantas memicingkan matanya. Sorot mata Adela seolah berkata, "Awas lo!" Zafina yang posisinya berada di belakang Rayhan tanpa dosa membalas dengan memeletkan lidah kemudian menyengir. "Biar aku aja," tolak Adela ketika Rayhan berniat menyuapi dirinya. Rayhan menggeleng pelan, kemudian berkata dengan lembut, "Kamu lagi sakit. Biar saya saja." Mau tidak mau, akhirnya Adela terpaksa menurut. Menerima suapan demi suapan dari Rayhan. Dengan kejahilan tingkat dewa, Zafina mengeluarkan ponsel dan segera mengabadikan momen romantis sepasang suami istri tersebut. Gambar pertama, tidak diketahui oleh Adela, namun tidak dengan gambar yang kedua. Adela memelototkan matanya, memperingati Zafina untuk tidak melakukan yang tidak-tidak. Sekali lagi, Zafina memeletkan lidahnya. **** TERIMAKASIH SUDAH MENUNGGU DAN MEMBACA CERITA RAYHAN DAN ADELA:) I TOMATO YOUUUU Jangan lupa tap love dan komennya:) Salam manis dari aku yang gak kalah manis, Novi❤
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN