"Gin, aku mau pilih gaun ini. Bagus kan?" Sela Anjani saat ia dan Gina sibuk memilih gaun untuk wisuda kelulusan.
Butik yang tidak terlalu ramai hari itu memberi kedua gadis itu keleluasaan penuh memilih gaun yang mereka inginkan.
"Bagus, tapi bukannya itu terlalu simpel Jani. Coba yang ini" tawar Gina setelah meraih sebuah gaun midi berwarna navy sepanjang atas lutut dengan lengan sabrina yang dibuat tiga perempat dan aksen glitter menambah kesan mewah baju pilihan gadis yang memang gemar fashion itu.
"Oh ya, aku coba dulu ya" Jani beranjak ke kamar ganti. Sementara Gina duduk sambil masih mensortir 3 gaun pilihannya untuk lebih mantap lagi akan memilih yang mana.
Saat pandangan Gina menyusur ke arah pintu butik tampak Fredy dan Desta datang kearahnya.
"Kakak dan Desta? Kalian kesini juga?" Sambut Gina sambil menggeser duduknya.
Fredy dan Desta duduk di sofa yang sama, Desta memilih duduk di sofa tunggal berhadapan dengan kamar ganti.
"Desta bilang kalian sedang mencari gaun untuk kelulusan jadi setelah meeting kami putuskan kesini bersama. Kamu sudah dapat?" Antusias Fredy melihat adiknya yang memboyong beberapa baju di lengannya.
"Ya... aku akan mencobanya dulu, nanti kakak nilai mana yang paling bagus ya" ucap Gina tak lupa dengan wajah lucu membuat sang kakak mengelus puncak rambutnya.
"Oke, kakak akan jadi juri kali ini..."
"Oh ya Gin, Anjani dimana?" Tanya Desta tiba-tiba.
"Anjani masih di kamar ganti, mungkin sebentar lagi keluar"
Benar saja, setelah itu nampak Anjani keluar dari kamar ganti dengan senyum yang merekah. Ia tak tahu kalau Desta dan Fredy ada disana juga.
Mata Desta berbinar melihat panorama di depannya. Gaun warna navy melekat di tubuh ramping dan semampai Jani menampakkan kecantikan gadis itu berpuluh kali lipat lagi. Untuk sekian detik Desta terpaku dalam kekagumannya.
"Bagaimana Gin?" Tanya Jani dan seketika gadis itu kaget. "Kak Fredy dan... kamu, kesini?"
"Cantik..." sahut Desta tanpa basa-basi.
Wajah Jani merona tak pelak mendengar pujian Desta. Pipinya yang tadi polos hanya berbalut bedak tipis kini terlihat memerah bak sapuan bold blush on.
"Wah.. cantik Jani, kamu suka dengan pilihanku juga?" Jawab Gina kemudian.
"Aku pikir ini sudah cukup, bagus kan, dan cukup sopan untuk sebuah acara kelulusan..." gaya Jani sambil memutar sedikit ke kanan dan kiri untuk memastikan penampilannya.
Desta bangun dari duduk lalu mendekati kekasihnya. "Apa kamu mau memilih gaun yang lain lagi? Yang mana saja asal kau suka. Atau mau yang seperti ini?" Tunjuk Desta pada sebuah gaun putih panjang ala mermaid di bagian bawah dengan bahan tile premium yang pastinya berkualitas tinggi dan harganya juga sudah bisa ditebak Jani akan segan membelinya.
"Tidak perlu Des, ini saja sudah cukup, aku akan ke kasir dulu untuk membayar" belum Jani beranjak Desta menahan gadisnya lalu menarik lengan Jani menuju deretan baju rumah dan juga kaos serta dress ber merk.
"Ambillah yang kamu suka, anggap ini hadiah untuk kelulusanmu" kembali Desta membujuk kekasihnya.
"Tidak Des, ini saja cukup" sahut Anjani lagi.
Gina yang sudah berlalu ke kamar ganti meninggalkan Fredy yang kini menyusul mereka diantara deretan baju.
"Ikuti saja kemauan kekasihmu ini Jani, daripada dia akan memborong semua baju disini dan mengirimkannya padamu tiba-tiba nanti" ucap Fredy ditambah kekehan pria itu.
Desta yang disindir ikut nyengir dan akhirnya Jani mau menjulurkan tangannya untuk meraih satu gaun lagi.
"Kenapa cuma satu, ayo ambil lagi yang lain..." keluh Desta membuat Jani tak habis pikir.
"Baiklah aku ke sebelah sana dulu" tunjuk Jani ke deretan almari yang di dalamnya ada beberapa gaun dan dress dengan merk ternama pastinya.
Desta segera menyusul kekasihnya dan Fredy beralih pada Gina yang terlihat sudah keluar kamar ganti.
"Bagaimana kak, bagus tidak?" Gina mengumbar kesenangannya dengab tersenyum lebar.
"Hmm lumayan, oke. Hanya satu?" Jawab Fredy yang sudah mencium keisengan adiknya.
"Berhubung kakakku yang tampan dan baik ini sudah disini, jadi aku berencana memilih beberapa baju dan juga sepatu, bagaimana?" Akhirnya tebakan Fredy terbukti juga.
Ucapan Gina hanya disambut gelak tawa keduanya lalu mereka ikut memilah kembalj belanjaan.
Di sudut lain, Jani sejenak terpana sebuah gaun berwarna ungu lilac dengan mutiara senada di bagian waistline. Sepertinya ia pernah melihat gaun seperti itu, tapi dimana.
"Kamu mau yang itu sayang?" Tukas Desta lembut.
"Aku seperti pernah melihat gaun seperti ini, tapi dimana. Aku sendiri tidak yakin--"
"Tidak perlu di ingat kalau memang tak ingat. Mungkin itu perasaanmu saja" sergah Desta cepat yang mulai khawatir Jani akan berpikir keras. "Oh ya, kamu sudah dapat sepatu dan juga tas nya mungkin, aku lihat Gina juga masih lama memilih belanjanya kamu pun juga bisa memilih yang lain" ucap Desta lembut diiringi senyum tampannya.
"Desta, terima kasih banyak. Sepertinya aku merepotkanmu..."
"Hei... apa kamu bilang?! Tidak sayang. Untuk calon istriku semua kebutuhannya akan selalu kupenuhi, apalagi kalau kita sudah menikah nanti" seringai nakal nampak di wajah tampan Desta. Anjani kembali dibuat merona karena itu.
Anjani memukul pelan bahu kekasihnya lalu mereka kembali mengitari sudut lain butik itu memilih milih barang.
***
Femy melangkah bak aktris internasional dengan gaya yang tak kalah pongah. Betapa tidak, bahkan di pesta kelulusan adik tingkatnya itu dia menawarkan diri sebagai tamu kehormatan karena mengingat kedudukan ayahnya di yayasan kampus.
Setelah prosesi wisuda pagi tadi, pihak perhimpunan mahasiswa mengadakan pesta kelulusan. Hal serupa sudah biasa dilakukan karena kampus dimana tempat Jani belajar ini memang dikenal elite dan punya pamor besar.
"Baby, sudah datang dari tadi?" Femy yang baru saja menghampiri gerombolan para pria sengaja langsung mendekatkan diri pada David yang juga ada disana. Ya, David sang bintangnya kampus dan juga pengusaha yang namanya mulai merintis sekarang, pastilah dapat undangan kehormatan juga dalam pesta itu.
David yang mendapat sentuhan tiba-tiba di lengannya sempat ingin berkutik namun ditahan karena tak mau terlihat buruk di depan tamu lain.
"Fem, kita duduk disana saja. Aku juga ingin ambil minum" ajak David kemudian agar terhindar dari ketidaknyamanan di depan orang banyak.
"Oke..." langkah Femy mengiringi David yang masih dengan gaya gelendotannya. Femy memang tiada dua dalam hal merayu dan menggoda.
Anjani dan Gina yang baru datang mengedarkan pandangan untuk mencari teman mereka yang lain. Lalu melangkah setelah mendapat lambaian tangan di salah satu spot dekat meja hidangan.
"Selamat buat kalian semua..." ucap Jani ramah. Ia memang selalu menjadi gadis yang ramah.
"Selamat untuk kita semua pastinya, yuk bersulang..." sahut salah satu dari mereka.
Suara gelas yang salah berdenting menandakan kemeriahan di malam itu. Sudah lumrah kalau pesta semacam ini menghidangkan alkohol yang sekalipun tidak berkadar tinggi. Namun Anjani tetaplah Anjani. Ketidakpekaannya pada alkohol membuat gadis itu membentengi diri dari segala minuman sejenis. Bahkan Gina yang notabene kalangan atas yang sering berpesta pun enggan untuk menyentuh minuman semacam itu.
Pesta berlangsung meriah, ada pertunjukkan dance, menyanyi, bahkan games yang menambah hiruk pikuk malam itu. Di ruang terpisah, tepatnya kamar hotel yang hanya berbeda satu lantai diatas hall pesta itu diadakan, dua orang pria sedang menikmati makan malam mereka.
"Boss, aku senang dapat lemburan seperti ini tapi alasan anda untuk selalu mengawasi nona Anjani seperti ini terkesan konyol..." gelak tawa Ricko menguar ditengah menyantap makan.
Desta uang sedikit kesal karena ledekan sekretarisnya itu, mengayunkan sendok makannya tepat mengenai kening Ricko.
"Aduh! Sakit boss. Hehe... aku hanya bercanda" jawab Ricko membenahi mood boss nya.
Sebenarnya Ricko sudah menawarkan bodyguard jika Desta ingin selalu mengetahui kabar dan keamanan Anjani. Tapi yang ada malah dia yang diajak boss nya untuk menemani mengawasi Anjani langsung ke tempat pesta.
Ditengah pesta, tiba-tiba saja lampu padam. Bukan, lebih tepatnya di seluruh hotel. Sedang ada pemadaman di wilayah tersebut. Desta yang mengenal manajer hotel tersebut langsung menghubungi temannya itu, dan sudah dikonfirmasi kalau pihak hotel sedang menyalakan sumber listrik cadangan.
Tak lama, sekitar tujuh menit berselang, lampu kembali menyala. Dan suasana pesta kembali seperti semula. Tapi ada yang aneh menurut Gina. Dia kehilangan sahabatnya. Seingatnya dari tadi Jani duduk bersebelahan dengan gadis itu, tapi setelah lampu menyala Jani tidak ada.
Gina berpikir mungkin Jani berkeliling untuk menemui teman mereka yang lain. Hanya saja ia merasa aneh sekali. Sontak Gina berdiri dan mengedarkan langkah ke beberapa spot di gedung pesta, masih belum ditemukan. Dan matanya menangkap sosok Femy. Seketika pikiran buruknya bercokol bahwa Femy sudah melakukan sesuatu pada Jani.
"Femy" panggil Gina dengan nada dingin.
"Oh hai Gina, sopan sekali kamu menegurku sekarang" jawab Femy tak kalah sengit.
"Aku tk berbasa basi, dimana Anjani?" Sahut Gina yang setelahnta membuat beberapa orang di sekitar meja itu keheranan.
Femy hanya tertawa meledek," Gina, Gina, kamu sepertinya sayang sekali pada si itik buruk rupa itu hah..."
Ucapan Femy benar langsung menyulut Gina yang serta merta menarik lengan Femy untuk berdiri.
"Dimana hah! Jangan bermain-main dengan Jani!"
Femy yang merasa tertuduh langsung menarik rambut Gina," Jangan asal menuduh kau! Apa aku terlihat bersama sahabatmu itu sedari tadi!" Gertak Femy masih dengan nada kesalnya dan makin menarik rambut Gina yang tergerai itu ke belakang.
Beberapa di sekitar mereka akhirnya berhasil memisahkan pertengkaran keduanya. Dan Gina langsung melangkah menjauh meninggalkan hall tersebut lalu menghubungi Anjani kembali lewat panggilan. Tapi yang didapat malah nomor tidak aktif. Gina mulai resah dan takut terjadi apa-apa. Ia bergegas ke lift bermaksud turun ke basement dan bertolak menemui Desta. Namun setelah menghubungi Desta ia kembali menaikkan angka lift nya menuju lantai kamar yang Desta dan Ricko tempati.
Pintu kamar terbuka menampilkan Desta dengan gaya kasualnya malam itu.
"Kau disini dari tadi Des?" Heran Gina setelah sampai di kamar itu.
"Iya, aku tidak tenang meninggalkan Jani sendiri jadi aku ikut kesini. Hanya kalau aku terlihat mengawasi kalian Jani akan tidak suka..." jawab Desta masih santai karena Gina belum sempat bercerita hilangnya Anjani.
"Ya Tuhan, untung kau disini. Cepat cari cara kita harus menemukan Anjani Des!" Ucapan Gina membuat Desta berhenti mengunyah makanan ringan di mejanya.
"Apa? Maksudmu Anjani hilang?!" Raut wajah Desta berubah seketika.
"Tadi setelah lampu mati aku sudah tak menemukan Anjani. Bahkan aku sempat membuat kekacauan karena menuduh Femy yang aku pikir mengerjai Jani lagi. Ponselnya juga tidak altif. Bagaimana ini, aku benar-benar khawatir Desta..." Gina mulai bersuara parau karena kekhawatirannya.
Desta mencoba menghubungi temannya yang manajer hotel itu untuk memeriksa cctv di sekitar hotel siapa tau menangkap keberadaan Jani.
Ricko baru masuk kamar kembali mengambil charger ponselnya yang tertinggal di dalam mobil di basement. Ia terkejut melihat keberadaan Gina. Untuk sekilas ia terpukau dengan penampilan Gina malam itu.
Desta masih bercerita panjang lebar pada temannya dan Ricko memandang heran apa yang sudah terjadi.
"Begini Des, cctv kami memang dilengkapi alat sensorik pendeteksi suhu tubuh yang tetap beroperasi meski tidak di dukung adanya listrik karena langsung terkoneksi pada sumber cadangan. Setelah aku periksa tadi, saat lampu mati memang terdeteksi ada pergerakan orang keluar hall pesta dan menuju kamar 1103, tepatnya satu lantai diatas hall itu"
"Apa mungkin itu Anjani?" Tanya Desta kembali dalam panggilannya.
"Aku tidak tau pasti. Dari warna sensor yang terlihat sepertinya ada dua orang. Dan salah satunya berwarna merah. Apa di pesta itu menghidangkan minuman beralkohol?"
Pertanyaan manajer hotel membuat mata Desta membelalak. Ya, dia paham sekarang. "Oh ya maaf, tadi kamar berapa?"
"1103, tadi aku hanya melihat hanya seorang laki-laki yang terlihat sedang mengintip dari dalam kamar tersebut"
"Baiklah, tolong aku minta dengan aksesmu untuk mendapatkan rekaman cctv tadi. Dan bantu aku untuk bisa mencari tau siapa orang di kamar itu"
"Baiklah. Salah satu pelayan hotelku akan mencoba mendatangi kamar itu untuk layanan room service agar kau bisa memeriksanya, bagaimana?" sahut si manajer setelah beberapa lama. Karena bagaimanapun privasi tamu hotel adalah hal yang harus diutamakan. Setelah mengucapkan terima kasih Desta mengakhiri panggilannya.
Desta langsung menyambar jaket bombernya dan langsung bergegas.
"Ada apa boss?" Tanya Ricko penasaran.
"Jani diculik dan kemungkinan ada di kamar 1103 di lantai yang sama dengan kamar ini. Aku akan mengikuti pelayan room service yang sebentar lagi datang ke kamar itu"
Sebelum pergi Ricko tiba-tiba menarik Gina," Pakailah jaketku, kau akan kedinginan jika terus memakai gaun seperti itu sampai malam" lalu Ricko bergegas menyusul Desta.
Gina terdiam sejenak memandangi jaket yang sekarang dikenakan rapi menutupi pundaknya tadi yang separuh terbuka. Tak disadari ia tersenyum karena kebaikan Ricko.
Saat Desta dan Ricko mendekat ke kamar 1103, sudah ada pelayan dengan rak dorong tanda ia akan memberikan room service, agak lama sampai terlihat seorang pria keluar dan Desta sangat syok melihat itu.
Gina yang menyusul di belakang mereka pun ikut panik menyaksikan siapa pria dari dalam kamar itu. Dan, dia bertelanjang d**a.
Dengan langkah besar Desta menghampiri pintu kamar dan langsung menghantam sosok yang sangat dibencinya itu. Ricko berusaha menghindari kegaduhan dengan meminta pelayan hotel untuk jangan melakukan apapun agar masalah ini bisa mereka selesaikan sendiri. Si pelayan yang paham, langsung berlalu dan Gina masih shock ditempatnya. Ricko pun yang melihat itu langsung meraih Gina dan membawa gadis itu masuk ke kamar tempat Desta bersibobok dengan David.
Ya... David lah yang ada di kamar itu, dan entah mengapa mereka semua yakin bahwa Jani juga ada di kamar itu.