Protect You

1997 Kata
Pagi yang menyegarkan memberi harum sejuknya panorama di hari itu. Beberapa maid terlihat sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Dua orang sedang memasak, seorang lagi tengah menyapu lalu mengepel, dan seorang lagi me lap setiap sudut di villa itu. Ada juga dua tukang kebun yang merapikan rumput serta tanaman yang ada di taman depan villa. Tak terlalu besar tapi sanggup memberi keindahan untuk teras di villa itu. Jani mengerjapkan matanya dan merasa punggungnya begitu nyaman. Dikepakkan tangannya kebawah, ranjang ini sangat nyaman. Berbeda dengan ranjang yang ia selalu pakai di kost. Apa? Ranjang? "Oh... sudah bangun putri tidur?" suara pintu terbuka disambut merdunya sang empu villa menyapa Jani pagi itu. Jani mendudukkan dirinya di punggung ranjang " Morning Gin..." dengan wajah khas bangun tidur. "Enak tidurnya?" jawab Gina sedikit meledek. Jani tertawa paham akan apa yang diucapkan sahabatnya. "Kenapa kita tidak tidur sekamar? Ranjang ini masih muat untuk menampung kita berdua bukan?" "Jani... villa ini ada banyak kamar. Desta dan kak Fredy juga tidur terpisah. Sudah... cepat mandi dan segera turun, makanan sebentar lagi siap..." Jani tersenyum hangat disusul Gina yang mencubit pelan pipinya karena gemas akan sahabat putri tidurnya ini. Disana, di balik pintu kamar yang masih separuh tertutup seseorang menyaksikan cengkerama dua sahabat itu. Bibirnya memulas senyum saat melihat gadis yang sudah bersandar pada punggung ranjang itu tertawa bahagia. "Kau menyukainya?" tiba-tiba suara berat mengagetkan si penguntit yang sejak tadi senyum-senyum sendiri. Fredy memergoki sahabatnya yang sedang mengendap dibalik pintu kamar sahabat adiknya sekedar untuk melihat wajah bangun tidur gadis itu. Dasar aneh, pikirnya. "Oh tidak, aku hanya lewat saja. Bukankah ritual kopi pagi di balkon lantai ini sangat menyenangkan. Ahh... tapi perutku juga lapar, ayo kita turun saja. Mereka juga pasti sebentar lagi turun" tukas Desta segera. Ia tak mau berlama-lama dalam tatapan interogasi Fredy, bisa malu kalau memang dia sadar sejak tadi Desta menguntit di kamar Jani. Fredy hanya menggeleng terkekeh dengan tingkah Desta. Oh be gentlement Des... batinnya saat itu. **** Sarapan pagi kali ini, Jani mengajak serta para maid dan tukang kebun untuk ikut sarapan bersama mereka. Sisa tempat duduk yang ada masih cukup untuk para pekerja itu sebelum mereka beranjak pergi. Ya, para pekerja itu hanya akan datang di pagi hari, memasak dan bersih-bersih rumah lalu menyiapkan hidangan makan siang. Karena Fredy tak mengijinkan mereka bekerja sampai malam hari mengingat cuaca disana bisa mendadak berubah buruk dan membahayakan pekerja mereka jika keluar rumah. Fredy dan Gina tentu saja mengijinkan apa yang dilakukan Jani. Mereka tau betapa ramahnya gadis itu. Tak pernah membedakan siapapun untuk duduk bersama dan berbagi kebahagiaan. Namun Desta yang baru sekali melihatnya merasa seperti diterpa angin sepoi pegunungan himalaya yang membawa terpaan mahkota sakura beterbangan kesana kemari. Ia tau Jani tak seperti mereka bertiga yang mempunyai keluarga bahkan dari kalangan atas. Namun sikap baik gadis itu, bahkan lebih anggun dan sangat baik bak putri kerajaan inggris. Ya... Desta tau itu karena memang dia tumbuh besar di inggris. Para pekerja sepertinya terburu, menghabiskan makanan mereka dan pamit dahulu pada tuan-tuannya. Sementara yang sedang menerima pelayanan baik masih saja menikmati sarapan pagi sambil bercengkerama bahkan mentertawakan kelakuan Jani yang susah dibangunkan alias kebo itu. Jani yang merasa jadi bahan pembicaraan hanya bisa tersenyum manis menambah kesegaran pagi hari Desta yang menatapnya dari kursi yang berhadapan. "Oh ya, hari ini mungkin kita bisa mencoba wahana di Drift Playground. Disana ada banyak wahana dari yang mudah sampai yang ekstrim..." usul Gina. "Boleh saja. Apa tempatnya jauh dari sini?" tanya Fredy kemudian. "Tidak kak, hanya sekitar 5 km, papa sengaja membangun villa ini kan memang dekat dengan berbagai akses, jadi kita tak kesulitan jika butuh apa saja..." terang Gina lagi. "Kau bagaimana Jan?" Gina menoleh ke arah gadis di sampingnya yang sedang lahap dengan nasi goreng dan sedikit taburan jamur beserta ayam suwir. Jani memilih meneguk air terlebih dulu sebelum menjawab. "Tak masalah... mau berangkat jam berapa?" "Kita bisa berangkat setelah ini. Selesaikan sarapan kalian dan bersiaplah. Oh iya Des, kau jadi mau berbelanja. Kau bilang ingin membeli sesuatu..." Desta sebentar mengusap bibir bekas makannya dengan tisu. Terlihat bibir yang merah itu nampak sexy dan seperti tak tersentuh hama rokok sama sekali. "Iya, nanti saja sebelum ke wahana itu. Hanya beberapa kebutuhanku sampai besok. Apa kalian mau menitip snack?" jawab Desta dengan semangat lalu meneguk air minumnya. "Ajaklah Jani tuan Barack, dia sangat mahir kalau dalam urusan berbelanja. Dan pastinya tau selera kami apa saja..." jawab Gina lalu tertawa disusul Fredy juga seakan mengejek Jani yang masih berkutat mengupas jeruk manisnya. Yang dibicarakan seakan pura-pura tuli dan hanya menampilkan senyum lebar yang dipaksakan. Lalu menyuapkan jeruk yang dikupasnya sambil mengedarkan pandangan pada ketiga orang disekitarnya itu. Tak habis Jani jadi sasaran ledekan mereka. *** "Mana ukurannya ya?" terlihat Desta masih mencari sesuatu di barisan perlengkapan pria. Toserba itu menjual berbagai kebutuhan wisatawan yang sering hadir di wilayah tersebut bahkan juga ada oleh-oleh khas Bandung jika ada yang ingin membawa oleh-oleh dari sana. Jani yang sudah selesai dengan satu keranjang kecil makanan ringan serta minuman menghampiri Desta yang masih saja bergeser di tempat yang sama. "Kau cari apa Desta?" sontak Desta kaget saat Jani datang. Mana mungkin ia bisa mengatakan kalau dia sedang mencari boxer untuknya. "Hmm... apa kau sudah selesai Jan? Bayar saja dulu aku segera menyusul" bujuk Desta segera. Jani masih bergeming. "Apa yang kau cari? Aku bisa membantumu mencarinya" dilihatnya keranjang Desta hanya berisi dua kaos polos warna putih, satu sweter abu panjang dan satu celana putih panjang santai. Apalagi yang dibutuhkannya? Sebentar berpikir Jani kembali bertanya "Oh... apa ukurannya?" "Ukuran?" tanya Desta balik. "Iya Des, ukurannya..." jawab Jani lagi. "XL, carikan bahan yang elastis..." Jani yang mengerti lalu berpencar berlawan arah dan keduanya kembali saat Jani coba menunjukkan yang ditemukannya. "Apa seperti ini?" tunjuk Jani sambil mengacungkan sebuah boxer yang bisa dibilang produk mahal itu. Namun kualitas bahannya memang bagus. "Ya.. kau menemukannya. Terima kasih Jan, ternyata kau paham juga yang seperti ini..." pungkas Desta dan mereka berjalan menuju kasir. "Oh ya, bayar pakai kartu ini" tunjuk Desta memberikan sebuah kartu berwarna hitam pada Jani dan dia keluar terlebih dahulu dari dalam toko. Meninggalkan Jani yang masih menunggu belanjaan mereka dikemas. Selesai belanja mereka melaju menuju tempat wahana Drift Playground. Dari depan nampak area bermain anak-anak dan keluarga namun setelah mereka berempat berjalan menyusuri jalan setapak yang di kelilingi pagar bambu hitam di kanan kirinya sampailah mereka di sebuah dataran yang melembah. Area itu adalah wahana dewasa. Wahana ekstrim lebih tepatnya. Jani memegangi lututnya yang terasa nyeri karena berjalan sedari tadi. Lalu ia memilih duduk beristirahat sejenak setelah melalui jalan panjang naik turun untuk sampai ke area itu. "Kau lelah?" tanya Desta melihat Jani meluruskan kakinya diatas bangku bambu yang disediakan ditempat itu. Fredy dan Gina masih asyik menunjuk-nunjuk wahana mana saja yang ingin mereka coba. "Tidak Des, merenggangkan kakiku saja..." jawab Jani lembut. "Mau kupijat?" tanya Desta sontak duduk disamping Jani. Mata mereka kembali bertatapan. 'Jangan lagi jantungku, belum selesai karena berjalan jauh kau sudah mau maraton lagi karena dia menatapku seperti ini' bisik Jani dalam hati. "Ginaaaa pegang tangan kakak Ginaaa...!!!" tiba-tiba Fredy berteriak. Disusul tawa membahana mereka berdua, Fredy dan Gina. Kaget, pasti. Malu, kemudian. Desta dan Jani jadi bahan tawaan Fredy dan adiknya itu. Bagaimana tidak, saat di wahana seperti ini pun masih sempatnya mereka ambil kesempatan untuk curi perhatian satu sama lain. "Kau itu Fred...! Senang kalian melihatku dan Jani memerah begini..." protes Desta yang langsung berdiri kesal. "Sudahlah ayo kita coba wahana Flying Fox itu..." ajak Jani malas, jelas ia malu ketauan sedang bertatapan dengan Desta tadi. "Jangan Jan..." sergah Desta. Membuat ketiga yang lain mengerutkan dahi. "Kenapa Des? Asal kau tau saja Jani itu sering bermain wahana seperti ini. Dia itu aktif di komunitasnya loh..." pamer Gina sambil melirik Jani. "Hanya beberapa kali ah, itu juga karena ada kebutuhan report saja Gin..." lanjut Jani melangkah diikuti Fredy dan Gina. Desta terpaku sejenak ditempat. Gadis hebat kau Anjani batinnya memuji lagi. Gina bersorak riuh saat tali seluncurnya meluncur. Suaranya membaur bersama rimbun pepohonan yang menjulang dan desir angin pegunungan yang sejuk. Flying Fox disini memiliki lintasan 350m cukup lah untuk membuat degup jantung tak beraturan untuk sekian menit. Tapi wahana disini semua sudah disesuaikan dengan standard keselamatan yang baik, jadi pengunjung bisa menikmati dengan nyaman tanpa takut lagi. Suara Gina sudah mulai menghilang setelah melewati lintasan yang membelok ke kanan. Disitu Fredy sudah siap dengan carabiner yang terpasang tepat dan webbing ia kencangkan lagi sedikit. "Maaf Jani, sepertinya aku harus mendahuluimu. Aku harus selalu mengawasi adik kecilku itu. Minta Desta untuk dibelakangmu saja. Jadilah gentlement my Brada..." pesan Fredy dan ia meluncur bersama lengkingan beratnya. Jani hanya tersenyum simpul mendengar nasehat pria yang sudah ia anggap kakaknya juga itu. Baru saja ingin memasangkan carabiner nya, Desta tiba-tiba memegangi tangannya. "Ada apa Des?" Jani heran dengan tingkah Desta. "Kau jangan meluncur sendiri, biarkan aku mendampingimu..." pinta Desta pada Jani. "Sudahlah Des, aku bisa sendiri..." "Jangan Jan, siapa yang menjagamu...?" masih coba membujuk. "Desta... jangan berlebihan. Aku bisa--" belum selesai menjawab Desta memotong meminta operator memasangkan webingnya bersambung ke slink baja bersama Jani. Jangan ditanya lagi, wahana itu sudah jelas keamanan dan terkenal dengan peralatannya yang berkualitas baik. Serta operator handal yang bisa menyesuaikan wahana untuk dipakai bersama dua orang sekaligus. "Oh Desta... aku seperti anak SD yang tak pernah meluncur seperti ini...!" protes Jani karena tak bisa melakukan apa-apa atas kemauan Desta. "Sudah jangan membantah, sedikit lagi. Oh sudah, oke kau siap Jani?" ucap Desta tepat dibelakang telinga Jani. Tubuh mereka berdempetan depan belakang sekarang. Ingin Desta memeluk pinggang Jani, memastikan gadis itu aman dipelukannya. Tapi ia urungkan takut Jani tidak bersedia. Mereka meluncur bersama. Jani merentangkan tangannya merasakan terpaan angin merasuki tubuhnya. Perlahan tangan Desta meraih telapak tangan yang terentang jenjang itu. Lembut... Keduanya memejamkan mata. Parfum yang keluar dari tubuh Desta membantu Jani merasa rileks dan nyaman. Ia meluncur tapi ia tak mengkhawatirkan apapun. Seperti ada yang akan selalu melindunginya. "Kau senang Jani!" tanya Desta ditengah luncuran mereka. Jani menganggukan kepala mengiyakan ucapan bariton itu dan mengulum senyum penuh kebahagiaan. "Aku senang sekali Desta! Terima kasih! Aku senang sekali bisa meluncur bersamamu!" Jani tersenyum lagi. Oh Jani... perasaan seperti apa ini. Apa kau jatuh hati pada pemilik tangan yang kini menggenggam mu. Jani pun tak tau. Desta membelalak saat mereka hampir mendekati finish. Dipeluknya pinggang Jani dari belakang takut gadis itu tersentak jika ia tak menyadari pemberhentian mereka. Benar saja. Jani hampir kaget, namun tertahan oleh Desta. Pria itu membantunya untuk naik ke finish dan melepaskan webbing di tubuh mereka. Disana sudah ada Fredy dan Gina. Melihat itu jelas membuat mereka tersenyum lebar dan saling menyeringai ke arah Desta dan Jani. Sementara yang jadi pusat perhatian hanya sibuk menepuk-nepuk tubuh masing-masing kalau saja ada kotoran dari pepohonan yang hinggap di baju mereka. Jani yang hanya memakai celana cargo seatas lutut sempat digigit nyamuk di betisnya. Gatal, jelas. Bahkan menyisakan warna merah di kulit putihnya itu. Melihat itu Desta langsung saja mengambil minyak telon aroma terapi yang dibawanya dan mengoleskan ke bekas gigitan nyamuk. Bukan tanpa alasan ia membawanya. Dia sendiri selalu membawa p3k lengkap di waistbag ber merk nya itu. Desta memang tipe pria yang selalu siaga. Fredy dan Gina tidak bisa menahan tawa mereka lagi. Akhirnya Gina mencubit perut kakaknya sambil mengelus perutnya sendiri, tanda lapar. Dengan sedikit menahan tawa Fredy beraksi kembali. "Oh adik kecilku lapar ya... Ayo kita cari resto yang enak disini sayang... biarkan aku menggandengmu agar kau tak jatuh ataupun terkena serangga yaa..." dan mereka berlalu sambil masih terkekeh berdua sambil bergandengan tangan. Desta dan Jani yang hendak akan beranjak pun, kembali malu setelah paham apa yang diucapkan si pria berbadan tambun dan tinggi itu. Desta pun hanya mengerlingkan matanya sambil tersenyum bermaksud mendahulukan Jani untuk jalan terlebih dahulu meninggalkan mereka. Bahkan Jani tak bisa menyembunyikan rona memerah di pipinya saat itu. ***** AYO READERS KU TERSAYANG... LIKE DAN JANGAN LUPA FOLLOW AKU BIAR BISA SELALU UPDATE CERITAKU DAN JUGA SPAM DI COMMENT NYA YA SPAM LIKE DAN KOMEN KALIAN AKU TUNGGU... LOVE YOU ALL MY READERS... HAPPY READING...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN