Temaram malam yang dingin, namun tak menusuk. Dengan langkah gontai Anjani menjejakkan kaki di bangku pekarangan villa membawa cangkir berisi coklat hangat yang sebenarnya mampu mendingin cepat karena dinginnya udara.
Senyum gadis itu masih saja merekah sejak kemarin. Berlibur tanpa harus memikirkan pekerjaan, tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dan Desta. Entah mengapa pria yang baru ditemuinya belum lama ini sangat mudah dekat dengannya. Ia sendiri merasa ada sesuatu yang tidak bisa ia tebak. Seperti apa Desta? Ia pun belum paham. Tapi rasanya sudah dekat sekali.
"Kau memikirkan apa?" suara itu datang dan menyapa dengan lembut.
"Oh Des, tidak hanya menikmati hawa dingin malam ini saja..." ucap Jani tak kalah lembutnya.
"Boleh aku ikut duduk?" izin Desta yang hanya dijawab anggukan santai dari Jani.
Kini keduanya kembali duduk bersama, bersebelahan. Namun malah hening yang tercipta. Jani masih saja mengedarkan pandangan ke sekililing yang bisa dijangkau matanya. Seperti tak ada yang mau mengalah untuk sekedar memulai percakapan.
"Oh ya Jani, kemarin aku sudah menghubungimu pemilik cafe tempatmu bekerja, dan aku bilang untuk memberhentikanmu" ujar Desta membuka keheningan diantara mereka berdua.
Jani tersentak, kaget bukan main. Apa yang baru saja pria ini bicarakan? Itu artinya aku dipecat, aku pengangguran. Bagaimana kelanjutan hidupku nanti bila tak ada lagi pekerjaan? Jani kini merutuki keputusannya telah percaya pada Desta. Bukan membantu itu namanya malah menambah masalah baginya.
Spontan Jani memukul lengan pria disampingnya. Tak cukup sekali, kembali ia lakukan, semakin keras, sampai akhirnya bulir matanya jatuh juga karena terlampau kesal.
"Kau pikir apa Desta! Pekerjaanku hilang sekarang! Kenapa kau tak bertanya dulu padaku! Aku mengorbankan pekerjaanku setelah sekian lama hanya untuk pergi berlibur dan itu karenamu!!" pekik Jani dalam tangisnya.
"Hei.. dengar dulu Jani, aku akan jelaskan... jangan menangis ya" Desta menjulurkan tangan mengusap air mata gadis itu. Ia menebak mungkin gadis ini berpikir ia tak memiliki pekerjaan lagi.
Desta meraih kedua tangan gadis cantik disebelahnya. Menggenggam hangat dan mengusap pelan buku-buku jari disana.
"Jani, maaf aku tak menanyakan sebelumnya padamu. Aku membayangkan kau bekerja disana sepulang kuliah sampai malam, begitu setiap hari. Kau sendirian, pun itu pasti berat bagimu kan..." ujar Desta menenangkan.
Jani yang masih sedikit terisak kini mampu kembali berucap "Aku harus bekerja Desta. Siapa yang bertanggung jawab untuk diriku sendiri kalau bukan aku. Dari kecil aku hanya seorang anak panti asuhan yang tak tahu menahu keberadaan orang tua ataupun keluargaku. Kau tak akan tau karena hidupmu sangat berlimpah Des, tanpa kau harus..." tak kuat tangis Jani kembali mendengung.
Dengan hangat Desta meraih tubuh gadis itu dan diraihnya bersandar di d**a bidangnya. "Jangan menangis, siapa bilang kau tidak bekerja lagi. Aku meminta memberhentikanmu karena aku mau kau bekerja di Florist mamaku. Kau tetap punya pekerjaan kan?" ucapan Desta yang mampu menyusutkan air mata Jani seketika.
"Florist?" senyum Jani kembali merekah.
" Iya, bekerja part time di cafe itu sangat melelahkan, belum waktu kuliahmu. Hargai tubuhmu Jani, jangan kau buat sakit. Di Florist mama sudah ada beberapa pekerja, jadi kau cukup menjadi pengelola dan membuat laporan bulanannya, apalagi itu sesuai dengan jurusan perkuliahanmu sekarang. Kalau saja kau menerima dengan senang hati aku bisa memberimu tempat tinggal dan biaya hidup gratis, tapi dari dulu bukannya kau selalu menolak hal seperti itu kan..." Jani kini bangun dari pelukan Desta. Pria ini, kenapa begitu baik padanya.
"Desta" yang dipanggil pun menoleh, "Kenapa kau begitu baik padaku? kita belum lama kenal kan?"
"Apa aku harus mendalami karakter seseorang dulu baru aku harus berbuat sesuatu untuknya?" jawab Desta sedikit terkekeh.
"Kau..." ucapan Jani terhenti. Genggaman tangan Desta kembali meraih tangannya.
"Jani, kalau kau mau kau bisa menempati cluster sebelah Florist milikku. Jangan lagi tinggal di kost mu sekarang, pasti akan jauh dari tempatmu bekerja juga"
Yang ditawari pun masih terdiam. Tanpa mereka tau ada dua pasang mata yang memperhatikan obrolan Desta dan Jani malam itu.
"Semoga kali ini berhasil ya kak" ucap Gina sambil menyunggingkan senyum manisnya.
"Iya Gin, kalau kita sulit membujuk Jani, mungkin Desta akan melakukannya dengan lebih baik. Aku juga tidak tega melihat gadis itu susah payah sendirian..." jawab Fredy yang diikuti anggukan adiknya.
Jani tersenyum mendengar ucapan Desta. Memahami apa yang pria itu inginkan. Rasanya begitu mudah kan, dia cukup bekerja untuk membiayai hidupnya. Ia dapat tempat tinggal dan pekerjaan yang lebih ringan, tapi betapa ia akan merepotkan Desta nantinya.
"Jangan berpikir aku menawarkan ini cuma-cuma" ucapan Desta membuat Jani mengernyitkan dahi. "Papa sudah tau dan papa setuju, cluster itu memang tak begitu besar tapi masih terawat sampai sekarang. Kalau kau mau kami akan senang karena ada yang mengurus rumah itu nanti. Kau akan digaji sesuai dengan pekerjaan yang kau lakukan, jangan khawatir kami tidak akan membayar para pekerja kami dengan upah yang rendah, kami pasti menghargai jerih payah orang lain..." bujuk Desta lagi.
Ia ingat saat kemarin sedang menikmati kopi malam bersama Fredy, mereka sempat sedikit membahas tentang Jani. Dari sanalah akhirnya Desta tau tentang kehidupan Jani. Betapa pria itu sangat tidak tega mendengar cerita Fredy.
"Desta..." panggil Jani yang dijawab langsung dengan tatapan lembut Desta. "Aku tau kau mau bersikap baik padaku, tapi apa ini tidak merepotkan. Kau memberiku pekerjaan dan tempat tinggal, sungguh aku tidak tau bagaimana lagi cara berterima kasih" ucap Jani kembali terdengar suara parau tangisnya.
Desta kembali memeluk gadis disampingnya itu. Air mata Jani berikutnya akan ia pastikan sebagai air mata bahagia, bukan lagi sedih atau nestapa. Ia akan menghapus kesendirian yang selama ini menyelimuti hidup gadis itu. Entah perasaan seperti apa ini, apa Desta sudah jatuh hati pada gadis dipelukannya sekarang?
Malam makin larut. Desta melihat sekilas arloji di pergelangan tangannya, sudah pukul sepuluh ternyata.
Mereka berdua bersandar di kursi sekarang. Menikmati malam sembari bercerita. Desta ingin lebih tau lagi tentang Jani. Karena yang ia pahami dari Fredy dan Gina kalau Jani ini agak tertutup dan pemalu.
"Oh ya Jani, aku sempat heran kau bisa tau tentang belanjaanku tadi pagi. Kupikir seorang gadis tak begitu peduli dengan kebutuhan pria..."
"Desta apa kau lupa, aku pernah hidup di panti asuhan. Berbelanja segala keperluan penghuni panti sudah biasa aku lakukan. Jadi aku tau apa saja kebutuhan termasuk untuk pria sepertimu. Baru 8 bulan ini aku keluar dari sana karena aku merasa sudah cukup tua untuk tinggal disana" Jani seketika tertawa kecil menyebut dirinya tua. "Malang nasibku Des, disaat ada saja anak panti yang di adopsi, tapi aku tak mendapatkannya. Aku masih saja menjadi beban panti Des" cerita Jani sukses membuat hati Desta teriris.
"Makanya sekarang aku ingin mandiri, tanpa harus bergantung pada siapapun. Tapi setelah mengenal Gina dan kak Fredy, dan sekarang kau juga, aku merasa seperti mendapat sebuah keluarga..." pungkas Jani dengan mata yang berkaca-kaca dan senyum yang dilebarkan terpaksa. Ia tak boleh menangis terus, ia harus kuat, begitu batinnya sekarang.
Desta senang jika Jani bisa menerima tawarannya. Setidaknya ia bisa pastikan kalau gadis itu akan aman dalam pengawasannya. "Pulang dari sini aku akan membantumu pindah sepulang jam kuliah lusa, akan kuantar kau ke cluster. Oh ya, kalau butuh apa-apa jangan sungkan untuk menghubungiku" Desta menyodorkan sebuah benda pipih pada Jani. Gadis itu mengangguk dan memasukkan beberapa angka nomor kontaknya disana.
***
Terhitung sebulan sejak kepindahan Jani ke cluster samping Florist milik mama Desta, Jani menawarkan rumah itu juga untuk beristirahat dan dapur singgah bagi pekerja lain. Mereka bahkan senang sekarang dipimpin oleh pengelola sebaik Jani. Yang tak ragu untuk ikut turun serta membantu pekerjaan para pekerja selain pekerjaannya sendiri.
Fredy dan Gina sangat berterima kasih pada Desta. Karena pria itu berhasil meyakinkan Jani untuk mau diajak pindah. Setidaknya kini gadis cantik berambut pirang itu tak lagi harus tinggal di sebuah kamar kost yang kecil, belum membayar sewa kost nya. Gina sampai rela untuk antar jemput Jani tiap mereka akan ke kampus, agar gadis itu bisa merasakan kebahagiaan memiliki sebuah keluarga.
Sepulang kuliah, Jani tak langsung ke Florist, Gina yang tadi mengantarkannya hanya menurunkan ia di depan rumah dan berlalu cepat karena harus menyusul kakaknya untuk peresmian pabrik baru perusahaan keluarga mereka di luar kota. Segera Gina harus pulang dan pergi bersama Fredy.Jani pikir mungkin untuk dua hari ini ia bisa naik angkutan umum atau menyewa transportasi online.
Di dapur gadis itu sedang mengaduk coklat hangat yang baru ia buat. Air yang dituangkan ternyata tumpah ke lantai dapur membuat ia terpeleset dan jatuh terduduk. Gelas coklatnya pun jatuh dan pecah. Membuat isinya bercecer di sekitar kaki Jani. Keterkejutan itu membuat sebuah pisau jatuh menancap ke lantai juga dan sontak kepala Jani menggeleng hebat.
"Tidaakk!!! Jangaann!!!" teriak Jani histeris.
"Lepaskann aku!!! Jangan sakiti aku!!!" teriaknya lagi tak kalah membuat kalut. Gadis itu memegangi kepalanya sendiri. Takut, takut, dan takut.
Tiba-tiba jantungnya berdetak makin hebat, bayangannya memudar, makin pudar, lalu rasanya ia ingin limbung saat itu, gelap sudah.
***
Ruangan ini putih, apa ini? Ah apa aku di rumah sakit? Tapi bukannya aku di dapur?
Saat akan menggerakkan tangannya Jani terhenti. Ada tangan lain yang menggenggamnya lembut dan empunya sedang terlelap di sisi Jani. Tangan lainnya tersambung pada selang infus.
Pria itu Desta. Ia yang menjagaku disini, gumam Jani dalam hati.
"Jani apa kau terbangun dari tadi?" Desta terperanjat tak sadar Jani sedang memandanginya yang terlelap.
"Kau pasti lelah menjagaku disini kan, aku tak tega membangunkanmu..." jawab Jani lembut.
"Bagaimana, masih ada yang sakit. Sebentar lagi waktu pemeriksaan, atau aku minta dokter sekarang saja untuk memeriksamu?" tawar Desta sedikit khawatir.
"Tidak perlu Des, aku hanya butuh air sekarang, aku haus..." pinta Jani menenangkan kekhawatiran Desta.
Meneguk pelan air dibantu Desta, Jani kini telah menyandarkan punggungnya di brankar yang sedikit ditinggikan. Makanan menu rumah sakit yang sudah tersedia sejak jam tujuh pagi baru disentuh saat waktu menunjukkan pukul setengah sembilan.
Kekhawatiran Desta sedikit terobati mengingat kemarin malam dalam ketidak sadarannya Jani sempat berontak dan sukses membuat beberapa perawat dan dua dokter rumah sakit harus menahannya kuat. Hanya saja dokter menjelaskan kalau ini berkaitan dengan memori masa lalunya.
'Nona Anjani Putri pernah menjadi pasien disini selama beberapa minggu. Suatu kejadian yang menyebabkan ia menderita TGA atau Transient Global Amnesia, ini karena trauma dan luka di kepalanya saat ia dibawa kesini waktu itu. Kondisinya sangat memprihatinkan, seperti baru mengalami penyiksaan. Tapi jelasnya kami tidak tau, hanya saja beberapa orang yang mengantarnya menemukan ia di depan sebuah toko kosong dengan kondisi sudah seperti itu. Nona Anjani tak ingat apa saja dan kejadian apa yang membuatnya bisa menjadi seperti itu. Yang dia ingat dia bernama Anjani Putri itu saja...'
"Desta, kenapa aku bisa disini? Bukannya aku tadi di dapur, jam berapa sekarang aku bahkan belum bekerja sepulangku kuliah" ucap Anjani membangunkan lamunan Desta.
Benar saja, Anjani tak ingat apa yang membuatnya bisa terbaring begini. Apa trauma itu begitu menyakitkan hingga efeknya separah ini? batin Desta miris. 'Jika ada sesuatu yang terjadi yang dapat mengingatkan Nona Anjani pada traumanya, bisa saja membuat hal seperti ini terulang lagi...' Penjelasan Dokter Irfan, kembali teringat dan mengusik Desta hingga ia melamun.
"Desta... kau kenapa? Apa kau sakit juga... Lebih baik pulanglah aku bisa sendiri disini" pinta Jani dengan sedikit tenaga yang dimilikinya karena belum pulih benar.
Desta yang sedari tadi hanya memandangi Jani dengan tatapan penuh tanya. Penjelasan tentang trauma yang pernah di derita Jani, luka di kepalanya, serta penyakit yang sekarang gadis itu derita berputar-putar memenuhi pikirannya saat ini. "Tidak, aku tidak apa-apa. Kalau keadaanmu sudah lebih baik kau sudah diperbolehkan pulang, tapi jangan memaksa jika tenagamu belum pulih benar. Oh ya, tidak perlu memikirkan Florist dulu, sepulang dari sini kau istirahat saja dirumah. Akan aku minta 1 maid menemanimu disana..." kembali lagi pria itu membuat haru gadis cantik di hadapannya. Perhatian Desta pada Jani adalah hal yang di inginkan gadis-gadis lain pastinya.
Anjani masih saja bertanya-tanya apa yang membuat ia terbaring di rumah sakit. Ia merasa tidak ada yang sakit di badannya. Tapi memang tubuhnya terasa sedikit lemas. Seperti setelah beraktifitas berat beberapa hari dan baru beristirahat sekarang. Dia sebenarnya kenapa? Dengan semakin memikirkan itu kepalanya malah makin pening dan membuat telinganya sedikit berdengung.
*****
AYO READERS KU TERSAYANG...
LIKE DAN JANGAN LUPA FOLLOW AKU BIAR BISA SELALU UPDATE CERITAKU DAN JUGA SPAM DI COMMENT NYA YA
SPAM LIKE DAN KOMEN KALIAN AKU TUNGGU...
LOVE YOU ALL MY READERS...
HAPPY READING...