Bab 16 Mulai panas.

1837 Kata
"Mas ini bilang apa sih, Mas lagi nggak waras ya Mas lupa minum obat? bisa-bisanya mas bilang begitu sekarang, dulu mas kemana saja memangnya?" ucap Diana saat itu pada suaminya di mana kata-kata yang baru saja Hendra ucapkan saat itu dulu pernah pernah Diana ingin dengarkan tetapi itu dulu tidak untuk sekarang. "Terserah kamu bilang apa sekarang sayang, aku tidak peduli. Mau kamu bilang kalau aku aalah orang nggak waras sekalipun juga terserah saja. Memang kenyataannya demikian dan aku menikmati rasa ini, aku udah cukup bersabar saat kamu minta kita berpisah sampai-sampai bercerai, aku terima dan diam saja karena aku tahu jika kamu akan bahagia dengan lelaki pilihanmu itu dan aku sadar mungkin tidak bisa membahagiakan kamu dan juga memberikan apa yang kamu inginkan. Tapi saat aku tahu jika kamu dan juga lelaki itu tidak ada hubungan apa-apa dan juga tidak ada hubungan spesial, maka aku putuskan untuk tetap menggenggammu dan mempertahankanmu ada di sisiku sayang, apa kamu bisa mengerti itu?" ucap Hendra saat itu pada sang istri. Namun apa yang lelaki itu katakan semuanya hanya di tertawakan oleh Diana. "Benar-benar nggak waras!" sahut wanita itu lagi. "Ya, aku memang sudah nggak waras, apa kamu tahu itu? semua gara-gara kamu tahu tidak!tanggung jawab!" ucap Hendra saat itu pada istrinya. "Mas tahu tidak, kenapa mas bisa sampai seperti ini?" tanya Diana pada suaminya. "Kenapa memangnya?kata orang-orang sih puber kedua, apa iya begitu? nyatanya aku ingin sekali menggigitmu sekarang sayang," bisik Hendra saat itu pada istrinya di mana lelaki itu suah mendekatkan wajahnya tepat ke salah satu sisi wajah Diana dan mulai mengusap wajahnya itu ke salah satu sisi jenjang leher wanita itu di sana. Rambut sebatas bahu Diana membuat lelaki itu dengan leluasa melakukan keinginannya di sana, bahkan Hendra sudah mulai mendaratkan beberapa ciuman dan sapuan bibirnya tepat ke kulit jenjang leher Diana saat itu. "Mas stop! mas apa-apaan sih?" dengus kesal Diana saat itu yang tampak protes atas apa yang suaminya itu lakukan. "Nggak mau!" sahut Hendra di sana. "Mas ini sedang puber kedua apa sedang pengen?" tanya Diana kemudian pada suaminya. "Dua-duanya sayang, diamlah!" balas Hendra kemudian sambil tetap melanjutkan apa yang ia lakukan, bagi Hendra aktivitas tersebut sudah sangat ia rindukan selama satu tahun terakhir dan Hendra benar-benar tidak ingin melewatkan kesempatan itu. "Memangnya wanita simpanan mas di luaran sana itu apa tidak bisa memberi mas kepuasan?" ucap Diana kemudian pada sang suami dan terlihat Hendra langsung menghentikan aktivitasnya saat itu juga lelaki itu menatap lekat wajah istrinya di sana dengan tatapan keduanya yang saling menatap satu sama lain. Tampak Hening untuk beberapa saat. "Maksud kamu bicara seperti itu apa kalau memang kamu tidak mau aku sentuh bilang baik-baik jangan mengatakan hal yang tidak mungkin aku lakukan dengan wanita lain selain kamu!" ucap Hendra kemudian yang tampak kesal pada sang istri kemudian kedua tangan lelaki itu langsung melepas pelukannya dari tubuh Diana membuat Diana segera tahu jika saat itu memang suaminya tengah marah padanya. Hendra lalu duduk merapikan pakaiannya dan memberi jarak antara tubuhnya dan juga tubuh Diana, lelaki itu kemudian menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa yang keduanya tempati saat itu dengan kepala bagian belakang yang menyandar pada sandaran sofa. Tampak lelaki itu dengan wajah yang mendongak ke atas menatap langit-langit kamarnya. Sedangkan Diana saat itu yang merasa tidak ada pergerakan lagi dari suaminya hanya bisa segera beringsut kemudian merapikan duduknya, sesekali wanita itu juga menatap ke arah wajah sang suami di sana. "Apa mas marah?" tanya Diana kemudian. Tanpa membuka kedua matanya lelaki itu pun menjawab pertanyaan Diana saat itu. "Kamu bisa bicara seperti itu tadi dan kamu juga bisa merasakan jika aku marah kan makanya kamu bertanya padaku seperti itu memangnya sebelum kamu bertanya dan mengatakan sesuatu yang membuat suamimu ini terluka apakah pertanyaan itu sudah kamu pikirkan?" ucap Hendra saat itu yang bertanya balik pada istrinya. "Aku bertanya seperti itu karena memang satu tahun yang lalu aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri Mas itu sedang bersama dengan seorang wanita dan di dalam mobil itu kalian tampak saling mendekatkan tubuh masing-masing tampak seperti sedang berciuman saat itu karena aku marah aku hanya bisa pergi meninggalkan tempat aku tidak bisa untuk menyapa atau mengganggu kalian karena aku bukan wanita yang seperti itu dan semalaman setelah aku melihat kejadian itu aku berusaha untuk menenangkan diri berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri jika semalam apa yang aku lihat pastilah salah ditambah lagi bau parfum di jas dan juga kemeja yang mas pakai itu jelas bukan parfum Mas yang biasa aku belikan karena aku begitu hafal parfum yang Mas pakai itu dan jika itu parfum baru Mas, aku tidak pernah menemukannya dan ketika paginya kita akan berangkat ke kantor sama-sama di saat itu pula aku melihat jika di jok mobil ada ikat rambut yang tertinggal di sana memang saat itu aku tidak mengambilnya aku hanya ingin memastikannya saja jika suamiku baik-baik saja dan apa yang aku pikirkan itu tidak benar tapi setelah aku menemukan semua itu aku jadi sadar jika aku selama ini sudah dibohongi, aku merasa aku cuek dan juga tidak pernah memikirkan sampai suamiku bermain gila dengan wanita lain di luar sana tetapi nyatanya aku sudah salah karena pemikiranku itu dan sejak saat itu aku putuskan jika aku sudah tidak refleks sama sekali dengan kamu apa kamu sudah mengerti alasanku kenapa aku bisa sampai seperti ini bahkan meminta perpisahan di antara kita apakah mas masih mengira itu semua adalah kesalahanku dan juga kebodohanku?" ucap Diana saat itu yang menjabarkan apa yang menjadi duri di dalam hatinya yang sudah ia simpan selama 1 tahun terakhir dan baru bisa ia cabut serta Ia ceritakan pada lelaki itu karena memang Diana kemarin masih belum bisa menerima jika sampai ia mengatakan semua cerita itu pada suaminya dan suaminya akan mengiyakan setiap ucapan yang ia lontarkan untuknya Diana belum bisa menerima keadaan di mana cinta suaminya sudah terbagi namun di saat itu Diana sudah benar-benar merasa jika apa yang ia katakan sudah tidak penting lagi baginya karena di antara keduanya mungkin hanya ada komitmen saja untuk berumah tangga dan juga menjaga rumah tangga ke depannya, mungkin rasa cinta sudah tidak ada lagi di hati keduanya saat itu. Sedangkan Hendra yang mendengar cerita istrinya dengan posisi yang masih sama dengan mata yang masih tertutup namun bibirnya menyunggikan senyuman tetapi senyuman itu tampak sangat kesakitan bagi Hendra saat itu, ia terlihat tertawa tetapi hatinya menangis ketika mendengar semua cerita yang istrinya ceritakan barusan padanya. Lelaki itu lalu beranjak dari tempatnya dan langsung meraih tubuh Diana. Hendra membopong tubuh wanitanya menuju ke arah kamar yang biasa keduanya pakai. Diana yang merasakan sikap lelaki itu yang seenaknya dan hanya mengacuhkan apa yang ia katakan hanya bisa meraih dan mengeratkan pelukan kedua tangannya ke leher Hendra. "Kenapa mas begini?" tanya Diana kemudian. "Diam jika tidak mau anak-anak mendengarnya!" sahut Hendra kemudian. Lalu salah satu tangan lelaki itu meraih knop pintu dan membukanya, Hendra lalu membawa masuk tubuh istrinya ke dalam kamar kemudian dengan salah satu kakinya Hendra menutup pintu kamarnya itu. "Bugh," Hendra membanting pelan tubuh Diana di atas pembaringan saat itu. Diana yang melihat suaminya yang tidak seperti biasanya hanya bisa membelalakkan kedua matanya menatap ke arah lelaki yang masih berdiri tegap di samping ranjang. "Gluk," Diana meneguk ludahnya sendiri sekali teguk ketika melihat Hendra dengan kedua tangan yang sudah meraih kancing kemeja yang ia kenakan kemudian melepaskan kancing kemeja itu satu per satu di sana hingga seluruhnya terlepas sempurna. Tampak tubuh bagian depan Hendra mengintip dari ujung pakaian yang sudah terurai dan keluar dari celananya di sana. Dan sesaat saja pakaian itu sudah terlepas dari tubuh Hendra saat itu. Begitu juga dengan jari jemari tangan Hendra yang dengan lincah beralih meraih pengait dan resleting celana panjang yang ia kenakan dan melepaskannya begitu saja. Diana yang melihat pun langsung perlahan beringsut ke belakang. "Tunggu mas! apa yang mau mas lakukan sekarang?" ucap Diana kemudian dengan kedua tangan yang sudah menghadang di depan tubuhnya seolah tengah menghadang tubuh suaminya agar tidak kian mendekat ke arahnya, karena saat itu Hendra sudah kian merangkak naik ke atas pembaringan dan menuju ke arahnya. "Ini meresahkan! tidak bisa di biarkan!" ucap dalam hati Diana saat itu. "Tunggu mas! perjalananku selama satu tahun tanpa sentuhanmu semua akan sirna begitu saja jika sampai malam ini aku tidur denganmu! bagaimana aku mengajukan gugatan nanti jika kita malam ini..." ucap Diana saat itu yang tampak ingin mengantisipasi masalah kedepannya jika sampai hubungan yang berdasar hanya komitmen itu akan memburuk dan tidak seperti yang di harapkannya. "Benar-benar tidak bisa di ampuni! bisa-bisanya kamu masih berpikiran untuk berpisah dariku! tidak akan aku kabulkan! dan sebagai balasannya. Malam ini aku akan membuat perhitungan denganmu!" ucap Hendra saat itu pada Diana sebagai ancamannya dan lelaki itu masih bungkam dan belum ingin memberi tahu alasannya berlaku demikian dan masih belum memberi tahu jawaban atas semua pertanyaan yang tadi Diana lontarkan ketika keduanya masih berada di ruang keluarga. Dan saat itu Hendra sudah kian merangkak mendekat hingga dengan sedikit kasar lelaki itu meraih kedua pergelangan kaki Diana dan menarik kedua kaki itu hingga mendekat ke arahnya dengan posisi terbuka dan menyamping di kedua sisi tubuh Hendra saat itu. "Jika kau mengeluarkan suara, aku tidak jamin kedua putri kita tidak akan mendengarnya," ucap Hendra saat itu dengan tatapan tajam seakan menekan bagi Diana. "Biar saja! biar mereka tahu jika papanya adalah seorang yang suka memaksa!" sahut Diana kemudian. "Aku rasa kamu paling tahu kenapa aku suka memaksa sayang, karena kamu tampak menyukainya!" sahut Hendra lagi dengan seringai di ujung bibirnya. "Lepas! jika mas berani melakukan itu padaku dengan paksaan, maka aku akan menuntut mas! aku tidak peduli," sahut Diana lagi. "Terserah! berikan luka yang makin dalam dan parah pada kedua putri kita. Aku rasa hanya sebuah tuntutan saja tidak akan membuat mereka makin down dan menggila!" Sahut Hendra lagi yang kian menakutkan suaranya. Diana hanya bisa terdiam saat itu untuk sesaat ketika mendengar ucap jawaban suaminya tersebut karena memang pertengkaran sekecil apapun antara ia dan juga Hendra pasti akan memicu konflik batin di dalam hati kedua putrinya di mana Diana sudah tahu saat itu jika hati kedua Putrinya sudah terluka dan mungkin sebuah tuntutan Diana yang akan ia layangkan untuk Hendra pasti akan menyayat luka dalam hati kedua putrinya, namun Diana tidak tahu harus mengancam suaminya itu dengan cara apalagi karena memang Diana benar-benar tidak mengerti apa yang Hendra akan melakukan saat itu karena Hendra juga seperti biasa tidak mengatakan apapun kepadanya. Diana tidak tahu jika Hendra berniat akan menceritakan semuanya kepada Diana ketika ia tenang nanti karena saat itu yang Hendra rasakan sudah seperti terbakar oleh amarah yang ditambah keinginan yang sudah memuncak dan seolah seperti sebuah Gunung yang sudah akan memuncarkan kawah panasnya. "Lepaskan aku mas... biarkan malam ini aku bersiap, jangan memaksaku! ini sungguh bukan gayamu mas!" ucap Diana lagi yang lalu merengek seperti seorang anak kecil yang tengah meminta sesuatu pada kedua orang tuanya. "Kenapa? takut? khawatir? hemz," sahut Hendra lagi yang sudah kian menekuk kedua kaki Diana dengan kedua tangan yang sudah mengangkat naik rok selutut yang saat itu Diana kenakan hingga rok tersebut kian naik dan menampakkan kedua kulit paha mulus wanita itu di sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN