Btari segera menemui Teo dan menyerahkan naskah itu. Semua kata-kata yang ingin ia ucapkan sebagai tanda berpamitan pun buyar! Tidak ingin bicara apapun, hanya ingin pergi secepat mungkin.
“Ini naskahnya. Saya pergi dulu,” Btari langsung berbalik tanpa memberikan kesempatan pada Teo untuk berbicara sepatah katapun.
Btari segera turun ke lantai lobi. Ia berdiri di dekat lounge sambil membuka ponselnya untuk memesan taksi online. Tapi konsentrasinya sedikit terganggu melihat perempuan mengenakan rok super mini yang berdiri tak jauh darinya Awalnya ia bingung itu siapa, karena wajahnya tertutupi masker dan topi. Tapi, melihat pakaiannya, Btari menyadari kalau itu Dayana.
Ia mengingat pakaian yang Dayana kenakan tadi. Selain itu tinggi badan dan proporsi tubuhnya menunjukkan tubuh seorang model. Tinggi semampai dengan kulit mulus yang terlihat bersinar.
Btari sedikit mencuri dengar apa yang Dayana ucapkan, “Awasi terus apartemennya! Ambil foto yang lebih jelas. Perempuan itu harus tahu untuk tidak menganggap remeh seorang Dayana.”
Sepertinya Dayana sedang mengawasi seseorang. Hmm.. Dari penampilannya yang terlihat dingin, namun sepertinya Dayana orang yang emosional.
***
Genta kembali ke lokasi syuting. Teo terlihat bingung melihat ekspresinya yang terlihat marah, “Kenapa?” Genta hanya menggeleng.
“Sepertinya soal Dayana ya? Tadi aku lihat dia datang ke sini, mencarimu. Kru bilang jadwal syuting Dayana hari ini. Dia jadi cameo, dan nanti scene-nya bersama Ishana. Aku sedikit khawatir. Apa yang akan terjadi?” Teo berbicara panjang lebar.
“Ya ini soal Dayana. Dia.. Dia mulai gila!! Aku pikir, dia akan jadi perempuan psycho kalau berani mengacaukan drama ini!” Genta geleng-geleng kepala, “Dia sudah kehilangan akal. Bahkan mengancam akan merusak image Ishana dan menyebutnya sebagai orang ketiga.”
“Perempuan seperti itu, kamu harus hati-hati,” Teo mulai khawatir. “Itulah sebabnya aku mengakhiri hubungan. Tapi, Dayana tidak mau menerimanya,” Genta merasa kesal.
“Secepatnya kamu harus ambil sikap. Ini akan gawat kalau terus berlanjut,” Teo semakin khawatir. Apalagi dengan adanya ancaman-ancaman dari Dayana untuk merusak image Ishana. Bagaimanapun seorang selebritis sangat tergantung pada image-nya di mata masyarakat. Sekali image itu terpengaruh negatif, akan sulit untuk mengembalikannya.
Sekarang Dayana menyerang Ishana, tidak tertutup kemungkinan kedepannya dia akan menyerang Genta. Teo mencemaskan soal itu. Dayana, bisa dibilang, sangat emosional.
“Oh iya, ini naskah episode terbaru,” Teo menyerahkan tas jinjing berwarna hitam itu pada Genta. “Ok. Thanks. Perempuan itu tadi ke sini?” Genta melirik ke arah Teo.
“Siapa? Asisten Taqi?” Teo memastikan. “Iya, siapa lagi?” Genta membuka-buka naskah yang ada di tangannya. “Iya, dia mengantarkan ke sini, tapi langsung pergi lagi. Kenapa?” Teo ingin tahu alasan Genta bertanya.
“Mmm… Tidak apa-apa..” Genta terus menatap naskah itu. “Kamu harus meminta maaf padanya. Sikapmu yang tidak menyenangkan bisa menghalangi karirmu kedepan. Aku mendengar kalau Taqi sedang menyusun naskah film. Peran utama film itu harus kamu dapatkan. Jangan sampai kelakukanmu pada asistennya jadi ganjalan kedepan,” Teo menasihati Genta.
“Soal meminta maaf, itu tidak ada dalam kamusku. Lain kali!” Genta terus membuka-buka naskah itu. Ia tahu kalau Teo benar, dan ini bukan semata soal karirnya, tapi Genta memang merasa bersalah bersikap agak kasar pada perempuan itu. Hanya saja, harga dirinya jauh lebih penting. Meminta maaf dan menelan ludah sendiri, rasanya itu dua hal yang memberatkannya.
***
Ishana akan mulai syuting dengan Dayana. Scene itu pendek, karena Dayana hanya sebagai cameo saja. Namun, Ishana mempersiapkan dirinya. Ia tahu banyak orang membicarakan kalau Dayana adalah kekasih Genta.
Dan, Ishana tidak peduli itu. Masa lalu ya masa lalu. Dayana hanyalah masa lalu Genta. Masa sekarang beda lagi. Roda hidup terus berputar.
Semua kru sudah bersiap. Ishana melihat dari kejauhan kalau Dayana menatapnya tidak suka. Tapi, ia memasang poker face. Ia tidak ingin merespon apapun itu sikap Dayana.
Sutradara Abhi mempersilahkan semua aktor dan aktris bersiap di set. Tak lama ia mendengarnya, “Action!” Ishana pun mulai berakting dan melupakan segala pikirannya soal Dayana.
Semua berjalan sesuai skenario, dan, “Cut!” Sutradara Abhi terlihat puas dengan adegan barusan.
Ishana memutuskan tidak berlama-lama diam di lokasi, ia bergegas menuju ruang gantinya, menjauh dari Dayana.
Setibanya di ruang ganti, ia mencuci mukanya dan mengganti pakaiannya. Syuting berikutnya sekitar dua jam lagi. Ishana memutuskan diam di ruang ganti dan kembali melatih dialognya.
Sampai ketukan di pintu menyadarkannya. Ishana menatap ke arah pintu, “Ya, masuk.” Ternyata Dayana.
“Ada yang bisa saya bantu?” Ishana sedikit kaget melihat Dayana berani mendatanginya. Dayana menutup pintu dan tiba-tiba saja mendorong dan menjambaknya.
“Aku tidak suka melihatmu! Kamu yang katanya aktris baik-baik, tapi kenapa menjadi orang ketiga???” Dayana menimpa tubuhnya yang terjatuh.
Ishana mencoba melawan dan merasakan rok pendeknya yang sedikit ketat sobek. Kemejanya pun rusak. Ia akhirnya mencoba bangkit dan berhasil. Tubuhnya mendorong Dayana hingga terjatuh. Ia balas menimpa tubuh Dayana dan menjambak rambutnya.
“Apa yang kamu lakukan? Kamu dan Genta sudah berakhir! Jangan ganggu aku!” Ishana berdiri dan menarik nafas panjang. Ia tidak menyangka apa yang Dayana lakukan padanya. Untungnya ini di ruang tertutup, apa yang akan orang pikirkan kalau ini terjadi di tempat umum.
“Aku minta kamu keluar!” Ishana bicara tertahan. Ia tidak mau orang-orang mendengarnya. Dayana terengah-engah berdiri, lalu merapihkan pakaiannya.
“Ini peringatan pertama dariku! Jangan lagi berani menyentuh Genta!” Dayana pun keluar dari ruangannya.
Ishana menggertakkan giginya. Apa yang dipikirkan perempuan itu? Kurangajar! Ishana menelepon Genta.
Genta, “Ya..”
Ishana, “Apa kamu masih di lokasi syuting?”
Genta, “Ya. Ada apa?”
Ishana, “Apa bisa ke ruang gantiku? Tolong diam-diam.”
Genta, “Ok.”
Tak berapa lama, ruang gantinya ada yang mengetuk. “Masuk,” Ishana mencoba merapikan bajunya. Genta masuk ke ruangan itu.
“Kunci pintunya!” Ishana meminta Genta menguncinya. Genta pun menurut dan berbalik memutar kunci pintu.
Genta menatap Ishana, “Apa yang terjadi pada bajumu? Ada apa?” Ishana tiba-tiba menciumnya dan menyentuh tubuhnya tak terkendali.
“Bilang kalau kamu tidak ada apa-apa dengan Dayana..” Ishana mengerang pelan di telinganya. “Aku dan dia sudah berakhir..” Genta mendesah. Hasratnya timbul karena ciuman Ishana barusan.
“Sentuh aku Genta!” Ishana merintih tak tertahankan lagi. Genta melihat kemeja Ishana yang kancingnya terlepas di beberapa bagian. Ia langsung menarik kemeja itu hingga semua kancingnya terlepas.
Tangannya mengusap-ngusap kedua aset indah Ishana. Lalu jari jemarinya mulai mengangkat rok pendeknya sehingga memperlihatkan paha mulusnya.
“Aahhh.. Genta,” Ishana membuka kakinya. Ia merasakan jari Genta memasuki area sensitifnya. “Ishana, kamu basah..” Genta semakin terangsang. “Aku mau kamu Genta!” Ishana tidak sanggup menahan gairahnya.
Genta merasakan Ishana membuka kancing kemejanya satu persatu dan melepas ikat pinggangnya. Ahh.. Damn! Ishana..
***
Malam itu, semua tim Taqi Saskara berkumpul di sebuah rumah makan untuk merayakan keberhasilan Btari lolos program beasiswa dan melanjutkan pendidikannya.
“Aku sedih sekali kamu pergi..” Septha merangkulnya. “Singapura dekat, kamu bisa berkunjung kapan saja ok?” Btari ikut merangkulnya.
“Iya tentu saja.. Semoga kamu sukses, dan saat kamu sukses, jangan lupakan aku!” Septha berkaca-kaca. “Tentu saja tidak.. Septha.. Kamu sahabatku! Teman rumpiku..” Btari ikut merasa kehilangan.
Suasana restoran terasa menyenangkan. Besok ia akan berangkat ke Singapura dan memulai hidup barunya.
Btari merasa hidupnya bersemangat!
***
Pagi itu, bel rumah berbunyi. Genta bergerak menuju pagar, sepertinya naskah terbaru.
Hari ini Teo belum datang. Ada pertemuan di kantor agency, dan Genta terlalu malas untuk melakukan apapun. Ia sedang berlatih membaca dialognya untuk episode terbaru yang akan syuting besok.
Genta bergerak membukakan pagar, tapi bukan perempuan itu yang ada di luar pagar. Namun seorang laki-laki, entah siapa.
“Pagi, saya Radhika, asisten Taqi Saskara yang baru. Saya mau menyerahkan naskah terbaru untuk Mas Genta,” Dhika menyerahkan tas jinjing itu pada Genta.
Genta dengan bingung menerima tas jinjing itu. Pikirannya melayang, kemana perempuan itu?
Ia hendak menutup pagar, tapi rasa ingin tahu membuatnya bertanya pada lelaki itu, “Kemana yang biasanya antar ke sini? Perempuan.. Saya lupa namanya.”
“Oh, saya kurang tahu. Maafkan saya, tapi saya masih baru,” Dhika dengan gugup menjawabnya.
Genta mengangguk, “Ok, terima kasih.” Ia bergerak menuju ruang tengah. Menyimpan tas itu di atas meja, lalu mengambil naskah yang ada di dalamnya. Tangannya secara reflek meraba bagian dalam tas mencari susuvanila yang biasanya ada bersama dengan naskah.
Tapi, tidak ada…
Kenapa aku reflek mencarinya?
Genta duduk di sofa. Hmm.. Kenapa aku memikirkannya? Ah, Genta mencoba melupakannya dan membuka-buka naskah terbaru.
Tapi pikirannya tidak bisa fokus. Ia tidak enak hati. Apa perempuan itu tidak lagi datang mengantarkan naskah karena ucapannya? Atau karena memang perempuan itu sudah tidak lagi ditugaskan mengantar naskah ke sini?
Berjuta tanya memenuhi benak Genta. Ia heran dengan dirinya sendiri. Untuk apa memedulikan perempuan itu? Ada atau tidak ada, tidak ada pengaruhnya bukan?
Genta memutuskan untuk memberi makan dulu kedua kucing kecilnya. Saat ia muncul, kedua kucing kecilnya terlihat langsung menghampiri seperti kelaparan. Genta melihat kalau tidak ada makanan ataupun minuman di dalam wadah yang tersedia.
Ia sedikit heran melihatnya. Sudah beberapa waktu ini, setiap kali Genta hendak memberi makan atau minum, di dalam wadahnya ternyata sudah ada makanan dan minuman. Namun, pagi ini, kosong. Hal itu yang membuatnya heran.
Kenapa wadah makanan dan minuman ini kosong? Kenapa orang baik yang ikut merawat kucingnya tidak lagi mengisi wadahnya?
***