BAYANGAN MASA LALU

1013 Kata
Genta melamun, bisa dibilang ia hilang kesadaran sesaat seperti terkena serangan jantung. Membaca namanya, seakan mengembalikan memori dua tahun lalu. Pikirannya melayang pada saat asisten Taqi yang mengantarkan naskah menghilang dan digantikan orang lain. Ia terganggu! Kehadiran perempuan itu mengganggunya, tapi saat tidak hadir juga mengganggunya. Apa yang terjadi padanya? Genta berpikir dan berpikir, hingga suatu hari, ia mengesampingkan egonya dan bertanya pada Teo soal asisten Taqi itu. Genta mempertanyakan kemana perempuan itu… Ia teringat reaksi Teo yang mengerutkan keningnya dan menatapnya heran sambil ingin tahu, “Kenapa kamu bertanya?” Genta tidak menjawabnya, ia hanya menggelengkan kepalanya. “Kalau kamu mau meminta maaf, sudah terlambat. Aku tidak tahu, tapi dia berpamitan padaku melalui pesan,” Teo memperlihatkan pesan asisten Taqi padanya. Genta membacanya, tertulis nama BTARI sebagai pengirim pesan. Ia baru menyadari kalau itu nama asisten Taqi. Genta membaca pesan itu. Mas Teo, terima kasih banyak kerjasamanya selama ini. Maafkan saya kalau ada kesalahan. Saya pamit. Perempuan itu menghilang kemana? Saat itu, diam-diam Genta mencatat nomornya dan menyimpannya di ponselnya. Dan kini, perempuan itu kembali? Penulis skenario ini apa orang yang sama bukan? Nama depannya sama. Genta penasaran. Ia tak sabar menunggu pertemuan dengan tim drama ini. Dengan bulat, ia memutuskan untuk menerima peran ini! *** Ishana terdiam di tempat tidur. Suaminya sedang ada business trip dan akan kembali dua hari lagi. Sepi rasanya diam sendiri di rumah besar itu. Memang ada pelayan yang membantunya, tapi ia tidak bisa bicara hal pribadi apapun pada mereka. Ia tak bisa tidur, tubuhnya berguling dari kiri ke kanan tidak jelas. Aidan lelaki baik yang menyayanginya. Dan, ia tahu kalau Aidan pilihan yang tepat. Hanya saja, kenapa pikirannya selalu mengingat Genta? Hubungannya dengan Aidan berjalan baik, tapi memang tidak penuh gairahh seperti hubungannya dulu dengan Genta. Baginya, Genta lelaki terbaik di atas ranjang. Tidak ada yang bisa mengalahkannya. Dan tidak juga Aidan. Bahkan ada satu waktu, saat Ishana dan Aidan berhubungan badan, pikirannya mengingat Genta dan berhasil mencapai puncak dengan hebat. Aidan tidak tahu itu. Bayangan masa lalu kembali di benaknya. Tiba-tiba saja Genta mengakhiri hubungan mereka. Genta tidak lagi tergoda dengan segala rayuannya. Hubungan mereka yang panas hilang begitu saja. Apa yang terjadi? Ishana tidak pernah memahami itu. Ia tahu, kalau Genta tiba-tiba saja pergi keliling Eropa tanpa siapapun dan memutuskan pergi sendiri. Beberapa kali ia mencoba menghubungi Genta, tapi kadang dibalas kadang tidak. Bahkan, Genta tidak peduli saat ia memberi tahunya kalau akan menikah. Aidan dengan gencar terus menerus mendekatinya. Hingga akhirnya Ishana menerimanya dan memutuskan kalau ia harus melupakan Genta. Pernikahan ini sebetulnya jadi upaya dirinya untuk move on dari Genta. Ternyata pernikahannya dengan Aidan tak mampu membuatnya melupakan Genta. Ishana memejamkan mata, membayangkan sentuhan Genta di tubuhnya. Apa hari-harinya akan seperti ini? Ada Aidan di sisinya, tapi pikirannya mengingat Genta? Bagaimana cara melupakannya? *** Btari merasa semangat sekali, Hari ini ia rapat dengan Sutradara Aliando Bakhtiar, Produser Diajeng Asmita, dan Taqi Saskara. Mereka rapat di rumah produksi BIANTARA PICTURES, salah satu rumah produksi terbesar di tanah air. Ini jadi kebanggan sendiri, ternyata drama ini akan melibatkan banyak pihak dengan nama besar. Tak sabar rasanya. Btari melangkah ke ruang rapat di lantai 5 itu. Belum ada siapa-siapa di ruangan itu. Tapi, ini bagus, ia harus jadi yang pertama datang. Ia paling junior dari semua tim inti yang terlibat. Namanya belum ada yang mengenal. Hanya komunitas terbatas yang mungkin tahu namanya. Tak lama, Produser Diajeng Asmita masuk. Btari mengetahui sosoknya, meski masih muda tapi Diajeng termasuk produser berpengalaman. Dan satu hal yang membuatnya bangga, Diajeng adalah perempuan. Hebat sekali! “Hai, saya Btari,” Btari menyapanya. “Hai, saya tahu.. Selamat berjuang Btari! Naskahmu menarik sekali. Taqi cerita kalau ide awal cerita dari dirimu dan ia mengembangkan naskahnya,” Diajeng dengan ramah menyambutnya. “Mas Taqi terlalu merendah, tidak seperti itu. Ini kerja tim.. Mas Taqi mentor saya terbaik..” Btari bercerita. “Tidak tidak, jangan merendah. Industri ini kejam. Bahkan, kalau boleh aku cerita, tidak ramah perempuan. Kadang perempuan masih dipandang sebelah mata. Seperti aku, produser perempuan itu masih sangat langka, jadi untuk bisa mengajak sutradara sekelas Aliando Bakhtiar dan penulis skenario Taqi Saskara prosesnya tidak mudah,” Diajeng mengungkapkan pemikirannya, “Jadi, mewakili para perempuan dengan profesi seperti kita di industri hiburan, kamu harus percaya diri.” “Maju terus perempuan Indonesia!” Diajeng berapi-api. Btari tertawa, senang sekali bisa mengenal Diajeng yang ternyata ramah. Kemudian pintu terbuka, sosok Aliando Bakhtiar memasuki ruangan diikuti mas Taqi. Btari menyapa Aliando terlebih dahulu, “Perkenalkan saya Btari.” Aliando tersenyum dan menyalaminya, “Panggil aku Ali.. Jangan canggung soal umur. Kita tidak beda jauh bukan?” Taqi tertawa, “Btari, dia usianya mungkin 10 tahun lebih tua darimu, jadi tentu saja beda jauh.” Btari dan Diajeng ikut tertawa. Senang sekali rasanya, tim ini sepertinya menyenangkan! “Ok, kita mulai saja,” Diajeng membuka rapat itu, “Saya perlu melaporkan, untuk pendanaan, semua sudah approval menjadi tanggungan BIANTARA PICTURES. Namun, kita juga tentu akan menawarkan kerjasama komersial dengan investor atau pengiklan. Jadi harap buka peluang untuk adanya indirect commercial sebagai bagian dari naskah cerita.” “Goal-nya, 300% return. Strategi promosi dan kampanye akan kita jalankan segera setelah kasting pemain 100% selesai,” Diajeng menatap Aliando. “Ok. Nanti kita bahas soal casting. Tapi, mengenai naskah, aku minta ada beberapa revisi,” Aliando mulai bicara. “Pertama soal tokoh utama perempuan, dia disewa tokoh utama laki-laki untuk balas dendam bukan? Nah, perempuan ini akhirnya menerima permintaan lelaki itu karena alasan financial. Jadi, dalam bayangan saya, perempuan ini harus terlihat kuat. Ada beberapa dialog yang terlihat lemah dan itu harus kita sesuaikan,” Aliando mengemukakan pemikirannya. “Ok, ini jadi catatan,” Taqi meresponnya. “Lalu, untuk tokoh utama laki-laki mungkin kita buat sedikit lebih garang dan maskulin. Jadi bukan perlente, bagaimana?” Aliando menatap Taqi dan Btari bergantian. Taqi kembali mengangguk. Btari menyimak dan mencatatnya di buku agendanya. “Untuk kasting pemeran pemain, ini usulan saya,” Aliando menyodorkan daftar kasting di tangannya, “Ada semua di daftar..” Btari sekilas melihat daftar itu, calon pemeran utama laki-laki : Gentala Tyaga Magani. Oh tidak!!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN