TIDAK SUKA

1050 Kata
Btari tak bisa tidur… Bayangan Genta menatapnya dengan lembut, lalu dialog-dialog itu. Ah, Ishana sungguh beruntung bisa beradu peran dengan Genta. Ia terus saja berguling-guling di atas tempat tidur. Dan tetap tidak bisa tidur. Antara ingin waktu cepat berlalu tapi juga ingin tidak berakhir. Serba tidak jelas. Btari berharap dua minggu ini cepat berakhir sehingga tidak lagi harus “menyiksa” diri dengan menerima “perhatian” Genta melalui dialog-dialog itu. Tapi juga tidak ingin kehilangan kesempatan untuk dekat dengannya. Bingung! Genta juga sepertinya tidak ada hati padanya. Btari sempat mencuri dengar percakapan Genta dan Teo yang membahas soal Ishana. Apakah Genta ada hubungan khusus dengan Ishana? Kalau iya, tidak akan ada kesempatan untuknya. Btari versus Ishana? Hanya lelaki tidak normal yang akan memilihnya. Aahhh!!! Kenapa menyukai seseorang bisa membuatnya tersiksa?! Banyak pikiran berseliweran dan membuatnya tak bisa tidur. Btari beranjak membuka lemari es dan meminum susuvanila kesukaannya. Ahh segar!! Sekarang waktunya tidur! Semangat.. *** Dua minggu berlalu… Akhirnya, syuting drama pun dimulai. Genta berangkat ke Malang selama seminggu, begitu juga Taqi. Btari sedikit lega meski hatinya merindukan Genta. Tapi ini yang terbaik. Selama dua minggu berlatih dialog bersama Genta, tidak terlihat ada sikap yang berbeda darinya. Hanya seperti biasa saja. Genta selalu bersikap cool dan tidak peduli. Entahlah, apa yang harus ia lakukan? Bertahan atau menyerah? Rasa kangen yang melanda, membuatnya secara iseng mendatangi rumah Genta. Hanya sekedar melintas. Setibanya di depan rumah Genta, Btari hanya melamun. Tak jauh dari rumahnya, ada sebuah mini market. Btari melangkah masuk ke mini market tersebut membeli sebotol susuvanila, dan duduk di teras mini market memandang rumah Genta dari kejauhan. Tiba-tiba ia tersadar suatu hal.. Genta pergi, bagaimana dengan kucing-kucing itu? Siapa yang akan memberinya makanan? Btari berdiri dan kembali masuk ke dalam mini market untuk membeli susuvanilla dan makanan kucing. Ia bergerak menuju lorong di sebelah rumah Genta. Kedua anak kucing itu duduk diam tidak bergerak. Btari menuangkan s**u dan makanan kucing di tempat yang tersedia. Betapa gemasnya melihat kedua anak kucing itu saling berebut makanan dan minuman yang tersedia. Ia diam di tempat sampai kedua kucing itu selesai makan. Btari memutuskan, selama satu minggu Genta pergi, ia akan memberi makan dan minum kedua kucing itu. *** Di lokasi syuting.. Genta menatap Teo ragu. Teo balas menatapnya, “Kenapa?” Genta menarik nafas, “Perempuan itu. Aku tidak lagi mau latihan dialog dengannya.” Teo mengerutkan keningnya, “Kenapa? Rasanya dia baik-baik saja bukan?” Genta menggelengkan kepalanya, “Aku tidak suka. Matanya.. Matanya menggangguku! Aku tahu dia ada hati padaku, itu mengusikku.” “Serius kamu merasakannya? Aku tahu dari awal kalau perempuan itu menyukaimu. Jangan biarkan itu mengusikmu,” Teo tertawa. “Aku melihatnya, meski dia ada hati, tapi sepertinya dia perempuan yang lurus-lurus saja. Dia tidak pernah terlihat histeris saat bertemu denganmu.” “Awalnya aku juga berpikir seperti itu.. Tapi.. Tatapannya beda. Kamu tahu anak kucing kecil yang meminta perhatian? Seperti itu tatapannya. Aku tidak suka melihat tatapan matanya. Aku terganggu. Tidak suka ya tidak suka..” Genta mengeluarkan isi hatinya. Teo tersenyum, “Ok bro.. Aku hanya bicara untuk dua minggu, jadi kedepannya, dia tidak lagi datang untuk berlatih denganmu.” “Ternyata, tidak ada perempuan yang lolos dari pesonamu! Luar biasa!” Teo lagi-lagi tertawa. Tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu ruang tunggu itu. Teo memintanya masuk, “Ya, masuk.” Ternyata Ishana, “Hai!” Genta menatap ke arahnya dan membalas sapaan Ishana, “Hai..” “Kita berlatih dialog, bagaimana?” Ishana dengan cueknya duduk di sebelah Genta, “Sebentar lagi kita akan syuting scene 3, bagaimana menurutmu?” Genta mengangguk, lalu membuka naskah di tangannya. Scene 3 itu saat memunculkan kedua tokoh utama adu argumentasi. “Aku keluar, silahkan kalian berlatih,” Teo melangkah keluar ruang tunggu dan menutup pintunya. “Kita berdiri,” Genta berdiri dari duduknya. Keduanya sudah mengenakan wardrobe sesuai tokoh yang mereka perankan. Genta memperhatikan Ishana mengenakan celana jeans dan kemeja berwarna biru yang membuatnya terlihat menawan. Bagian atas kemejanya sedikit terbuka memperlihatkan belahan d**a Ishana yang indah. Tiba-tiba saja, Genta menginginkan untuk menyentuhnya.. Ahh. Tapi, ia mencoba menghilangkan pikiran itu. Ia konsentrasi pada naskah di hadapannya. Ishana mendekat dan memulai dialognya, “Kalau kamu mau membantuku, ikuti caraku!” Genta membalasnya dan menatap Ishana tajam, “Jangan mengaturku!” Ishana diam dan balas menatapnya, tapi tidak ada dialog yang terucap, Ishana dengan cepat menerjang tubuhnya dan menciumnya. Genta merasakan tubuhnya langsung panas. Sentuhan Ishana seperti menekan satu tombol gairahh di dirinya. Dari ujung rambut hingga ujung kaki tubuhnya berdesir. Ia membalas ciuman Ishana. Bahkan dengan berani, perempuan ini meremas bokongnya. Genta tak tahan lagi, ia membuka kancing kemeja Ishana hingga terbuka. Ia menyingkapkannya, tangannya membelai pelan apa yang tertutup kemeja itu. Buahdada milik Ishana yang bulat dan besar seperti meminta untuk disentuh. Genta mendengar rintihan Ishana yang ia tahu begitu menginginkannya. “Kamu menginginkanku?” Genta mendesah di telinga Ishana. “Iya Genta.. Sangat..” Ishana menggigit telinganya. Genta menurunkan bra itu, sehingga kedua bukit kembar itu tersingkap tanpa penutup. Tangannya memilin kedua putingpayudara Ishana yang menonjol. Ia mulai menjilati keduanya. Ishana terus menerus meliukkan tubuhnya merasakan kenikmatan yang Genta lakukan. Sampai terdengar ada ketukan di pintu. Baik Genta dan Ishana menghentikan aktivitas mereka. Ishana berlari ke kamar mandi yang ada di ruang tunggu itu untuk memperbaiki pakaiannya. “Masuk,” Genta mencoba tenang. Ternyata salah seorang kru drama, “Mau mengingatkan, 5 menit lagi mulai pengambilan gambar.” Genta mengangguk, “Ok.” Ia bergerak ke kamar mandi dan melihat Ishana sedang merapihkan pakaiannya. Genta dengan berani kembali menyentuh buahdada Ishana. Ia meremasnya tak beraturan. Ia tahu Ishana akan menyukai apa yang ia lakukan.. “A-apa yang kamu lakukan? Genta lima menit lagi..” Ishana mencoba meronta. Tapi Ishana tidak kuasa menahan gejolak gairahnya. Genta kembali mencium kedua aset indah itu dan membasahinya berulang kali. Hingga akhirnya Ishana merasakan kenikmatan yang hanya Genta bisa lakukan. “Kita terlambat, tapi kamu menyukainya bukan?” Genta memperhatikan Ishana yang berusaha memperbaiki bra dan kemejanya. Ishana tidak menjawabnya, ia hanya mengecup pelan bibir Genta, “Kamu bisa merasakannya bukan? Aku suka atau tidak?” Tangan Ishana membersihkan sisa-sisa lipstik yang melekat di wajah Genta, “Aku menginginkanmu. Sentuh aku sesukamu...” Setelahnya, Ishana melangkah pergi dari ruangan itu. Genta hanya tersenyum.. Ia tahu, Ishana tak akan bisa menolak pesonanya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN