Tante Sari

1068 Kata
Aku merasa hari-hari berikutnya Ayas lebih memperhatikanku. Dari sikap kakunya pelan-pelan ia bisa menjadi luwes untukku. Mungkin tidak bisa dibilang sepenuhnya luwes. Aku dan Ayas masih tidur di kamar yang berbeda, Ayas bilang dia hanya mau satu kamar denganku jika aku sudah benar-benar siap menerimanya. Dan aku belum memutuskan apa-apa terkait hal itu. Hari-hari berganti dengan cepat, aku sudah bis berjalan. Sudah mulai terbiasa dengan ingatan yang nyatanya belum juga pulih seluruhnya, terutama ingatan tentang Ayas. Aku juga masih memanggilnya Bung. Aji yang membantu proses aku untuk sembuh dari kelumpuhan, dia bilang progresku cukup cepat. Hanya saja setiap kali kutanyakan tentang Seno dia tak pernah menjawab lagi. Hari ini aku ingin benar-benar ingin tahu apa yang terjadi di masa lalu, kurasa Seno adalah orang yang tepat untuk aku bertanya kenapa dulu aku sampai memutuskan untuk menikah dengan Ayas? Jangan salahkan jika aku mencari tahu dari mantan karena memang Ayas tak pernah mau menjelaskan. Tanpa bilang pada Mamah dan juga tentunya menyembunyikan hal ini dari Ayas, aku menaiki taksi jurusan Kelapa Gading dan mulai menyusuri jalanan menuju ke sebuah komplek. Supir taksi menurunkan aku di gerbang komplek dan setelah membayar ongkos aku berjalan kaki melewati jalanan batako menuju sebuah rumah. Rumah yang berbaris di bagian tengah dan letaknya tak terlalu berhimpitan dengan rumah yang lain. Terasnya lumayan luas dan di sana masih ada beraneka macam bunga warna-warni. Dulu aku begitu akrab dengan teras dan rumah itu, ya aku ingat semua hal tentang Seno ketika kami masih menjalani hubungan tapi tidak ingat saat akhirnya hubunganku dengannya usai. Miris bukan? Aku mengenal Tante Sari sebagai Single parent yang hebat, dia mampu mengembangkan bisnis kecil menjadi bisnis yang menggurita dan banyak cabangnya. Tak heran Aji sekarang jadi dokter dan Seno ... Ah aku tidak tahu Seno sekarang jadi apa, karena aku hanya ingat masa-masa kuliah saja bersamanya. Oh ya satu hal lagi, Tante Sari adalah perempuan yang sangat ramah. Aku sudah begitu akrab dengannya dan pernah terbiasa memangil Mama sejak aku dan Seno pacaran. Rumah ini ternyata masih belum berubah sedikit pun, masih banyak tanaman bunga hanya warna cat temboknya saja yang kini berbeda. Oh ya satu lagi di teras yang cukup luas itu ternyata kini ada ayunan. Rumah ini terlihat sepi tapi aku berharap di dalam sana ada orang yang mau membukakan pintu. Apa kabar Tante Sari sekarang? tanyaku dalam benak. Pelan tapi pasti langkahku sudah memasuki halaman rumah. Berdiri cukup lama di depan pintu sebelum akhirnya memutuskan untuk mengetuk pintu itu berulang-ulang. "Assalamualaikum," ucapku. Beberapa detik yang berbeda dan bekum ada suara yang menjawab dari dalam rumah. Aku mulai ragu apakah di dalam rumah tidak ada orang? Aku kembali mencoba mengetuk pintu. Lima menit berlalu dan akhirnya bisa kudengar suara sahutan seseorang dari dalam. "Siapa?" tanyanya sambil membuka pintu dan kini perempuan dengan rambut dicepol rapih itu berdiri berhadapan denganku. Wajahnya tertegun melihatku, untuk beberapa detik kami saling bertatapan sebelum akhirnya aku meraih lengannya dan mencium punggung tangannya. "Apa kabar Tante Sari?" sapaku dengan senyum yang terus mengembang. "Alhamdulillah baik. Tante gak salah lihat kan? Kamu Keyra?" Tante Sari menatapku lekat. "Iya Tante." "Ya Allah ... Kangen sekali Tante sama kamu." Perempuan itu meraih bahuku dan mendekap erat. Kami saling berpelukan dan masih kurasakan bahwa sikap Tante Sari masih tak berubah seperti dulu. "Ayo masuk, Key." Tante Sari memelas pelukan dan menggandeng lenganku masuk ke dalam. Ruangan tamu yang juga tak berubah, masih dengan sofa beludru berwarna biru tua dan masih dengan bunga hidup di meja yang menguraikan wangi yang lembut. Lavender, iya dari dulu Tante Sari suka sekali menempatkan bunga lavender di meja ruang tamu. "Kamu tunggu di sini ya, Tante buatkan minum dulu." "Gak usah repot-repot Tante." "Nggak Sayang, Tante nggak merasa direpotkan sama sekali. Tunggu ya," ucapnya dengan senyum ramah kemudian ia berlalu. Aku masih mengamati ruangan ini, masih tertempel di dinding foto bersama Tante Sari dengan kedua putranya itu. Tatapanku lebih fokus ke foto Seno, dia lelaki baik dan bisa menjagaku selama pacaran. Selain itu dia juga sopan, jadi bagaimana mungkin aku tega meninggalkannya demi Ayas? Lelaki yang jelas-jelas asing bagiku. Rumah ini terlihat sepi, apa hanya ada Tante Sari? Ini hari Jumat dan masih jam sembilan, harusnya Aji juga belum berangkat tugas. Sedangkan Seno aku tidak tahu apakah dia ada di sini atau tidak. Tante Sari datang membawakan nampan berisi teh hangat dan juga setoples kue kering, diletakkannya teh dan setoples kue itu di meja dan mempersilahkan aku untuk mencicipinya. "Key kabarmu gimana?" Pertanyaan pertama yang Tante Sari lontarkan padaku. "Baik Tante." "Gak nyangka kita masih bisa bertemu," ungkapnya. "Maaf Tante kalo kedatanganku ke sini mengganggu Tante." Perempuan itu menggeleng. "Tidak Key, sama sekali tidak menggangu. Tante senang kamu masih mau berkunjung ke sini." "Tapi semuanya sudah tidak seperti dulu lagi kan Tante? Aku sudah menikah dan meninggalkan Seno. Maaf Tante karena aku telah menyakiti Seno," tuturku tanpa ragu. Tante Sari terdiam sejenak, namun kemudian dia kembali bersikap seperti biasa, ramah dan apa adanya. "Sudah takdir Key, gak apa-apa meskipun kamu tidak berjodoh dengan Seno tapi kamu tetap Tante anggap seperti anak sendiri. Bukan kah kita dulu begitu dekat, Sayang? Sering menghabiskan waktu bersama dan sering juga jalan-jalan bareng Tante ke pasar. Kamu masih ingat?" Tante Sari berkata dengan antusias. Aku lega karena ternyata Tante Sari sangat bijak memandang semuanya dari segala sisi. "Ya Key masih ingat Tante, Tante yang ajarin Key masak pecak bandeng dan juga sayur asem. Hanya saja ingatan Key sudah hilang separuhnya. Ket bahkan tak ingat kenapa dulu Key memutuskan Seno dan memilih menikah dengan lelaki asing yang bahkan tak dikenal sama sekali. Tolong Tante, bantu Key untuk mengingat semuanya." Mendengar penuturanku Tante Sari menutup mulutnya dengan ekspresi terkejut. "Apa yang terjadi dengan kamu, Key?" "Kata dokter aku mengalami amnesia hingga separuh ingatanku hilang. Aku kesulitan mengingat sebagian memori. Bagian Tante aku sama sekali tak ingat bagaimana hubunganku dengan suami selama dua tahun ini." "Kamu kecelakaan Key?" tanya Tante Sari lagi. "Iya Tante, dan sempat mengalami kelumpuhan. Beruntung sekarang aku sudah bisa jalan dan aku berterima kasih karena Aji telah membantu proses therapiku hingga sembuh." "Aji? Astaga," ucap Tante Sari. "Kenapa Tante?" "Bahkan dia tidak cerita sedikit pun tentang kamu, Key. Harusnya dia kasih tau Tante kalau kamu kecelakaan." "Jangan salahkan Aji Tante, mungkin dia juga punya alasan yang logis kenapa memilih untuk menyembunyikan. Karena Key juga cukup tahu diri bahwa Key hanya masa lalu di kelurga ini." "Tidak Sayang, harusnya tidak seperti itu." Tante Sari mendekat dan ia memelukku lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN