Acara pesta pertunangan yang diadakan saat ini memang tidak formal, hanya sebagai bentuk pengumuman jika Latte telah berstatus sebagai tunangan dari Pangeran Liam. Namun, pesta pertunangan fenomenal itu telah dinantikan oleh penduduk Kekaisaran Deltora dan bisa dipastikan jika apa saja yang terjadi selama pesta akan menjadi perbincangan hangat oleh mereka, para penikmat wicara.
Latte berjalan menepi keluar dari lantai dansa dengan pandangan mengedar. Gadis itu melihat Kaisar bersama dua orang Pangeran yang masih berbincang bersama ayahnya, Duke Shancez. Sedangkan para tamu undangan masih menikmati pesta dan juga tidak sedikit yang berdansa penuh sukacita. Latte yang justru dirundung dukacita memutuskan untuk pergi ke balkon dan menyendiri.
Saat tengah berjalan menuju balkon, seorang wanita tinggi berambut pendek tiba-tiba menabrak bahu Latte. Dia adalah Kelly, sahabat Sofia. "Ah! Maaf. Aku tidak sengaja."
Latte hanya mengangguk tanpa minat sebagai isyarat jika ia baik-baik saja. Kelly yang berdiri di hadapan Latte sejenak menatap lekat sembari membatin, 'Apakah dia berniat kabur di pesta pertunangannya sendiri?'
Latte yang tahu tabiat Kelly sama buruknya seperti Sofia memilih kembali melangkah dan pergi. Namun, Kelly seketika menghentikan jalannya dan menghadang di depan. "Emm ... mengapa kau terburu-buru? Aku hanya ingin mengucapkan selamat atas pesta pertunanganmu dengan Pangeran Iblis, Lady Kuda." Kelly berujar tidak tulus dengan senyuman yang terlihat menyebalkan.
Lady kuda? Itu adalah julukan yang disematkan Kelly dan teman-teman terdekat Sofia lainnya karena aroma kuda dari jubah hijau botol Latte yang selalu dikenakan saat berada di dalam kelas. Padahal, Latte memiliki selusin jubah dengan warna sama dan dicuci setiap hari.
Latte hanya menatap Kelly datar dan memperlihatkan wajah malas, "Terima kasih banyak, b***k Sofia." Senyuman yang tidak kalah menyebalkan terbit di bibir Latte sembari menyebut Kelly sebagai b***k saudari tirinya.
Kelly membeliak geram sebelum akhirnya mendengar seseorang memanggil namanya. Dia adalah Sofia. "Apa yang kau lakukan di sini, Kelly? Kami menunggumu." Sofia menggerutu dan tak lama menyadari keberadaan Latte. Gadis bersurai hitam panjang itu melipat kedua tangan di depan d**a dengan tatapan meremehkan. "Ah, kau bersama pemeran utama kita di pesta ini rupanya."
Kelly tersenyum miring, "Ya, aku sedang mengucapkan selamat atas pesta pertunangannya dengan Pangeran Iblis." Kelly menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum akhirnya berujar lirih, "Aku tidak menyangka jika tunangannya akan datang dengan mengenakan jubah hitam yang menyeramkan. Bukankah mereka berdua sangat serasi? Si kuda juga suka memakai jubah berwarna hijau botol. Mereka bisa bertukar jubah jika sedang bosan."
Terdengar kekehan geli dari mulut Sofia. "Jangan begitu, Kelly! Jangan jahat-jahat kepadanya. Kurasa Pangeran itu hanya sedang menyembunyikan codet di wajah. Tapi kuyakin Latte pasti akan tetap menerima apa adanya karena biar bagaimanapun dia adalah calon suaminya." Sofia tersenyum menyeringai dengan ekor mata tertuju pada Latte, "Bukankah benar begitu, kakakku tersayang?"
Latte mengangkat sebelah alis dengan seraut wajah datar. Sementara Sofia justru tertawa sumringah. Gadis itu merasa jika hari ini adalah hari terbaiknya karena dapat melihat nasib buruk Latte yang bertunangan dengan Pangeran Iblis. Namun, saat sedang asyik tertawa, Sofia tiba-tiba terpekik kaget seolah-olah seseorang telah menusuknya dengan peniti.
"Kau kenapa, Sofia?" Kelly mengernyit keheranan saat Sofia tiba-tiba menghentikan tawa dan mengubahnya menjadi pekikan yang membuatnya ikut terkejut.
"Maaf, aku tidak sengaja bermain dengan sihir airku." Latte tersenyum simpul memandangi Kelly dan Sofia yang sedang menatapnya geram. Gadis itu memang sengaja menggunakan sihir air yang mengubah senyawa air menjadi tajam seperti jarum dan menusuk leher Sofia. Tidak berbahaya, hanya untuk mengagetkan saja. Latte tidak mungkin menyakiti Sofia kerena tentu ia akan mendapat hukuman. Ya, penyihir jahat tentu akan dihukum.
Sofia menggeram rendah dengan mata melotot yang hampir copot, "Tidak sengaja katamu? Kau membuatku terkejut karena leherku tiba-tiba terasa seperti ditusuk peniti."
Latte menarik sudut bibirnya ke bawah, meremehkan, "Haish! Hanya seperti ditusuk peniti kau sudah mengeluh seperti itu, Sofia. Bagaimana jika ujung pedang tajam para pengawal Pangeran Iblis itu yang menusuk lehermu?" Latte menyeringai dan melirikkan ekor mata pada beberapa pengawal Pangeran Liam yang masih berada di dalam pesta, "Kurasa kalian berdua harus lebih berhati-hati saat berbicara."
Sofia dan Kelly menatap geram dengan mulut terkatup rapat. Sebab, yang diucapkan Latte memang benar. Meskipun Pangeran Liam sudah pergi, tetapi beberapa prajurit masih ada di dalam pesta. Sofia dan Kelly tidak ingin kepala mereka terpenggal begitu saja jika Latte sampai membuat ulah.
Tanpa beban, Latte melenggang pergi untuk menuju balkon. Sedangkan Sofia dan Kelly juga ikut melangkah pergi untuk menuju kumpulan murid-murid akademi yang sedang menunggu mereka. Meskipun saat ini adalah waktu yang tepat untuk bergosip ria akan nasib malang yang Latte terima, tetapi karena ucapan Latte baru saja yang mengingatkan perihal prajurit istana, membuat Sofia dan Kelly hanya bisa bergosip sambil berbisik dengan begitu hati-hati.
~~~
Latte berdiri sembari bertopang dagu pada pagar teras lantai dua, tempat diadakannya pesta. Gadis bersurai cokelat itu menghirup napas dalam-dalam hingga merasa lebih baik. Daripada berkumpul bersama teman-teman yang hanya baik di depan, tetapi bermuka dua di belakang, tentu saja menyendiri adalah solusinya.
"Aku telah mencarimu ke mana-mana dan kau justru ada di sini." Suara yang terdengar familiar menyapa indra pendengaran Latte.
Berbalik, Latte mengembangkan senyuman, "Felix."
Pria tinggi menjulang dan bermata hijau itu berjalan mendekat. Ia berdiri di samping Latte sembari menopangkan dua siku di pagar dan menatap taburan bintang di langit malam. "Inikah yang kau sebut tidak perlu mengkhawatirkanmu karena kau adalah penyihir air yang hebat? Tapi, belum apa-apa kau sudah berada di sini dan menyendiri." Felix berujar tanpa menatap Latte. Netra hijau pria itu hanya tertuju pada bintang di langit malam.
Latte tersenyum simpul, "Aku hanya ingin menghirup udara segar agar merasa lebih baik. Tapi, hal itu tidaklah penting. Kukira kau tidak datang dan aku senang karena kau datang. Apakah kau sudah tidak marah lagi, Felix?" Latte memiringkan sedikit kepala dengan senyuman cerah di wajahnya. Ia mengingat pertemuan sebelumnya dengan Felix yang berakhir tidak baik karena ia menolak untuk pergi bersamanya.
Felix yang sebelumnya menengadah sembari melihat bintang perlahan menoleh ke samping dan menatap Latte. "Aku hanya memikirkan kata-katamu. Semua yang terjadi nanti adalah misteri. Bahkan, esok pun juga misteri. Aku ingin mengubah misteri itu sesuai dengan yang kuharapkan. Bukankah kau sama sekali tidak menginginkan pernikahanmu dengan Pangeran itu?"
Latte keheranan tetapi kepalanya mengangguk spontan, "Sebenarnya apa yang sedang kau bicarakan, Felix?"
"Masih ada waktu satu tahun sebelum pernikahanmu dilangsungkan. Apapun bisa terjadi di saat itu bukan? Aku akan mencari cara agar kau tidak berakhir menjadi istri Pangeran Iblis dan terhindar dari hukuman Kaisar." Felix berujar yakin dengan tatapan teduh. Semalam, saat ia usai menemui Latte dan gagal membawa gadis itu kabur, ia terus memikirkan cara untuk melindungi gadis tersebut. Felix tidak akan dengan mudah melepaskan satu-satunya gadis yang dekat dengannya dan menjadi sahabatnya sejak kecil ke tangan seorang Pangeran Iblis begitu saja.
Latte mengembangkan senyuman indah, "Tumben kali ini kau pandai, Felix. Ya, itulah yang kumaksud kemarin. Apapun bisa terjadi dalam waktu satu tahun. Lalu, mengapa kemarin kau begitu terburu-buru membawaku pergi?" Latte tersenyum menyeringai, "Apa kau sangat takut kehilanganku?"
Felix membeliak kemudian mengerutkan kening. Sedangkan Latte terkekeh geli. Gadis itu tertawa lepas, tidak seperti sebelumnya saat ia hanya tersenyum palsu. Tentu saja saat ini ia hanya menggoda Felix yang justru menunjukkan ekspresi mual saat mendengar pernyataan terakhirnya.
"Kurasa percaya diri juga ada batasnya." Felix berujar dengan wajah datar. Latte justru semakin terkekeh sembari memegangi perutnya yang geli. Mereka berdua hanyut dalam tawa ketika di dalam masih diadakan pesta.
Namun, tanpa disadari terdapat seorang pria berjubah hitam yang terduduk di ranting pohon dengan punggung bersandar pada batang pohon yang besar. Pria itu sedang mengamati sepasang laki-laki dan perempuan yang larut dalam tawa. Senyuman miring tiba-tiba terbit di wajahnya sembari menengadahkan kepala, melihat rembulan yang bersinar dalam pekatnya malam. 'Cukup menarik ....'
~~~