CHAPTER 27 - MENAMPAR BOS?

1717 Kata
"Kenapa Re?" tanya Dhini langsung, setelah merasa aneh dengan temannya yang berhenti tiba-tiba, mana di tengah jalan lagi. Dhini mau tak mau kan harus ikut berhenti karena hal tersebut. Reya menoleh kaku pada Dhini sekilas, lalu meneguk salivanya sendiri. "Cowok yang pernah nyium gue ... ada di sini," ucap Reya dengan suara di selimuti keterkejutan. Dan tentu saja Dhini ikut melebarkan mata terkejut, "Hah sumpah lo, mana mana?" Dhini mengedarkan pandangannya dengan tidak santai, karena suasana yang ramai hampir semua kursi di bagian depan nan tengah terisi penuh, membuat Dhini jadi tidak fokus, "mana sih mana," omel Dhini sebab Reya malah diam saja tak menjawab atau sekilas memberi tahu letak orang sialan yang telah mencium temannya tersebut. "Gue harus nampar Dhin!" Bukannya menjawab pertanyaan Dhini, Reya malah mengatakan itu dengan desis an menggebu gebu. "Harus!" Dhini mendesis gemas di sana mendengar ucapan temannya itu, "Hooh gue dukung, tampar ya, tapi mana sih orangnya, se-songong apa wajahnya itu," Reya tetap tak mau menjawab, jujur saja saat ini dia terlanjur menahan marah, kedua tangannya bahkan sudah di kepalkan erat erat di samping kanan dan diri tubuhnya itu. Seolah siap melayang jauh ke depan sana. "Gue harus kasih tamparan!" Lagi tak kalah yakin seperti sebelumnya, dia kembali mengulang kata yang sama. Bukan tanpa alasan Reya berkata seperti itu, sebab kalau di telisik lebih jauh, Reya masih memiliki keraguan meski hanya sedikit sekali. Tapi karena keyakinannya juga jauh lebih tinggi, dia pun tak akan melewatkan kesempatan bagus saat ini. Menurutnya kapan lagi juga mereka akan bertemu, jika tidak sekarang Reya tak yakin memiliki kekuatan yang sama seperti ini kan. "Mana sih mana bego," Dhini sudah tak sabar dengan temannya tersebut, dia ingin memaki jadinya. Tapi lihat Reya bahkan sudah mulai bertindak hal lain, "Itu, lo tunggu sini." Reya berucap dengan nada penuh ambisi. "Re, tunggu ..." Hei ... Reya benar hendak melakukan tekatnya yang sudah bulat tersebut? Wanita itu _Reya_ bahkan menepuk bahu Dhini sebelum akhirnya melangkahkan kakinya meninggalkan Dhini di tempat. Dhini sendiri yang terlalu bingung akibat situasi yang terlalu cepat tersebut membuatnya hanya mematung di tempat seraya menatap kepergian temannya. Dhini bingung harus melakukan apa, otaknya masih belum bisa mencerna penuh, lagi pun siapa pula laki-laki yang sudah mencium temannya itu dan hendak di layangkan tamparan. Okay ... meski begitu, Dhini masih tau diri untuk tetap akan membantu temannya apapun yang terjadi. Dia harus men-support temannya dalam membalas dendam kali ini. Hanya saja ... Deg ... Baru juga Dhini berniat demikian, dia malah harus di buat shock bukan main dengan mulut yang menganga lebar tak percaya, bahkan lebih dari keterkejutan sebelum sebelumnya. Dhini sampai mengedipkan matanya beberapa kali ketika melihat arah langkah Reya di depan sana. "Nggak mungkin," gumam Dhini kesulitan percaya dengan apa yang dia lihat di depan sana. Namun jelas, mata normal Dhini tau betul kalau dia tidak tengah salah mengenali. Kalau yang tengah duduk di kursi depan sana dan berbincang dengan wanita adalah adalah bos nya, CEO Riven corp ... 'RONALDO RIVENDRA!' SIAL! Rasanya Dhini ingin menjerit, karena bukan itu saja yang membuat wanita itu shock tak terhingga, melainkan karena arah langkah temannya itu juga tengah menuju meja bosnya, Ronaldo Rivendra! Tunggu tunggu! Tunggu sebentar! Kalau Reya menghampiri bosnya ... Itu berarti ... HAH! BISA GILA DHINI ... "Re ..." Dhini hendak berteriak, hanya saja wanita itu tak sanggup berucap nama temannya, padahal dia sudah membuka suara tapi yang keluar hanya cicitan pelan. KAMPRET! Tapi Dhini sungguh ingin mencegah Reya. Namun, hendak mengejar pun sepertinya sulit, Reya begitu cepat dan sudah berada jauh di depan, sebab wanita itu mengambil dengan langkah super lebar. Dalam hati Dhini masih berusaha menekan overthinking-nya dan berdoa jika dia mungkin tengah salah faham. Temannya itu tak sedang menghampiri bosnya, tidak mungkin! Karena ya sudah pasti tidak mungkin, kalau pria yang membawa pergi Reya ke kamar, menggantikan baju Reya, dan mencium Reya adalah bos nya itu, Ronal! Dhini tau betul jika bosnya adalah pria dingin tanpa ekspresi jadi tidak mungkin bertindak seperti itu. Tidak tidak ... Walaupun semua nampak sudah sangat jelas, dengan langkah lurus Reya yang tidak bergeming untuk membelokkan arah meski sudah dekat dengan meja bosnya itu, Dhini masih tetap berusaha menyangkalnya. Tapi kalau memang benar ..., Tamat sudah nasib Reya nanti! Dhini sungguh tidak dapat berbuat apa-apa jika benar begitulah. Bukannya tidak setia dengan teman, tapi jujur Dhini masih memliki ketakutan mendalam yang bisa jadi dia ikut terseret dan akan menerima hal buruk nantinya. Di pecat misalnya. Di sisi lain dengan keadaan Reya saat ini, wanita itu benar benar menggebu gebu, wajah cantiknya tersebut cukup memerah padam, dengan geraman berapa kali juga rahang yang di ketatkan. Menunjukkan kalau dia tengah sangat marah membara. Pandangan Reya yang sudah lurus kepada mangsa di depan sana, malah menajam saja ketika dirinya sudah makin mendekat. Bisa di katakan dia sungguh siap menerkam! Cih ... Reya sudah yakin akan keputusannya yang sudah sejauh ini. Seolah tidak melihat ada orang lain di sekitar, atau bahkan tidak menyadari kalau ada seseorang yang duduk berhadapan di satu meja yang sama dengan mangsanya. Reya tetap akan melakukan! Bahkan kemarahan Reya makin menjadi ketika melihat mangsa menyebalkannya itu membuka mulut beberapa kali berbincang bincang santai. SIAL ... Bibir yang telah menciumnya dan juga tubuh yang telah membuatnya menerima sial harus di balas sekejam mungkin! Tepat ketika Reya menghentikan langkah di samping pria itu, yang mana hal itu sontak saja membuat si pria menyebalkan mengangkat pandangan melihat adanya sosok lain yang datang tiba-tiba. Dan detik selanjutnya ... Plakk ... Tanpa mengucap sepatah katapun, Reya melayangkan satu tamparan keras dengan menggebu gebu. Bahkan nafas Reya sampai memburu bukan main. Dan benar saja, seperti kekhawatiran Dhini tadi, sebab suara tamparan keras yang terdengar yang tak terelakan, akhirnya semua mata sontak menatap ke arah posisi Reya. Pria yang masih setia duduk dengan kepala mendongak itu tetap memposisikan wajah datarnya meski baru saja menerima tamparan super keras dari tangan wanita. Namun yang pasti Reya dapat melihat kalau mata pria menyebalkan itu berubah menajam ketika menatapnya. Entah kenapa Reya makin kesal di buatnya ... Dan akhirnya tangannya kirinya yang mulany menggantung di udara mau tak mau ikut terangkat. Plakkk ... Reya kembali melayangkan tangannya tersebut dan menjadikan telapak tangannya menyentuh kembali pipi itu. Karena untuk yang kedua ini Reya menggunakan tangan yang berbeda. Alhasil kedua telapak tangannya saat ini memerah padam terasa panas dan nyeri yang menyelimuti, jelas karena tamparan tersebut terlalu keras. Bisa di bayangkan bagaimana rasa pipi pria menyebalkan itu jika tangan Reya saja se sakit ini. Reya mengangkat pandangan menghindari tatapan tajam pria menyebalkan tersebut, karena jujur saja saat ini Reya merasa tengah menjadi pusat perhatian banyak mata di sekitar. Dan itu semua memang benar, semua mata menatap ke arahnya. Oleh karena itu Reya pun buru buru membalik badan, dia Reya undur diri masih dengan tanpa mengucap sepatah kata sama sekali. Mininggalkan pria itu dengan tatapan yang tetap menajam terarah pada Reya. Sungguh selama perjalanan menuju posisi Dhini _yang juga melebarkan mata dengan mulut terbuka itu_ Reya sudah amat cemas. Dia jadi malu untuk melanjutkan makan di sana. Karena tadi terlalu kesal jadi dia agak sulit terkendali. Meski begitu Reya sama sekali tidak menyesali perbuatannya yang telah menampar pria menyebalkan itu dua kali. Haha ... Mampus! "Eh," Dan siapa sangka, ketika Reya baru juga mendekat pada Dhini, temannya itu malah lebih dulu menariknya pergi keluar area restoran secara paksa. Tentu Reya senang, memang dia juga sudah sempat berfikir untuk membatalkan acara makan di sana, dan memilih mengganti resto lain. Terlalu malu say, kalau tetap nekat makan di sana. Hanya saja, yang membuat Reya merasa aneh, kenapa pula temannya itu sama sekali tidak bisa santai dalam menarik pergelangan tangannya. "Pelan pelan kali Dhin, gue bisa jalan sendiri nggak perlu di gandeng," ucap Reya dengan sedikit dengusan di sana. Bahkan ketika mereka sudah benar-benar menjauhi restoran dan berdiri di trotoar pinggir jalan, Dhini tetap menariknya. Dan benar saja gerutuan Reya tersebut di dengar Dhini dengan jelas, menjadikan wanita itu berhenti menarik tangan Reya berlanjut memutar badan menghadap temannya itu. Reya baru sadar kalau wajah Dhini saat ini tengah memerah padam dengan nafas yang memburu, jangan lupakan matanya yang menajam itu. "Kenapa sih ..." "g****k! BEGO BANGET!" Dhini pun melepaskan umpatan kerasnya dalam sekali tarikan nafas. Tak perduli jika ada orang yang mungkin mendengar suara nyaring tersebut. Reya sendiri makin bingung saja di buatnya, pasalnya umpatan itu terasa di tujukan padanya. Heh ... Dhini mengumpatinya tanpa alasan, bahkan setelah dia berhasil membalas dendam kesumatnya dua minggu ini? "Kenapa sih?" tanya Reya ikut kesal. Dhini ingin berteriak lagi tapi dia berusaha menahan dengan sekuat tenaga. Dia memilih memejamkan mata sejenak, sebelum akhirnya terbuka lagi seraya menghela nafas berat, "Kenapa lo tampar dia?" Dhini balik bertanya dengan pelan, padahal dia sendiri juga tau alasan Reya menampar ... TAPI ITU TERLALU BURU BURU SIAL! Reya pun hanya dapat mengerutkan keningnya, "Kan lo yang nyuruh bege," Aneh sekali Dhini itu, bukannya senang temannya telah menyelesaikan misi, yang ada malah di kata-katai. "Re," desis Dhini tertahan. "Kenapa sih, dia cowok yang nyium gue, yang gantiin baju gue pas mabuk, dan sumber kesialan gue selama ini loh. Lo lupa itu heh!" Reya berusaha menjelaskan pada Dhini. "Mampus mampus mampus," Namun siapa sangka jika tingkah Dhini sudah tak tertolong lagi menurut Reya. Reya sungguh tak mengerti, mengingat Dhini sungguh terkesan berlebihan. "Lo kenapa sih, kan lo sebelumnya ngedukung gue," kesal Reya dengan raut yang tidak suka, padahal dulu tidak seperti ini rencana mereka. Dhini makin nampak tertekan saja, "Iya, kalo nggak gue tau dia siapa," "Emang siapa? Lo kenal?" tembak Reya langsung dengan nada meremehkan. Lagi pula tidak mungkin Reya mengenal pria semenyebalkan itu. Eh tunggu ... Apa mungkin ... "Dia temen sekantor lo? Se-devisi lo?" tanya Reya memburu meminta jawaban cepat dengan mata melebar. "SIAL! DIA BOS GUE! BOS BESAR! CEO RIVEN CORP! RONALDO RIVENDRA!" Dan ... DUARR ... Kata kata super keras dari Dhini sontak saja membuat mata Reya yang mulanya sudah melebar makin lebar lagi saking terkejutnya. Apa yang Dhini katakan? CEO? ... RIVEN CORP? ... HAH ... JADI! REYA SUDAH MENAMPAR ORANG SETINGGI ITU? DAN SECARA BOLAK BALIK PULA? "Dia bos gue Re," suara Dhini kembali memelan, merasa lega telah mengungkapkannya, namun juga merasa masih campur aduk. "Dhin, gue ..." Reya begitu shock sampai tidak sanggup melanjutkan kata-katanya tersebut, dia tercekat. "Iya, lo nampar bos gue, Ronaldo Rivendra!" seru Dhini melanjutkan ucapan temannya tersebut. MAMPUS!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN