Perundingan Empat Saudara

1004 Kata
Perundingan Empat Saudara Di ruang kerja Hongli. Keempat putranya sudah berdiri tegak menghadap sang ayah. Hongli yang sedang menulis sesuatu menghentikan aktivitasnya lalu menurunkan kacamata bulat berlensa cembung tersebut ke meja. “Kalian tau alasanku memanggil kalian ke sini?” tanya Hongli. Chen dan Chang menggeleng kuat, Jianying menggeleng lambat, tapi Liangyi hanya menyipitkan mata dan tersenyum kecut. Liangyi menduga ada kaitannya dengan panglima Baojia yang datang tadi. “Akan ada seorang putri yang melamar salah satu di antara kalian,” jelas Hongli. “Huh?” si kembar Chen dan Chang kaget. Jianying tertawa miring sementara Liangyi terbodoh mendengarnya. Liangyi kecewa dengan pertemuan hari ini. “Kalian tau kerajaan Shan?” tanya Hongli. Keempat anaknya mengangguk. “Kerajaan dengan kekuatan besar seperti itu mampu membuat sekutu kerajaan kita bertambah banyak hanya dalam satu keputusan.” Hongli tersenyum. “Satu keputusan? Maksudnya, Ayah?” tanya Chen. “Menikahi putrinya sama saja seperti menambah wilayah kekuasaan.” “Bagaimana bisa ayah menjual kami dengan mereka?” tanya Jianying. “Jianying, kau jangan bicara begitu! Sebagai pangeran, kalian harus memikirkan keutuhan kerajaan. Salah seorang dari kalian akan menggantikan aku.” Liangyi mengulum bibirnya. Hongli menjelaskan pada mereka semua bahwa dalam waktu dekat mereka akan kedatangan seorang putri. Ia akan melakukan pendekatan pada mereka berempat untuk mencocokkan sifat dan keinginan. Liangyi tertawa dalam hati. Apa-apaan ini? Pria yang harusnya memilih, bukan wanita. Di mana harga diriku sebagai pria jika mengikuti keinginan wanita? gerutunya dalam hati. Sesaat setelah pengumuman tersebut mereka berempat sama-sama duduk di taman. Merenungi dan menghayal tentang wanita tersebut. “Pasti dia cantik,” kata Chang. Chen menggelengkan kepala. “Aku rasa dia jelek.” “Kenapa begitu tanggapanmu?” tanya Chang. “Kalau dia cantik, tidak mungkin mau dijodohkan,” jawab Chen sok tau. Liangyi tertawa melihat kedua adiknya yang sangat akrab. Pangeran ketiga dan keempat saling menerka fisik serta kemungkinan yang terjadi pada wanita yang akan menjadi calon istri salah satu dari mereka. “Memangnya kau mau menikah muda?” tanya Chang. “Haha, tidak masalah, sih! Menurutku menikah muda jauh lebih baik.” “Tapi kita akan mendahului kakak tertua kita,” sambar Chang. “Hem, benar juga.” Chen menekuk bibirnya, menatap ke arah kakak tertuanya. Di saat mereka sedang mendebatkan masalah perjodohan, Liangyi malah heran melihat Jianying yang tidak memedulikan masalah perjodohan itu. Pangeran pertama lagi asyik dengan kuas, tinta dan kanvasnya. Liangyi menghampirinya di sisi berlainan dengan Chen dan Chang. “Kak, bagaimana menurutmu dengan alasan Ayah?” “Kita bisa apa? Menolak Kaisar sama saja dengan menggali kuburan sendiri.” “Jadi kakak setuju begitu saja?” tanya Liangyi. “Tidak juga. Kita lihat saja nanti, kalau kita mau ya teruskan. Kalau tidak mau, aku yakin kau tau maksudku,” jawabnya dengan nada melambat. Liangyi tersenyum. Mengangguk setuju dan menyingkirkan pikiran tentang perjodohan tersebut. “Hem.” Helaan napas Liangyi yang sedang bersandar di batang pohon akasia terdengar melelahkan. “Apa yang terjadi di perbatasan tadi?” tanya Jiangying. “Biasa, pencari keributan. Jahe merah kualitas unggul kita mau diakui sama wilayah Lin.” Jianying tertawa renyah. “Haha, jadi kau beri mereka pelajaran?” tanyanya. “Pasti. Aku beri mereka sayatan di tubuh yang bekasnya tak akan pernah hilang sampai kapanpun.” Jiangying tersenyum. “Yoyo itu selalu melekat denganmu. Sejak sembilan tahun lalu, barang antik tersebut seperti jantung untukmu.” “Haha, aku juga tidak menyangka kalau harta warisan abad ke-3 jatuh padaku.. “Mmh, banyak keturunan Kekaisaran yang memperebutkan yoyo itu dulu. Termasuk aku.” Liangyi tersenyum lebar. “Ternyata jatuh pada seorang anak kecil yang cuman taunya tertawa saja," tandasnya. Jianying memukul kepalanya. “Kau menertawakan aku ketika tidak mampu mengambil yoyo itu dari peti emas.” Liangyi tertawa kecil. “Mmh ... menurutku sangat konyol ketika banyak orang berusaha mengambil yoyo tua itu dari dalam peti, tapi tidak ada yang mampu." “Itu karena kami bukan titisan yang harus menjaganya.” Liangyi mengerucutkan bibirnya dan mengeluarkan yoyo itu dari sakunya. “Aku penasaran, apa sampai sekarang kakak masih tidak bisa mengangkat yoyo ini?” tanya Liangyi. Jianying juga penasaran. Pria itu berbalik dan mencoba untuk menggenggamnya, menadahkan tangan dan menunggu Liangyi memberikan yoyo kuning tua itu ke telapak tangannya. Liangyi membawanya dengan ringan, tapi Jianying yang menerimanya sontak berlutut menahan beban. Gedebuk! Seketika Jianying terjatuh ke tanah. Tangannya seperti ditimpa satu ton batu. “Liangyi! Angkat!” jerit Jianying sambil menahan tangannya yang sedang ketiban yoyo. Liangyi segera mengambil benda itu, lalu membantu kakaknya bangkit dari tanah. “Wah, bahkan sudah bertahun-tahun memang benda ini tidak bisa digenggam oleh orang lain,” ujar Liangyi tercengang sambil menatap yoyo yang dipegangnya hanya dengan dua jari, telunjuk dan jempol. Jianying memijat pergelangan dan telapak tangannya. “Dia memang tercipta untukmu saja, bukan untuk orang lain.” Liangyi mengangguk lalu membantu kakaknya membenarkan posisi sendi yang mungkin lari dari posisinya karena menahan yoyo tadi. Menerima status sebagai pangeran yang adil dan bisa menyelesaikan banyak masalah, membuat Liangyi menghadapi banyak rintangan demi melindungi kerajaan Kangxi. Liangyi adalah pangeran kedua dari empat bersaudara, punya ciri khas pewaris yoyo keramat yang diturunkan dari abad ke-3 hanya bisa digenggam olehnya. Sejak kematian Raja Shao Long, yoyo ajaib itu hanya tertidur saja di dalam peti emas dalam ruangan Raja Shao Long. Bahkan ruangan itu pernah terbakar habis dan yoyo tersebut tetap utuh. Menurut surat wasiat, yoyo itu hanya bisa dimiliki oleh orang yang hatinya bersih dan juga pemberani. Dia juga nantinya akan menguasai bumi dan menegakkan keadilan di berbagai wilayah. Selama berabad-abad, penguasa berganti, yoyo itu pun belum ada penggantinya dan wilayah kekuasaan Kangxi tidak bertambah secara signifikan. Entah itu karena sumpah Raja Shao Long dan yoyo tersebut atau memang karena Raja yang memimpin memang tak punya kemampuan untuk memperluas wilayah. Akhirnya setelah putra-putra Hongli beranjak remaja, para sesepuh menuntut Raja Kangxi itu untuk mengadakan sayembara pada anaknya. Namun, Hongli ingin sayembara itu dilakukan juga oleh orang-orang hebat di seluruh wilayah kekuasaannya dengan proses seleksi sampai 100 orang kecuali keempat anaknya karena rasa tidak percaya diri bahwa putranya adalah pewaris yoyo tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN