17. Bertemu Mantan

2142 Kata
Lisa yang merasa bersalah atas ucapannya pada Faraz, berniat memasak masakan kesukaan Faraz untuk makan siang sebagai bentuk permintaan maafnya. Setelah membereskan meja makan dan mencuci piring, Lisa membuka kulkas untuk meneliti isinya. Ia menemukan jeruk peras dan berinisiatif membuat jeruk hangat pada Faraz untuk sedikit mengurangi rasa bersalah yang Lisa rasakan. Lisa membuat dua gelas untuk mereka berdua. Setelah jadi, Lisa mencicipinya. Ternyata rasa jeruknya asam. Ia menambahkan sedikit gula untuk mengurangi asam jeruk. Ia tahu dari Bik Ipah bahwa Faraz tidak suka minuman yang terlalu manis. Tadi saja ia hanya minta dibuatkan teh tawar. Sunda banget, batin Lisa. Usai membuat segelas jeruk hangat, Lisa meninggalkan dapur menuju teras vila. Lisa tahu Faraz sedang duduk di teras vila. Namun, saat ia semakin dekat menuju pintu, Lisa mendengar Faraz yang sedang bertelepon dengan Asep. Lisa pun berdiam diri di dekat pintu untuk mengetahui isi pembicaraan suaminya. “Susah, Sep. Kayaknya saya gak cocok sama si Lisa.” “...” “Kumaha nya Sep, saya ge da bingung ngadepinnya. Kadang suka ngebandingin dia sama si Annisa. Siga bumi jeung langit, jauh pisan bedana.” “...” “Gak tahulah, Sep. Oh iya gimana, kamu udah cari tahu tentang Annisa?” “...” “Iyalah, saya kudu tahu dimana si Annisa, saya harus cari tahu kenapa dia ninggalin saya. Pokoknya kamu tetep kudu cari info tentang Annisa ya, Sep. Tolong bantuin saya.” “...” “Ya saya maunya juga gitu, Sep. Tapi kalo emang gak cocok, apa saya perlu cerai aja ya?” Prang .... Gelas berisi jeruk hangat yang dibawa Lisa jatuh dan pecah. Faraz pun langsung berbalik dan terkejut melihat Lisa. Lisa langsung menatap pecahan gelas di lantai. Ia sempat terdiam beberapa detik sebelum membungkuk untuk membersihkan pecahan gelas. Apa dia mendengar obrolanku sama Asep? Faraz menghampiri Lisa dan membantunya membereskan pecahan gelas. “Udah, biar aku aja yang beresin, Lisa. Kenapa juga gelasnya bisa jatuh?” tanya Faraz sambil memunguti pecahan beling. “Eh, itu gue kaget aja tadi ada cicak jatuh ke tangan gue. Jadi, gue kaget dan gelasnya jatuh,” ucap Lisa tenang tanpa melihat wajah suaminya. “Kamu mau kasih jeruk hangat ini buat saya?” Faraz bisa menebaknya karena pecahan gelas masih terasa hangat dan juga tercium aroma wangi khas jeruk peras. “Eh, itu ... iya tadi aku bikinnya kebanyakan, daripada dibuang kan mending dikasih ke kamu aja. Ya udah kamu beresin ya, Ras. Aku mau ke dapur dulu masak buat makan siang,” ucap Lisa sambil kembali menegakkan tubuhnya. “Gak usah masak buat makan siang. Nanti kita makan di luar aja. Sekalian aku mau ajak kamu ke suatu tempat.” Lisa menatap Faraz dengan heran sambil bertanya, “Kamu mau ajak aku ke mana?” “Mending sekarang kamu mandi dulu sana. Habis itu ada yang harus kita bicarakan. Aku tunggu di ruang tengah.” Lisa yang sedang tidak ingin berdebat dengan Faraz menganggukan kepalanya dan berjalan menuju kamar. === Faraz duduk bersila di depan meja ruang tengah. Ada kertas HVS dan pulpen yang tergeletak di atas meja. Faraz merasa Lisa telah mendengar obrolannya dengan Asep di telepon. Meski pun abah dan ambu mendidik Faraz dengan ajaran agaman yang kuat, namun Faraz tetap manusia biasa yang bisa saja khilaf dan melakukan kesalahan. Kesalahannya kali ini adalah sempat terbesit di pikirannya untuk bercerai dengan Lisa karena ketidakcocokan sikap. Padahal mereka baru menikah dalam hitungan hari. Entahlah, mungkin Faraz kacau karena Annisa pergi tanpa sebab dan entah ke mana, sifat Lisa yang jauh dari kriteria istri idaman Faraz dan pertengkarannya dengan Lisa membuat dia kadang merasa kesal, marah dan putus asa untuk melanjutkan pernikahan. Padahal Faraz sendiri tahu bahwa perceraian adalah hal yang dibenci  oleh Allah meski itu diperbolehkan. Ceklek ... Faraz menatap ke arah pintu kamar yang terbuka. Lisa menggunakan celana panjang hitam, baju lengan panjang warna abu dan jilbab bergo abu tua. Lisa berjalan menghampiri Faraz yang duduk lesehan di depan meja ruang tengah. “Apa yang mau kamu omongin?” tanya Lisa datar setelah dirinya duduk di sofa. Ia memilih tidak duduk lesehan seperti suaminya. Faraz menyerahkan dua lembar kertas HVS dan pulpen pada Lisa. Lisa menatap kertas dan wajah Faraz bergantian dengan tatapan penuh tanda tanya. “Ambil.” Lisa pun mengambil kertas dan pulpen yang diulurkan Faraz. “Jangan bilang ini kita mau buat kontrak nikah kayak di n****+ atau drama-drama korea? Kita kan udah buat kesepakatan waktu hari pertama nikah, Ras.” “Ck, enggaklah. Jadi orang jangan buruk sangka dulu, orang saya belum ngomong apa pun juga. Gak baik suudzon apalagi sama suami sendiri.” “Ya terus buat apa?” “Tulis semua hal tentang diri kamu. Biodata diri detail ya termasuk hal yang kamu suka dan gak suka.” “Apa? Buat apaan, Ras?” “Ya biar kita saling kenal lah, Sa. Aku kan sudah bilang kalau kita akan menjalain pernikahan ini dengan sungguhan dan saya aku mau belajar untuk mengenal kamu. Cepat kerjakan, gak usah bantah ya sama suami.” Ck, mau menjalani pernikahan sungguhan? Tadi dia di telepon bilangnya mau cerai. Dasar cowok plin-plan. Lisa mendengus pelan lalu mengerjakan perintah Faraz. Ia menuliskan biodata dirinya dengan detail tanpa ada yang terlewat. Termasuk hal-hal yang disuka dan tidak disuka, makanan dan minuman favorit, berat dan tinggi badan hingga riwayat pendidikan. Lisa merasa ia seperti akan melamar pekerjaan untuk yang ke sekian kalinya. Setelah satu jam lebih mereka berkutat dengan kertas dan pulpen, akhirnya selesai juga. Mereka berdua kembali duduk berhadapan dengan Faraz yang duduk lesehan dan Lisa yang duduk di atas sofa. “Mana kertas kamu, kita tukar,” ucap Faraz sambil menukar kertasnya dengan kertas Lisa. setelah menukar kertas biodata, mereka membaca dengan teliti dan seksama. Lisa membaca biodata Faraz dengan sedikit perasaan kagum. Ternyata Faraz memang lelaki yang cerdas, pintar juga shalih. Lisa menganggukkan kepalanya ketika melihat tempat Faraz berkuliah S-1 dan lulus dengan predikat c*m laude. tak hanya itu, Faraz juga lulus dengan nilai cemerlang ketika mengambil program master di Belanda. Nih cowok mau pamer apa ya? Batin Lisa. Faraz meneliti kertas yang berisi biodata Lisa. ia sedikit terkejut ketika mendapati fakta bahwa Lisa juga lulusan S-2 sama sepertinya meski bukan lulusan luar negeri ditambah Lisa juga pernah bekerja di salah satu perusahaan yang ada di ibu kota. Ia pikir, Lisa hanya lulusan sarjana saja. Faraz juga tahu bahwa Lisa pernah mendalami olahraga beladiri seperti silat dan karate saat sekolah dulu. Pasangan suami istri itu masih asyik meneliti kertasnya sehingga suasana ruangan pun hening. Lisa mengernyitkan kening ketika melihat makanan kesukaan Faraz yaitu masakan yang berbahan daging kambing dan ikan lele yang mana itu adalah salah dua dari makanan yang tidak di sukainya. Padahal menurut ambu kemarin, Faraz suka masakan sunda seperti sayur asem, ayam goreng lengkuas. “Kamu suka kambing sama lele, Ras?” “Iya, emang kenapa? Ada yang salah?” “Ambu bilang kemarin kamu sukanya masakan sunda. Mana yang bener?” “Iya, itu kan aku juga tulis setelahnya, makanya baca yang teliti. Ambu juga benar, selain itu aku juga suka kambing sama lele. Tapi memang aku gak pernah makan itu di rumah. Paling kalau aku mau makan sate kambing sama lele aku beli di luar.” “Tapi aku gak suka sama kambing dan lele. Kamu gak maksa aku harus bisa masak makanan itu kan?” “Loh kenapa? Istri itu sebaiknya memasak untuk makan keluarganya. Kalau kamu gak suka, bukan berarti kamu juga gak bisa masaknya kan? Sekarang kan di i********: sama Youtube banyak tutorial masak. Jadi, aku agak aneh aja kalau perempuan sekarang gak bisa masak padahal udah banyak perangkat yang memudahkan mereka memasak, mau mereka ibu rumah tangga atau pun wanita karier. Lihat saja, video tutorial banyak, frozen food banyak, bumbu instan juga banyak, makanan setengah jadi juga banyak. Para pebisnis membuat itu semua untuk memudahkan para perempuan yang bekerja sehingga dia tidak punya waktu banyak untuk masak kan?” Dalam hati Lisa setuju dengan pendapat Faraz. “Jadi aku harus belajar masak kambing sama lele nih?” “Menurutku sih iya.” Setelah puas mengetahui biodata diri masing-masing, Faraz menyuruh Lisa untuk salat dhuha sebelum mereka pergi ke suatu tempat. === Faraz dan Lisa mengendarai mobil menuju suatu tempat yang masih dirahasiakan. Jalanan puncak hari ini entah kenapa sedikit padat sehingga mereka sedikit terhambat. Seperti saat ini mereka sedang menikmati antrian kendaraan yang agak panjang. Faraz membuka percakapan untuk menghilangkan sepi. “Sa, boleh aku tanya?” “Tanya apa?” “Kamu kan sempet kerja di Jakarta, terus kenapa resign? Ada masalah sama kantor atau kerjaan kamu?” “Bosan, pengen cari suasana baru aja di desa. Sekalian jagain bapak juga.” Lisa yang bingung memberi jawaban pada Faraz hanya bisa menjawab seperti itu. Tak mungkin ia memberi tahu bahwa ia menghindar dari mantannya setelah ketahuan selingkuh. Ah, bapak. Apa kabar bapaknya Lisa saat ini ya? Lisa jadi rindu dengan bapaknya. “Masa sih? Pasti kan gajinya udah besar lah.” Faraz menarik rem tangan lalu menginjak gas di kakinya agar mobilnya maju karena kendaraan di depannya telah maju beberapa meter. “Iya kamu bener, gajinya memang udah gede. Tapi seiring gaji yang besar juga ada tanggung jawab dan stress yang besar. Aku capek dan gak kuat, jadilah resign. Kamu sendiri, kenapa lulusan master luar negeri Cuma di kebun aja kerjanya? Ya emang kebun Abah kamu luas banget sih, tapi apa gak sayang, Ras? Gak mau nyoba kerja di perusahaan lagi?” “Aku tadinya gak diizinkan sama abah dan ambu buat kuliah di luar. Mereka nyuruh aku kuliah di sini aja, toh banyak yang bagus. Wajar sih, mereka takut aku terpengaruh pergaulan luar yang gak baik. Tapi aku yang keukeuh  pengen kuliah di luar buat nambah pengalaman. Akhirnya abah dan ambu ngizinin asalkan begitu kuliah selesai aku harus balik dan gantiin abah ngelola perkebunan. Ya sudah lah, aku terima saja. Aku paham posisiku sebagai anak tunggal di keluarga kecil kami. Abah juga pasti berharap aku bisa mengurus perkebunan miliknya. Jadi deh aku milih Belanda. Menurutku di sana pertaniannya udah maju banget.” “Ya wajar lah, negara maju. Duitnya juga banyak.” “Iya kamu bener. Mereka padat modal, bukan padat karya kayak kita. Satu peternakan sapi perah yang isinya ribuan ekor sapi aja Cuma dikelola satu keluarga loh yang isinya paling lima orang. Mereka mengendalikan semuanya lewat mesin dan komputer. Peternakan dan pertanian di sana sangat efektif dan efisien. Beda banget lah sama kita di sini. Belum lagi pertanian bunganya yang udah ekspor ke negara-negara lain.” Lisa mengangguk-anggukan kepalanya setuju dengan suaminya. Tanpa mereka sadari, ini adalah obrolan pertama mereka yang tanpa menggunakan urat dan emosi. “Jadi, menurutku pribadi, pertanian dalam suatu negara itu penting.” “Kenapa?” “Sektor itu kan berperan penting dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi penduduk. Kalau sektor pertanian bisa berjalan efektif, efisien dan low cost, penduduk bisa beli pangan berkualitas yang harganya murah. Efeknya, gizi mereka akan terpenuhi dan mereka akan menjadi manusia-manusia yang sehat dan tanguh yang siap membangun negaranya jadi lebih maju. Gak akan ada lagi kasus kelaparan, busung lapar di bagian Indonesia timur sana.” Baru kali ini Lisa kagum dengan pemikiran Faraz. Ia tak menyangka suaminya bisa berpikiran maju sejauh itu. “Ya mungkin kondisi Indonesia yang negara kepulauan juga pengaruh untuk distribusi pangan, jadi gak merata dan hanya terpusat di bagian barat.” “Iya, kamu bener, Sa. Tapi sebenarnya itu bisa diatasi dengan pesawat. Kalau aku gak salah nih, salah satu cita-cita alm. Pak Habibie itu buat pesawat yang bisa menghubungkan semua pulau di Indonesia jadi pendistribusian apa pun bisa berjalan efektif dan efisien.” “Negara kayak kita gini banyak kelebihan sekaligus kekurangan sebenarnya dan untuk membuat pertanian maju juga gak bisa petani aja yang diharapkan, iya kan? Pemerintah juga harus ikut terlibat, termasuk sektor keuangan yang bisa memberikan pinjaman pada petani.” ucap Lisa. “Ya dan tugas kita sebagai manusia yang diberi akal dan ilmu oleh Allah adalah membuat bagaimana kekurangan itu tidak berdampak buruk bagi umat.” Faraz tidak menyangka bisa ngobrol seasyik ini dengan istrinya. “Kamu bener, pemerintah juga harus ikut andil buat petani maju entah itu dalam hal subsidi pupuk atau regulasi lainnya. Petani kita memang masih kendala kalau harus minjam, apalagi untuk petani kecil. Mereka bukan objek yang seksi untuk lembaga keuangan. Tahu gak kenapa?” “Iya tahu. Sektor pertanian itu penuh risiko, misal kalau gagal panen. Mereka jadi gak bisa bayar cicilannya kan?” Faraz tersenyum mendengar jawaban istrinya yang benar. “Iya, selain itu dalam hal administrasi pencatatan hasil panen dan lainnya mereka belum rapi. Makanya Abah buat kelompok tani.” “Tujuannya apa, Ras?” tanya Lisa penasaran. “Dengan membentuk poktan itu, posisi petani jadi lebih kuat untuk menghadapi apa pun, misal menentukan harga jual dan beli hasil panennya. Intinya sama kayak yang diajarkan Islam. Bukannya salat berjama’ah pahalanya lebih banyak daripada salat sendiri?” “Iya.” “Nah, dari hal sederhana kayak salat berjama’ah aja bisa kita aplikasikan dalam pekerjaan. Nanti aku jelasin lagi ya, ini kita udah sampai.” Lisa yang asyik mendengarkan penjelasan Faraz tidak sadar bahwa mereka sudah tiba di tempat tujuan. Alangkah terkejutnya Lisa ketika tempat yang dituju mereka adalah tempat untuk paralayang. Lisa membelalakan matanya tak percaya. “Ka ... kamu serius ngajak aku paralayang?” “Iya dong, kamu gak mau?” “Siapa bilang? Aku mau, mau banget!” Lisa tersenyum lalu dengan cepat melepas seatbelt dan membuka pintu mobil. Faraz jadi ikut tersenyum melihat antusiasme istrinya. === Pasangan pengantin baru itu sedang mendengarkan arahan dari instruktur sebelum mereka mencoba “terbang” dan melihat pemandangan Puncak dari ketinggian sekitar 1000 meter lebih di atas permukaan laut. Lisa sangat senang, wajahnya terus menyunggingkan senyum. Hal itu tak luput dari perhatian Faraz. Baru kali ini ia melihat wajah manis istrinya. Mungkin benar, ia harus mencoba saran Asep untuk lebih mengenal istrinya. Faraz membiarkan Lisa untuk mencoba terlebih dahulu. Ia membantu Lisa menggunakan peralatan keamanan untuk mencoba paralayang. Mereka berdua terlihat serius sehingga sebuah suara mengagetkan Lisa. “Hai Lisa, sang mantan terindah!” Deg! Wajah Lisa berubah pucat pasi saat tahu orang yang memanggilnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN