Steve mulai membiasakan diri dengan lingkungan lembah hijau. Dia mulai menghafal tentang jam – jam yang pernah dijelaskan oleh Deril. Langit berwarna hijau menandakan mereka harus segera membersihkan lembah hijau dari segala macam kotoran. Mulai dari daun kering hingga pecahan kaca. Benda – benda tersebut muncul dari perasaan manusia yang masih hidup. Daun adalah wujud dari kekecewaan yang begitu dalam. Botol plastik bentuk dari bualan para penjilat. Tas kresek bentuk dari kebimbangan dan kaca adalah bentuk hati yang tersakiti.
Mereka wajib memilah benda tersebut dan membuangnya ke tempat limbah. Di tempat limbah, benda – benda tersebut akan didaur ulang. Menjadi panah para cupid, pupuk untuk peri bunga, buku catatan untuk malaikat maut, dan masih banyak lagi.
Langit mulai berubah menjadi merah saat Steve memasukkan pecahan kaca terahir ditempatnya. Pertanda sudah saatnya jam mandi. Jangan membayangkan mereka mandi ditelaga bak bidadari dari kahyangan. Mereka harus mengantri seperti mandi di rumah kos. Siapa yang lebih dulu selesai bersih – bersih, maka dia mendapatkan nomor antrian lebih dulu. Bukan cuma di bank aja ada nomer antrian, mandi juga ada.
Steve berjalan lemas menuju antrian. Disana dia merasa risih dilihat berpasang – pasang mata. Dia yakin, mereka pasti melihat pantatnya yang besar. Rambutnya yang semula putih kini berubah menjadi pink. Bayangkan pria berbadan kekar dengan p****t besar dan rambut pink. Siapa yang tidak tertarik untuk menertawakannya. Mereka saling berbisik sambil melirik Steve. Steve hanya menunduk, menyesali perbuatan yang masih belum diingatnya.
Steve dan penghuni lembah hijau berdiri dibalik pagar. Mereka hanya boleh berdisi disana, karena bukan mereka yang akan mendengarkan pengumuman tugas. Steve merasa iba melihat seorang gadis diantara para lelaki yang memasuki gerbang pagar. Namanya Syerli. Gadis yang kini memiliki 2 ekor ular di rambutnya menunggu pengumuman tugas. Langit mulai berubah warna menjadi ungu, petugas harian pembaca pengumuman mulai mempersiapkan peralatan. Dimulai dengan jam pasir, pena dan sebuah kontrak. Syerli merupakan satu dari puluhan orang yang sedang menanti pengumuman tersebut. Syerli yang semasa hidupnya begitu sulit. Dia dilahirkan dari rahim seorang p*****r. Dan memiliki bapak yang suka mabok dan berjudi. Hingga suatu hari bapak bejatnya itu menjual dirinya pada sebuah rumah jingga untuk menebus hutangnya pada g***o disana. Syerli menangis tergugu, pilu, suara tangisannya begitu menyayat hati. Syerli merutuki nasibnya. Bagaimana dia bisa berada di keluarga semacam itu. Ibunya masih saja melacur dan bapaknya masih saja berjudi. Hari pertamanya di rumah jingga begitu menyakitkan. Penuh dengan cacian dan pukulan. Dia menolak melayani tamu hingga menimbulkan keributan besar. Britney, Ibu suri rumah jingga sampai turun tangan. Wajahnya garang dan sangat menakutkan. Syerli masih meronta untuk dilepaskan dari cengkraman para g***o asuhan Britney.
“Lepaskan.” Ucap Britney.
Mereka pun melepaskan Syerli. Dia meringis kesakitan sambil memegangi tangannya yang memerah bekas cengkraman mereka.
“Kamu tau alasan kamu ada disini?” Tanya Britney pada syerli.
Dia hanya menunduk. Malu. Kenapa bisa dia mempunyai bapak yang tak punya hati. Hingga tega menjualnya ke rumah sialan itu.
“Bapakmu punya hutang sama Nando, hargamu tak sebanding dengan pelunasan itu. Jangan sok berharga.”
Syerli menangis lagi, harga dirinya begitu rendah dimata Britney. Benar saja, apa yang dapat dia harapkan di tempat seperti itu. Ketulusan hati? Urat – urat kebaikan telah terputus dari jiwa mereka.
“Hari ini masuk dan diam saja dikamar ini. Bapakmu sudah menjualmu. Sudah tak ada lagi yang pantas kamu lindungi. Perawan? Banyak perawan yang daftar kesini. Gak usah sok suci. Kalau sampai ribut lagi. Aku sendiri yang bakal melucuti pakaianmu dan kuserahkan kau pada Nando dan kawan – kawannya. Kau lihat kan betapa besar mereka. Hahahahaha.” Britney puas melihat raut ketakutan diwajah Syerli.
Setelah pintu kamar itu tertutup. Syerli menumpahkan semua kesedihannya. Dia memukul – mukul dadanya sendiri. Seakan begitu sesak dan tak mampu bernafas. Bulir demi bulir airmatanya menetes basah. Dia merasana begitu hina, begitu kotor dan tak berharga. Kekesalan dan kekecewaan membuatnya semakin terpuruk.
“Tuhan jika memang kau menyayangiku kenapa kau berikan takdir yang begitu pahit. Kenapa kau lahirkan aku dikeluarga seperti itu. Kenapa kau membiarkan mereka melakukan apa saja seenak mereka padaku. Hingga kini aku disini. Aku dijualnya. Aku sudah melakukan banyak hal untuk mereka. Aku bekerja sepulang sekolah, hingga jari – jariku berasa kebas setiap kali mencuci tumpukan baju – baju milik tetangga. Aku bertahan demi sekolah dan masa depan yang kuingini. Tapi kini semua sirna. Tuhan ambil saja nyawaku.” Syerli begitu kalut dalam kesedihan.
Syerli duduk bersimpuh, dia khusuk dalam doa dan sujud yang panjang. Dia mengadukan segala pedih dihatinya. Kekejaman – kekejaman yang dia alami dan berbagai hinaan cacian yang mendarat ditelinganya setiap hari. Hanya kematian yang dimintanya, tak ada yang lain. Ambil saja nyawaku ucapnya pada ahir doanya.
Syerli masih bersujud saat kamar itu dibuka oleh Nando. Nando dalam keadaan emosi. Napasnya naik turun. Baru saja dia bertemu dengan bapak Syerli. Mereka berjudi bersama lagi, seakan penjualan Syerli tak pernah terjadi. Bapak Syerli mulai geram ketika dia kalah untuk ketiga kalinya.
“Wah lu main dukun ya? Kok menang terus sih.” Ucapnya.
Nando hanya bergeming mendengar perkataan itu.
“Kalo main dukun mending ga usah main disini deh, bikin duit gue habis lu.”
Nando mulai emosi mendengarnya tapi masih bisa dia tahan.
“Pantes aja bini lu ga hamil – hamil. Lu sukanya mabok, judi sama main dukun.”
Memuncaklah sudah amarah Nando, dipukulnya berkali – kali wajah bapak Syerli. Dan berkata.
“Gue bakal jadi bapak dari cucu lu, liat aja.” Ucapnya sambil meninggalkan bapak Syerli yang sudah jatuh tersungkur.
Nando segera menarik Syerli, melucuti satu – persatu pakaiannya. Syerli meronta, berteriak dan menangis sejadi – jadinya. Baru saja dia merasa tenang. Namun sedetik kemudian hal itu terjadi padanya. Tuhan memang tak menyayangiku. Nando melemparkan pakaian Syerli yang berhasil dia lepaskan ke lantai. Dia pun mulai membuka baju yang menempel pada tubuhnya. Syerli menutupi d**a dan k*********a, namun semua itu tak dapat mengubah takdirnya. Disalurkan sudah hasrat dendam itu pada tubuh Syerli. Teriakan Syerli semakin membuat Nando b*******h dan semakin memburu jengkal demi jengkal tubuhnya. Britney mendengar kabar bahwa terjadi keributan dikamar Syerli. Dia pun datang menghampiri.
Saat Britney berdiri didepan kamar itu. Dia mendengar teriakan kesakitan Syerli dan elungan kenikmatan Nando disaat yang bersamaan. Britney mengutus karyawannya untuk segera membuka pintu itu. Saat pintu terbuka, Nando pun menoleh. Saat itulah Syerli meraih gunting yang ada dimeja samping kasurnya. Dan menikam Nando bertubi – tubi. Mereka yang melihat kejadian itu seakan mematung dan tak bisa berbuat apa – apa.
“Jangan mendekat.” Teriak Syerli.
“Kalau kalian tak ingin berahir seperti dia, enyah saja kalian.”
“Tenanglah Syer.” Ucap Britney.
“Tenang kamu bilang? Si b***t ini sudah menikmati tubuhku. Dasar golongan orang tak punya hati.”
“Letakkan gunting itu, biar saja kami yang mengurus mayat Nando. Kamu tenang.”
“Tenang? Hahahhaha. Bilang saja kamu takut padaku.”
Britney memberi aba – aba pada anak buahnya untuk segera menangkap Syerli. Namun kode itu bisa dimengerti oleh Syerli. Sebelum mereka melangkah, Syerli lebih dulu menghujamkan gunting itu pada jantungnya beberapa kali. Hingga kemudian dia jatuh tersungkur tanpa busana.