Mau Tidak Mau 1

1868 Kata
Dalila merasa tubuhnya begitu berat. Rasanya sekujur tubuhnya telah bekerja dengan sangat keras. Hingga otot dan persendiannya terasa sangat sakit saat Dalila mencoba untuk menggerakannya. Rasa sakitnya bahkan lebih parah daripada saat Dalila bangun setelah tersiksa semalaman karena demam. Untungnya ranjang di mana dirinya berbaring saat ini terasa sangat nyaman. Lembut dan harum. Rasanya Dalila tidak ingin terbangun dan bekerja. Ia ingin seharian menikmati ranjang yang nyaman tersebut. Saat itulah Dalila membuka matanya lebar-lebar dan terkejut dengan kenyataan bahwa dirinya tengah berada di tempat asing. Kenangan mengerikan mengenai apa yang terjadi sebelumnya seketika memenuhi benaknya. Nich bukan manusia, dia adalah vampir yang hidup dengan menyembunyikan identitasnya yang sebenarnya. Sayangnya, Dalila tidak mengingat apa yang terjadi hingga dirinya bisa berakhir di tempat asing ini. Ia bahkan tidak ingat, caranya bisa meloloskan diri dari Nich yang jelas ingin membunuhnya. Mengenyampingkan fakta bahwa Dalila tidak mengingat detail mengapa dirinya bisa melarikan diri dari Nich, dan berakhir di tempat asing ini. Saat ini Dalila tidak bisa mengenyahkan ingatan saat Nich menghina sang ayah. Lalu mulai mengungkit, bahwa ayahnya dibunuh karena tanpa sengaja mengetahui identitas Nich sebagai seorang vampire. Rasanya, saat ini d**a Dalila terasa begitu bergemuruh dan sesak. Dalila menutup wajahnya. Merasa sangat frustasi karena kemarahan yang ia rasakan. Akhirnya ia tahu jika Nich yang sudah membunuh ayahnya. “Kenapa aku tidak bisa mengingat apa yang terjadi kemarin malam? Seharusnya aku membunuhnya dengan tanganku sendiri,” ucap Dalila penuh kemarahan. Dalila tidak mungkin memaafkan Nich yang sudah membuat nyawa ayahnya melayang. Ayah yang sangat ia sayangi, harus meninggal di tangan Nich, itu pun dengan alasan yang sepele. Dalila memang sangat dekat dengan ayahnya. Karena pada dasarnya, ia tumbuh hanya dengan kasih sayang sang ayah. Ia hanya dirawat oleh ayahnya sejak kecil dan sama sekali tidak memiliki kenangan mengenai sosok ibunya. Karena itulah, begitu kehilangan sosok ayahnya, Dalila seakan-akan kehilangan arah. Hingga Dalila pun memutuskan untuk menjadi seorang pengawal, mengikuti jejak ayahnya yang ia pikir gugur saat bertugas.   “Kau tidak perlu frustasi. Karena kau sudah membunuh pria itu dengan tanganmu sendiri.”   Mendengar suara pria yang terdengar begitu rendah dan maskulin, membuat Dalila tersentak dan terlihat begitu waspada. Ia bahkan melompat dari ranjang dan bersiap untuk menyerang. Dalila seakan-akan tidak merasakan sekujur tubuh dan ototnya yang menjerit tersiksa akibat gerakannya yang tiba-tiba tersebut. Dalila hanya berusaha fokus, dan melindungi dirinya sendiri dari bahaya yang kemungkinan mengancam nyawanya. Namun, Dalila terkejut saat melihat seorang pria yang ternyata tengah duduk di sebuah kursi yang menghadap ranjang yang sebelumnya ditiduri oleh Dalila. Pria itu memiliki rambut hitam kelam dengan sedikit goresan warna biru gelap, lalu netranya terlihat cukup unik. Karena berwarna keemasan. Warna yang membuat Dalila mengingat sosok Winter, anjing peliharaan kesayangannya yang entah bagaimana kabarnya saat ini. Dalam waktu singkat, saat ini Dalila sudah melihat detail dari kamar tersebut. Itu kamar yang cukup mewah dengan perabotan dan kesan yang elegan. Namun, ruangan tersebut tetaplah tidak Dalila kenali. Kesimpulannya, Dalila benar-benar berada di tempat asing, dengan orang asing, dan tanpa kejelasan. Situasi yang jelas berbahaya bagi Dalila. “Siapa kau, dan apa yang kau maksud?” tanya Dalila pada pria asing bernetra keemasan itu. Pria itu masih terlihat tenang. Ia malah menatap Dalila yang tengah waspada, seakan-akan Dalila adalah sebuah tontonan yang terlihat sangat menarik di matanya. Dalila jelas menyadari hal itu, dan merasa agak jengkel. Pria ini jelas lebih menyebalkan dripada Nich. Pria itu bangkit dari posisinya dan menjawab, “Aku Max, seorang Alpha. Dan aku adalah mate-mu. Aku yang ke depannya akan menjadi suamimu.” Dalila yang mendengar hal itu tentu saja terlihat memasang ekspresi tidak percaya. Ia bahkan tidak bisa mempercayai pendengarannya saat ini. Sungguh, hal konyol seperti apa yang baru saja Dalila dengar? Apa mungkin sebenarnya Dalila sudah gila? Kenapa Dalila terus mendengar hal yang tidak masuk akal. Pertama, ia mengetahui fakta bahwa Nich adalah seorang vampire dan memiliki kekuatan tidak masuk akal. Sekarang ia bahkan mendengar istilah Alpha dan mate yang hanya ia dengar dari sebuah film legendaris antara perang kaum vampire dan kaum manusia serigala. Lebih dari itu, Dalila tidak percaya jika pria itu secara tiba-tiba menyatakan jika dirinya akan menjadi suami dari Dalila. Hei, mereka saja baru bertemu. Dalila bahkan tidak mengetahui nama pria itu, dan ia serta merta menyebut, jika mereka akan menikah? Siapa pun yang mendengar hal seperti ini, di situasi Dalila, pasti akan tertawa sarkas. “Kau mabuk? Kita bahkan tidak mengenal! Bisa-bisanya kau berkata jika kau akan menjadi suamiku, dan apa yang kau maksud dengan mate? Sepertinya kau memang mabuk,” ucap Dalila tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Dalila tentu saja mengamati wajah Max dengan waspada. Bukannya untuk menikmati ketampanannya, tetapi untuk mengawasi gerak-gerik pria itu. Dengan semua ketenangan dan pembawannya ini, Dalila jelas tahu jika Max bukan lawan yang tidak mudah. Ia harus tetap waspada, jika tidak, tentu saja dirinya akan berada dalam bahaya nantinya. “Kata siapa kita tidak saling mengenal? Aku mengenalmu dengan baik, Dalila. Selain itu, mengenai Mate, kau sendiri mengerti. Itu adalah istilah mengenai pasangan hidup. Kau, dan aku adalah pasangan hidup. Kau adalah Luna bagi kaumku,” ucap Max berusaha untuk mendekat pada Dalila. Namun, Dalila segera mengambil langkah mundur. Terlihat dengan sangat jelas bahwa dirinya tidak mau sampai jarak antara dirinya dan Max terkikis lebih jauh. Karena belum bisa memperkirakan kekuatan pria itu, jelas lebih baik Dalila menjaga jarak dengannya. Pertarungan jarak dekat tanpa mengetahui detail kemampuan sang lawan yang jelas-jelas bukan lawan yang mudah, hanyalah keputusan yang sembrono. “Jika kau melangkah lebih jauh, aku akan memastikan jika tulang rusukmu akan kubuat patah satu per satu,” ucap Dalila mengancam. Tentu saja Dalila tidak main-main dengan apa yang ia katakan. Jika sampai Max terus memaksa untuk mendekatinya, Dalila tidak akan pernah ragu untuk menunjukan kemampuannya. Meskipun Dalila harus melawan rasa sakit yang menyerang di sekujur tubuhnya. Hanya diam saja saat ini Dalila tersiksa, apalagi jika dirinya memaksa untuk bergerak secara drastis dan melakukan pertarungan. Dalila jelas bisa membayangkan betapa besarnya rasa sakit yang akan ia tanggung nantinya. Namun, Dalila tidak peduli. Untungnya, Max menghentikan langkah kakinya. Mendengarkan apa yang dikatakan oleh Dalila dengan baik. Namun, netra keemasannya sama sekali tidak meninggalkan sosok cantik Dalila yang masih dibalut sebuah gaun tidur yang manis. Meskipun belum mandi atau cuci muka, Dalila masih saja cantik. Ia memiliki kecantikan alami dan aura yang menarik untuk dipandang. “Aku percaya dengan keberadaan makhluk-makhluk sepertimu. Tapi, aku bukan mate atau pasanganmu. Selain aku tidak mengenalmu, aku sendiri bukan bagian dari kalian. Jadi, hentikan omong kosong yang membuat kepalaku sakit ini, dan kembalikan aku ke rumahku,” ucap Dalila mendesak. Jujur saja, sebenarnya semuanya masih terasa membingungkan bagi Dalila. Apalagi alasan mengapa dirinya bisa berakhir di tempat ini. Namun, Dalila tidak memiliki waktu untuk menanyakan hal itu pada pria yang mengaku bernama Max di hadapannya saat ini. Karena pembicaraan mereka sudah mengembang dan terasa sudah sangat tidak masuk akal. Pilihan terbaik bagi Dalila sekarang adalah menutup pembicaraan ini dan segera kembali ke rumahnya. Dalila cemas dengan kondisi Winter saat ini. “Sudah berapa kali kukatakan, jika kita bukan orang asing. Kita saling mengenal, Dalila,” ucap Max dengan tenang. Namun, Dalila malah melemparkan tatapan tidak percaya dan menganggap Max sebagai orang aneh. Max menahan diri untuk tidak menyunggingkan senyuman saat bisa membaca apa yang dipikirkan oleh Dalila dari raut wajah gadis satu itu. “Ah, sepertinya aku harus menunjukkan wujudku yang lain,” ucap Max memutuskan untuk melakukan apa yang seharusnya. Max pun mundur beberapa langkah. Menciptakan jarak yang lebih luas antara dirinya dengan Dalila. Lalu tiba-tiba, tanpa memberikan aba-aba Max pun berubah menjadi seekor serigala berbulu hitam lebat dan berkilau. Netranya berwarna keemasan dan terlihat begitu tajam, selayaknya seorang predator yang sesungguhnya. Serigala itu terlihat sangat besar. Lebih besar daripada serigala yang pernah Dalila lihat di kebun binatang. Tubuh Dalila berubah kaku. Lebih daripada kenyataan jika seorang pria bisa berubah menjadi seekor serigala, Dalila terkejut dengan penampilan serigala jadi-jadian itu. Meskipun berbeda ukuran, tetapi Dalila yakin jika ia mengenali serigala hitam itu. Lebih tepatnya, Dalila mengenali sosok serigala itu sebagai sosok anjing kesayangannya. “Winter?” Dalila benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia lihat hingga meluruh begitu saja. Dalila terlihat linglung saat serigala hitam itu mendekat padanya dan mengendusinya dengan manja. Bagaimana mungkin Dalila tidak bingung, jika Max berubah menjadi Winter. Winter sendiri adalah hewan peliharaannya. Atau lebih tepatnya, hewan yang Dalila selamatkan dan berakhir ia adopsi sebagai hewan peliharaan. Namun, bagiamana bisa ternyata anjing yang selama ini Dalila rawat ternyata adalah seorang manusia serigala. Saat Dalila masih tenggelam dalam keterkejutannya, Max kembali pada wujud manusianya dan mencium pipi Dalila dengan lembut. Namun, hal itu sukses membuat Dalila marah dan memukul kepalanya dengan kuat. “Dasar penipu! Menjauh dariku!” seru Dalila. Dalila bahkan memukuli Max dengan penuh kemarahan. Rasanya Dalila benar-benar marah karena selama ini ditipu oleh hewan itu. Padahal, sebelumnya Dalila sudah sangat menyayanginya dan menganggapnya sebagai bagian dari hidupnya. Namun, ternyata dia ternyata sudah menipunya. Lalu Dalila pun teringat saat dirinya membuka pakaiannya di hadapan Winter dan berulang kali melakukan skinship berupa kecupan atau pelukan pada Winter. Mengingat hal itu, Dalila pun semakin merasa emosi. “Dasar anjing m***m! Aku tidak akan pernah memaafkanmu!” seru Dalila hampir menangis saat meluapkan emosinya pada Max yang masih mengambil wujud sebagai serigala. Max yang sebelumnya hanya menerima luapan emosi Dalila pun mulai menunjukan respons. Ia mengubah kembali wujudnya membuat Dalila menjerit karena ia melihat d**a Max yang telanjang. Dalila berpikir jika Max tidak mengenakan pakaian apa pun dan kembali meneriakinya sebagai pria m***m dan akan memukulnya. Untungnya, Max berhasil menghindar dan menggenggam kedua tangan gadis itu dengan lembut. “Tenang, Dalila. Aku memang tinggal bersamamu selama ini sebagai sosok Winter. Anjing kesayanganmu. Tetapi aku tidak melakukan hal yang macam-macam. Selain itu, jangan merasa cemas dengan fakta bahwa aku sudah melihat tubuhmu. Aku akan bertanggung jawab,” ucap Max mencoba untuk menenangkan Dalila. Sayangnya, Dalila sama sekali tidak bisa tenang. Ia merasa kesal, apalagi saat melihat wajah serius Max saat dirinya mengatakan akan bertanggung jawab. “Jangan mengatakan omong kosong! Aku tidak mau mendengarkan omong kosongmu ini! Sekarang bawa aku kembali ke rumahku!” teriak Dalila membuat pendengaran Max yang memang sangat sensitif terasa berdenging kuat. Namun, Max masih bisa mengendalikan ekspresinya. Ia pun berkata, “Tidak, kau tidak akan pergi ke mana pun, Dalila. Karena mulai saat ini, kau akan tinggal di sini. Dengan statusmu sebagai pasangan sehidup sematiku.” “Betapa aku muak mendengar omong kosong ini,” ucap Dalila dengan mengatupkan giginya. Benar-benar emosi dengan tingkah pria tampan di hadapannya ini. Dalila pun menarik tangannya dengan kuat dan berniat untuk menyerang Max. Sayangnya, serangan Dalila dengan mudah terbaca oleh Max. Dalam sekejap mata, kini posisi mereka malah terlihat sangat intim. Dalila dipeluk dari belakang oleh Max yang menahan pergerakannya, tentu saja dengan memastikan jika Dalila tidak mengalami luka apa pun. Max lalu berbisik, “Aku tidak pernah mengatakan omong kosong, Dalila. Jika aku berkata bahwa kau akan menjadi istriku, maka itulah kenyataannya. Kau, akan menjadi istriku.” Setelah mengatakan hal itu, Max pun mencium leher Dalila dan membuat Dalila berontak sembari melemparkan makian kasar yang bahkan belum pernah Dalila katakan sebelumnya. Dalila benar-benar frustasi dengan apa yang terjadi saat ini. Ia tidak habis pikir, mengapa dirinya bisa berakhir dengan situasi yang tidak masuk akal ini.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN