8. Kekejaman Tuan Muda

1323 Kata
Dengan perasaan ketakutan Abigail memberanikan diri menatap Kenny. “Beberapa bulan lagi ulang tahun pernikahan kita yang kelima. Aku tahu hal ini akan menjadi perkara yang panjang dan memakan waktu lama. Maka dari itu aku ingin mengajukan perceraian hari ini.” Kenny tertawa sumbang lalu menyambar omongan Abigail. “Lo yakin mau cerai dari gue? Kehidupan macam apa yang lo harap di luar sana tanpa sokongan dari keluarga gue, huh? Nggak usah aneh-aneh. Simpan saja kembali surat gugatan cerai itu. Sekarang lo pulang dan lupakan soal perceraian itu. Gue akan memusnahkan surat ini,” ujar Kenny. Kali ini suaranya terdengar lebih rendah dari sebelumnya. Kenny menyimpan kembali dokumen yang belum sempat dibacanya secara lengkap itu ke dalam amplopnya. “Aku nggak mengharapkan apa pun. Aku hanya mau perceraian. Tolong kabulkan permintaanku ini,” ujar Abigail dengan dingin. “Jadi lo serius mau meminta perceraian dari gue?” Abigail mengangguk penuh keyakinan. “Aku sama sekali nggak keberatan sekalipun harus hidup terlantar di luar sana setelah bercerai darimu, asal aku bisa melepaskan diri dari kamu dan keluargamu secepatnya,” ujar Abigail. “Aku tahu kamu sudah menantikan hari perpisahan denganku dari sejak lama. Aku minta maaf karena selama ini telah menghancurkan kehidupanmu dengan kehadiranku. Jadi ayo kita bercerai saja, Kenny.” Kenny bangkit dari sofa lalu meraih cangkir yang berada di atas meja kopi dan melemparkannya ke arah Abigail. Beruntung Abigail sudah memperhitungkan hal seperti ini pasti akan terjadi jika dia mengusik emosi Kenny. Abigail segera mundu dari cangkir tersebut jatuh di depan kakinya. Abigail menatap ke arah serpihan cangkir yang berhamburan di lantai. Abigail kembali mengangkat kepala dan mendapati Kenny sedang menatapnya tajam dan napas memburu. Rahangnya tampak mengeras pertanda laki-laki itu telah dipenuhi oleh kemarahan. “Memangnya lo siapa berani menceraikan gue?” ucap Kenny berjalan mendekati Abigail dengan gerakan dan tatapan yang mengerikan. “Aku benar-benar nggak tahan dengan pernikahan kita dan hidup berada di bawah kaki keluarga kamu yang selalu menginjak-injak harga diriku, Kenny,” ujar Abigail penuh keberanian mengutarakan keresahan dan keluhannya selama ini. Kenny tertawa mengerikan. “Bukannya lo memang nggak punya harga diri dan pantas mendapatkan perlakuan seperti itu dari keluarga gue? Harusnya lo itu bersyukur dijadikan bagian dari keluarga Dirgantara. Gini ini tipe-tipe manusia nggak tahu diri! Kayak lo. Udah ditolongin malah ngelunjak!” bentak Kenny lalu mendorong kepala Abigail dengan ujung telunjuknya. Abigail melangkah mundur berusaha menjauhi Kenny. “Sebegitu hinanya aku di matamu, Kenny?” “Ya, sangat hina bahkan nggak ada kata paling tepat untuk melukiskan betapa hinanya lo di mata gue,” ujar Kenny sambil terus melangkah mendekati Abigail. “Harusnya lo berterima kasih karena gue nggak membuang lo ke jalanan setelah kakek meninggal. Sekarang dengan nggak tahu dirinya lo mau menggugat cerai gue?” “Bukannya memang perpisahan ini yang kamu inginkan dari dulu?” “Iya, tapi cuma gue yang punya hak menceraikan lo. Dan sebelum gue mendapatkan apa yang gue inginkan, jangan harap lo akan mendapatkan perpisahan dari gue,” ucap Kenny dengan tatapan mencemooh. “Aku mohon kabulkan permintaanku ini, Kenny,” pinta Abigail sambil menangkupkan kedua tangan di depan dadanya. Abigail memekik keras saat Kenny mendorong tubuhnya dan menyekapnya di dinding. Jemari kokoh laki-laki itu mencekik leher Abigail hingga meringis kesakitan. Abigail menangkup tangan Kenny yang sedang mencekiknya, berusaha untuk melepaskan tangan itu sebelum dia kehabisan napas. “Asal lo tahu, gue itu benci banget sama lo. Gue juga nggak tahan lihat wajah lo ini. Makanya gue nggak pernah mau sekamar sama lo dan lebih suka tinggal di apartemen dari pada rumah sendiri,” ujar Kenny mendekatkan wajahnya di depan wajah Abigail. “Lo itu sangat menjijikkan tapi gue suka ketika melihat lo disiksa, dihina dan dipermalukan oleh siapapun apalagi anggota keluarga gue. Dan gue nggak mau kehilangan hiburan berharga itu.” Mata Abigail terpejam menahan sakit di hati sekaligus lehernya. Dia ingin menangis dan marah untuk melampiaskan emosinya saat ini. Namun entah kenapa air mataya sulit untuk dikeluarkan. Sejak menikah Abigail benar-benar lupa bagaimana caranya menunjukkan ekspresi dan emosinya di hadapan orang lain. “Jadi camkan ini baik-baik. Gue nggak akan pernah mau mengabulkan permohonan lo itu sekalipun lo bersujud dan memohon di kaki gue. Inget ya! Hanya gue yang punya hak untuk memutuskan perceraian kita,” ujar Kenny lalu melepas cengkraman tangannya dari leher Abigail. “Aku mohon lepaskan aku, Kenny. Kalau memang harus bersujud di kakimu, akan melakukannya asal kamu menceraikanku,” mohon Abigail sungguh-sunggu. Detik berikutnya Kenny mendorong tubuh Abigail dengan kasar hingga terjatuh di atas sofa. Abigail refleks memekik karena terkejut sekaligus kesakitan akibat ulah Kenny. Kemudian Kenny mendudukkan dirinya di atas tubuh Abigail. “Apa yang akan kamu lakukan, Kenny?” desis Abigail semakin ketakutan. “Gue akan mengabulkan keinginan lo itu. Tapi sebelum itu terjadi lo harus bisa memuaskan gue,” ujar Kenny sambil menyeringai lalu mengamit kedua tangan Abigail dan mengunci di atas kepala perempuan itu. “Tutup mulutmu, Kenny! Kamu sendiri yang bilang nggak suka dengan bentuk dan aroma tubuhku yang kampungan. Lalu kenapa sekarang kamu menuntut hal seperti itu dariku?” “Diam lo, Jalang?!” bentak Kenny kemudian menampar pipi Abigail. Belum sempat Abigail melawan lagi bibirnya sudah dibungkam dengan bibir Kenny. Laki-laki itu meraup bibir Abigail dengan sangat kasar. Abigail sangat panik saat ini. Tubuhnya terus memberontak dan menolak perbuatan Kenny. Sekuat tenaga dia berusaha menyingkirkan tubuh Kenny dari atas tubuhnya. Jantung Abigail berdebar sangat cepat dan bayangan-bayangan malam pertama yang pernah dilaluinya dengan Kenny kembali berkelebat di kepalanya. Malam pertama yang seharusnya dilewati dengan romansa keindahan dan tak terlupakan seumur hidup itu, Kenny merebut mahkota kehormatan Abigail secara paksa. Abigail sebenarnya akan menyerahkan kesuciannya pada suaminya sendiri dengan sukacita jika Kenny memintanya dengan baik-baik. Namun yang terjadi Kenny justru menyiksanya habis-habisan di villa keluarga yang hanya ada mereka malam itu. Ketika Abigail sibuk dengan kenangan pahitnya di malam pertamanya, salah satu tangan Kenny bergerak turun kebawah untuk meremas payudaranya tanpa melepaskan kedua tangan Abigail. Seolah tak cukup meremas dari luar, tangan Kenny menelusup paksa mengangkat blouse yang tengah dikenakan oleh Abigail untuk kembali menangkup payudaranya Abigail tanpa melepas ciumannya. Tak menghiraukan lagi siapa kini yang tengah mencium dan meremas payudaranya dengan kasar, Abigail menggigit lidah Kenny kuat-kuat. Perbuatan itu seketika membuat Kenny menghentikan semua aktivitasnya di tubuh Abigail. Tak cukup sampai di situ sebuah tamparan di salah satu pipinya juga menambah keterkejutan Kenny. “Bajiingan kamu, Kenny Dirgantara!” pekik Abigail lalu melarikan diri dari sofa tempat Kenny mengungkung tubuhnya. Kenny menatap Abigail masih dengan tatapan penuh amarah dan kebencian. Dia bergerak cepat dan kini sudah berhasil mengunci tubuh Abigail kembali di dinding ketika Abigail hendak melarikan diri dari ruangannya. “Setelah ini jangan pernah membicarakan perceraian lagi kalau lo masih menginginkan hal itu. Paham lo?” ucap Kenny kemudian tersenyum mengerikan. Kenny menepuk pipi Abigail yang sudah terkena tamparannya beberapa kali. “Sekarang lo pulang dan lupakan semua hal yang terjadi di ruangan ini. Dan satu lagi, jangan pernah membahasnya dengan siapapun.” Abigail bergegas merapikan penampilannya sebelum meninggalkan ruangan Kenny. Setelah dirasa cukup dia keluar ruangan sambil mengenakan masker yang menutupi sebagian besar wajahnya. Dia juga menuruti perintah Kenny untuk keluar dari gedung lewat pintu darurat yang terletak di samping gedung. Saat berada di tangga darurat Abigail mengistirahatkan tubuhnya. Setelah duduk sembari memeluk kedua lututnya Abigail menangis tersedu ketika teringat kembali tindakan menjijikkan yang dilakukan oleh Kenny padanya. Demi Tuhan Abigail tidak akan pernah mengampuni perbuatan laki-laki itu. Sekalipun harus membusuk di neraka setelah menghukum Kenny suatu hari nanti, ia rela asal bisa membalas rasa sakitnya ini. Setelah tangisnya reda Abigail mengeluarkan ponsel dari dalam tas jinjingnya yang ternyata sedang dalam posisi merekam. Tadi sebelum menuju resepsionis, Abigail memang mengatur ponselnya sedemikian rupa agar dalam posisi bisa merekam apa pun yang terjadi padanya hari itu. Sekalipun tidak mendapatkan kualitas video yang baik, setidaknya ucapan buruk semua orang padanya hari itu terekam dengan sangat jelas. Dia akan menggunakannya nanti sebagai barang bukti ketika proses perceraiannya sudah sampai ranah hukum dan pengadilan. ~~~ ^vee^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN