1. Skandal Sang Suami

1269 Kata
Wanita dengan ekspresi dingin tanpa meninggalkan kesan anggun itu tengah menatap manekin dalam balutan setelan pakaian wanita berupa blouse dengan potongan lengan balon warna broken white dan rok motif plisket di bawah lutut warna hitam yang harus dikenakannya pagi ini. Fashionnya memang telah diatur sedemikian rupa oleh sang ibu mertua karena dianggap cara berpakaian sang menantu sangat kampungan. Padahal alasan sebenarnya agar sang menantu yang memiliki kecantikan alami dan berkelas itu tidak tampak mencolok dan lebih fashionable dibanding anggota keluarga perempuan lain dalam keluarga Dirgantara. Wanita dengan minim ekspresi itu bernama Abigail, menantu dari keluarga Dirgantara yang merupakan konglomerat terpandang tetapi terkenal problematik. Sudah empat tahun Abigail menjadi menantu keluarga tersebut. Namun dua tahun belakangan dilewatinya bagaikan di neraka sejak kematian Tuan Beni Dirgantara, kakek dari keluarga Dirgantara. Abigail mengeluarkan pakaian dari manekin tersebut dan segera mengenakannya. Apa pun aktivitasnya memang harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Kalau tidak segala macam cacian, makian dan hinaan akan didapatkan Abigail dari semua penghuni kediaman keluarga Dirgantara. Setelah mengoles wajahnya dengan riasan tipis Abigail keluar dari kamarnya di lantai dua untuk melanjutkan aktivitas selanjutnya. Tepat ketika langkahnya telah sampai di anak tangga terakhir, sebuah tumbler kosong mendarat di keningnya. “Telingamu sudah tuli? Aku memanggilmu sejak tadi, tapi nggak ada satupun respon yang kamu berikan. Ngapain aja kamu di atas?” hardik Konita, istri dari Joni Dirgantara pimpinan dari Dirgantara Group sekaligus ibu mertua Abigail, dengan tatapan penuh amarah. “Aku tahu kamu pasti sedang sibuk melihat media sosial, iya kan? Kamu nggak ada niatan untuk minta maaf pada ibu mertuamu ini?” maki Konita. Namun Abigail sama sekali tidak memberi respon. Hal itu membuat Konita naik pitam dan kembali menghardik menantunya tersebut. “Dengar ya, putraku nggak akan melakukan perbuatan menjijikkan seperti yang diberitakan di media sosial itu, kalau bukan kamu yang memprovokasi dia untuk melakukannya. Ayahnya saat ini sedang menghadapi jaksa penuntut untuk melindungi nama baik perusahaan, sementara anaknya terlibat dalam rumor nggak masuk akal seperti ini,” ujar Konita sambil menunjukkan ponselnya. “Pernah nggak sekali saja kamu ikut merasa bersalah atas skandal apa pun yang diperbuat oleh suamimu selama ini? Jangan hanya menatapku seperti itu! Jawab pertanyaanku! Atau kamu sengaja memilih diam karena sedang mengabaikanku?!” bentak Konita tak terima pada sikap dingin Abigail, lalu sebuah tamparan mendarat di pipi mulus menantunya itu. “Mama!” Terdengar sebuah bentakan dari arah pintu penghubung ruang tengah dan ruang utama rumah ini. Konita menoleh dan mendapati anak perempuan tertuanya sedang berdiri sambil menatap tak simpati padanya. Perempuan itu adalah Joanna Dirgantara, anak kedua dari Joni Dirgantara. Saat ini menjabat sebagai CEO Dirgantara Group. “Hentikan keributan ini,” ujar Joanna dengan raut kesal. “Aku yakin beberapa ART sedang menyaksikan kalian saat ini.” “Mereka nggak ada kepentingan berada di ruang keluarga jam-jam sekarang ini,” ujar Konita menyanggah ucapan Joanna. Wanita itu lalu mengalihkan pandangannya ke arah Abigail kembali. “Perlu aku ingatkan berapa kali padamu, aku membiarkanmu tinggal dan makan secara gratis di rumah ini, tapi bukan berarti kamu jadi bertingkah seperti nyonya rumah ini. Kamu itu cuma yatim piatu yang nggak jelas asal usulnya. Jadi jangan belagu!” “Lebih baik kamu kembali ke atas,” ujar Joanna memberi perintah pada Abigail. Sebenarnya perempuan itu bukan sedang membela apalagi melindungi Abigail. Dia hanya sedang lelah dan malas melihat keributan sekecil apa pun di dalam rumah setelah melewati hari-hari yang melelahkan di kantornya. Abigail hanya menunduk patuh lalu berbalik badan dan tanpa kata meninggalkan ibu mertua dan kakak iparnya itu. Sikap Abigail yang seperti itu selalu mampu mengusik emosi Konita. Sehingga membuat Konita berpikir bahwa sikap Abigail tersebut sedang berusaha menentangnya. Seperti saat ini, sebenarnya wanita itu belum selesai melampiaskan kemarahannya pada Abigail, tapi karena sungkan pada Joanna yang dianggap memiliki pengaruh sedikit di bawah sang suami, akhirnya Konita melepaskan menantunya itu. “Kamu kenapa udah pulang kantor jam segini, Joan? Ada apa?” tanya Konita pada Joanna. Kali ini tutur bicaranya lebih lembut dan keibuan tentunya. “Semalam aku menghabiskan waktu di kantor dan baru kembali ke rumah pagi ini, Ma,” jelas Joanna, tanpa bisa menyembunyikan raut lelah di wajahnya. “Aku sedang membereskan semua konten yang beredar di media sosial. Aku sengaja nggak membicarakan soal konten itu demi menjaga kedamaian di rumah ini. Lalu kenapa Mama malah menggangggu Abigail dengan membahas skandal memalukan yang jelas-jelas memang diperbuat oleh Kenny?” tegur Joanna. “Bagaimana kalau dia sengaja menjadikan berita itu untuk mendapatkan hal-hal yang nggak dia dapatkan selama ini sebagai menantu keluarga Dirgantara? Padahal selama ini juga dia memang nggak pernah dianggap sebagai bagian dari keluarga ini. Dia bisa saja menuntut Kenny maupun keluarga kita kalau nggak segera diberi peringatan,” ujar Konita dengan napas naik turun menahan amarah. “Kamu nggak usah sok baik, Joan. Semua orang di rumah ini sama saja. Nggak ada satupun yang memedulikan keberadaan perempuan miskin itu di rumah ini. Memangnya kamu mau diinjak-injak sama dia?” ~ Sesaat setelah berada di dalam kamar ponsel Abigail berdering pelan. Deretan nomor baru sedang berusaha menghubunginya. Setelah berpikir sejenak Abigail menerima panggilan tersebut. “Selamat pagi. Apa benar saya sedang berbicara dengan Nona Abigail?” sapa si penelepon bersuara pria dewasa dengan ramah. “Ya, benar. Dengan siapa?” “Perkenalkan saya Farusman. Pengacara keluarga sekaligus orang kepercayaan ayah Nona Abigail.” “Ada kepentingan apa menghubungiku?” tanya Abigail tanpa basa basi. “Saya mewakili Tuan Santana ingin menanyakan kondisi Nona Abigail?” Abigail terdiam sejenak. Dia mengingat saat awal menikah dulu sempat meminta izin pada ayahnya untuk menjadi bagian dari keluarga Dirgantara. Awalnya sang ayah melarang niat Abigail tersebut karena tidak tega membiarkan sang anak menjadi bagian dari keluarga yang terkenal problematik itu. Namun ketika kakaknya mendengar hal itu justru berbalik mendukung keinginan Abigail tersebut. Dengan catatan Abigail akan menjadi mata-mata dalam keluarga Dirgantara dan harus melaporkan semua temuannya kepada kakaknya itu. Jika Abigail memenuhi misi itu maka dia akan diterima dalam keluarga Santana, karena sebelumnya Abigail adalah anak terbuang dalam keluarganya sendiri. Abigail dianggap anak haram karena dia adalah anak dari wanita simpanan Tuan Santana. Satu tahun pertama Abigail masih rutin melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan keluarga Dirgantara kepada orang suruhan kakaknya. Sayangnya semakin lama laporan Abigail menjadi hal-hal tidak penting dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan bisnis Dirgantara Group yang merupakan saingan bisnis Santana Group. Karena semenjak menikah, Abigail hanya menjadi ibu rumah tangga biasa yang tidak pernah menginjakkan kakinya di gedung perkantoran milik Dirgantara Group. Akhirnya karena merasa Abigail tidak lagi bermanfaat, keluarga Santana kembali membuang Abigail. “Aku baik-baik saja,” jawab Abigail dingin. “Tuan Santana meminta Anda pulang, Nona.” “Pulang ke mana? Rumahku di sini.” “Tuan Santana sangat memikirkan kondisi Anda. Tuan juga tahu kalau kehidupan Anda di dalam keluarga Dirgantara sangat jauh dari kata baik-baik saja. Apa perlu saya mendatangi kantor Dirgantara Group dan mengatakan hal yang sebenarnya tentang Anda, Nona?” “Tidak perlu. Jangan campuri urusan saya. Saya bisa mengatasi apa pun kondisi yang tengah menimpa kehidupan saya. Lagipula saya hanyalah anak yang terbuang, jadi untuk apa Tuan Santana begitu mengkhawatirkan saya.” “Nona jangan berkata seperti itu. Biar bagaimanapun Tuan Santana adalah ayah Nona Abigail. Jauh di dalam lubuk hatinya beliau sangat menyayangi Nona dan kini sedang merindukan putri kandungnya ini. Jadi saya mohon Nona Abigail menyempatkan waktu untuk mengunjungi Tuan Santana.” “Saya pikir-pikir dulu.” “Baiklah, kalau begitu saya akhiri panggilan telepon ini. Jika membutuhkan sesuatu silakan menghubungi nomor ini.” “Baiklah.” Abigail mencoba memikirkan rencana apa yang sedang disusun oleh keluarga ayahnya itu kenapa tiba-tiba menghubungi dirinya setelah empat tahun tanpa komunikasi apa pun. ~~~  ^vee^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN