11. Masih Menjadi Misteri

1400 Kata
“Ya, kamu sangat kejam. Bahkan kamu nggak pernah memperlakukan secara manusiawi.” “f**k!” Kenny refleks mengumpat sembari menghantam roda kemudi. Kenny tidak suka mendengar pengakuan jujur Abigail tentang dirinya. Apalagi dia bisa melihat dengan jelas ekspresi datar Abigail ketika menyampaikan kejujuran itu, seolah sedang mencemooh dirinya. Kenny sangat tidak terima direndahkan seperti ini oleh Abigail. Cengkeraman tangan Kenny pada roda kemudi semakin kuat. Tanpa sadar dia menginjak pedal gas terlalu dalam sehingga menambah kecepatan laju mobil sportnya. “Kayaknya kamu marah, ya? Tapi untuk apa marah? Kamu sendiri yang menanyakan tentang sikapmu padaku selama ini. Lagipula kalau nggak suka dengan semua kata-kataku, kamu boleh turunkan aku di sekitar sini,” ujar Abigail dengan suara lirih. Kenny melirik ke arah Abigail. Perempuan itu menatap lurus ke arah depan. Jemarinya saling bertaut satu sama lain. Sepertinya sedang gugup dan ketakutan, menurut Kenny. Kenny menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Dia sedang membutuhkan Abigail saat ini untuk masa depannya. Seharusnya ia memperlakukan Abigail dengan baik dan tidak bersikap kejam lagi. Mau tidak mau Kenny harus terbiasa dengan karakter barunya di depan Abigail kalau ingin hidupnya berjalan sesuai rencananya. Meskipun harus canggung dan menerima kejujuran Abigail tentang dirinya, dia harus terima konsekuensi itu. “Aku nggak marah sama kamu. Justru aku sedang marah pada diriku sendiri. Bisa-bisanya aku bersikap seburuk itu padamu,” ujar Kenny dengan nada bicara lebih rendah dari biasanya. “Kenapa?” “Aku nyesel udah bersikap buruk padamu selama ini, Abbey.” Tak ada tanggapan apa pun dari Abigail. Sehingga membuat Kenny mau tidak mau menarik kepalanya untuk menoleh ke arah perempuan berambut lurus sebahu itu. Kini Abigail sedang memalingkan wajah ke kaca jendela di samping kirinya tanpa ekspresi. Saat ini mobil sedang berhenti karena lampu lintas sedang menyala merah. Kenny mengambil kesempatan ini untuk memandangi wajah Abigail dari samping. Kalau dipikir-pikir baru kali ini Kenny menatap Abigail lebih dari satu detik seperti sekarang ini. Abigail memiliki wajah lonjong, hidung yang mancung alami, bulu mata lentik tanpa bantuan penjepit bulu mata, alis yang rapi tanpa perlu repot-repot mengukir dengan pensil alis dan profil side yang sempurna. Kenny baru menyadari kalau Abigail mirip seperti gambar yang dihasilkan oleh teknologi artificial intelligence (AI) versi nyata. Tatapan Kenny turun ke tangan Abigail. Kini jemari perempuan itu tak hanya saling bertaut, tetapi juga meremas ujung blouse yang sedang dikenakannya. Perempuan itu pasti sangat tidak nyaman dengan situasi yang terlalu tiba-tiba ini. Begitu pikiran Kenny ketika tanpa pikir panjang mengulurkan tangan untuk menyentuh punggung tangan Abigail yang terasa sangat dingin. Abigail terkejut dan refleks menarik tangannya lalu menatap tajam ke arah Kenny. Tak berselang lama Abigail menundukkan kepala sambil berkata, “Maaf… Aku,” ucapnya tanpa mampu melanjutkan kata-katanya. “Kamu kenapa?” Abigail menggeleng pelan sambil menatap Kenny takut-takut. “Nggak apa-apa,” ujarnya lirih, kemudian menunduk kembali. Tatapannya mengarah pada tangannya yang baru saja disentuh oleh Kenny. Kenny kembali tancap gas melanjutkan perjalanan menuju kediaman keluarga Dirgantara. Dalam perjalanan ponsel milik Kenny berdering. Setelah melihat nama yang muncul di layar ponsel, Kenny menepikan mobilnya dan menerima panggilan tersebut. “Ada apa, Rel?” tanya Kenny pada sekretarisnya yang bernama Farel. “Pertemuan saya dengan asisten Debora sudah selesai, Pak. Kabar baiknya beberapa produk yang saya presentasikan menarik minat Debora dan kita mendapat kesempatan untuk menampilkannya di ajang peragaan Debora Fashion Show yang akan diadakan tiga bulan lagi di Jakarta.” Kenny tersenyum semringah mendengar kabar itu. “Kamu serius? Joanna bagaimana?” tanya Kenny menyebut nama kakak perempuannya. “Produk milik kakak Anda kurang diminati oleh Debora. Jadi pihak Debora hanya mengambil produk-produk yang diminatinya.” “Apa itu artinya selangkah lagi kita akan bisa berkolaborasi dengan Debora?” “Tentu saja, Pak. Kami akan melakukan yang terbaik untuk perusahaan.” “Baguslah. Kamu ajak tim design dan marketing makan-makan. Tempatnya kalian yang atur. Nanti saya akan transfer uangnya kalau sudah sampai rumah.” “Terima kasih banyak, Pak. Semoga Tuhan memberkati,” ujar Farel. Kemudian Kenny mengakhiri panggilan teleponnya. Abigail terdiam mendengarkan obrolan Kenny dengan sekretarisnya di telepon. Abigail mencoba mengingat-ingat tentang Debora. Setelah berpikir singkat dia akhirnya ingat bahwa Debora adalah nama samaran yang digunakan oleh kakak laki-lakinya dalam dunia fashion. Daniello Santana adalah anak kedua Santana yang memiliki sedikit perbedaan dengan dua saudara laki-laki lainnya. Daniello memiliki karakter yang lemah lembut dan satu-satunya saudara beda ibu yang memberikan sedikit perhatian pada Abigail. Abigail bertanya-tanya, apa Kenny tahu bahwa Debora adalah nama samaran Daniello? Apa tujuan Daniello menerima produk dari perusahaan garmen milik Dirgantara Group yang kini sedang dikelola oleh Kenny, sementara produk-produk yang dihasilkan perusahaan garmen itu adalah khusus fashion pria, sedangkan Debora sendiri berfokus pada fashion wanita? Kenapa tidak memilih produk yang dihasilkan butik milik Joanna yang jelas-jelas produk fashion wanita? “Maaf, ya. Ada urusan kerjaan. Kita jalan lagi ya,” ujar Kenny tak mendapat tanggapan apa pun dari Abigail. “Oiya, kamu sudah makan siang belum? Apa kita makan siang dulu aja ya, sebelum pulang?” Abigail terkesiap. “Aku makan di rumah saja. Nanti Mama akan ngomel-ngomel dan menuduh aku morotin kamu kalau ketahuan makan bareng kamu di luar,” ujar Abigail dingin. Kenny tak membantah lagi. Dia melajukan mobil ke arah rumah tanpa menawarkan apa pun lagi pada Abigail. Di tempat duduknya Abigail terus memikirkan tentang hal-hal yang membuatnya bertanya-tanya. Beberapa hari kemudian Abigail disibukkan oleh persiapan untuk menyambut acara ulang tahun ibu mertuanya. Ibu mertuanya tidak mau orang lain ikut campur membantu Abigail mempersiapkan acara itu. Mulai dari urusan dapur hingga menata ruangan agar terlihat sedemikian mewah meski hanya diadakan di rumah. Alasannya jika ada yang tidak memuaskan ibu mertuanya itu hanya perlu melampiaskan kekecewaannya pada Abigail, tanpa perlu melibatkan orang lain lagi. Akan ada sekitar 50 tamu undangan yang terdiri dari kolega penting dan kerabat terdekat. Jadi Abigail harus menyiapkan hidangan mulai dari hidangan utama hingga pencuci mulut untuk 100 orang sesuai permintaan sang ibu mertua. Kesibukannya itu cukup membuat Abigail jadi tidak fokus pada gugatan perceraian. Ditambah Kenny juga tidak membahas tetapi juga tidak menghindari Abigail seperti biasa. Meski mereka tetap tinggal di kamar terpisah seperti biasa, sikap Kenny tidak sekasar dan sedingin sebelum Abigail mengajukan gugatan cerai. Kenny lebih sering berada di rumah. Dia berangkat bekerja paling akhir dibanding anggota keluarga yang melakukan aktivitas di luar rumah, tapi dia menjadi orang yang pulang ke rumah paling awal. Anggota keluarga Dirgantara yang lain mulai memerhatikan perubahan itu. Namun belum ada satupun dari mereka yang berniat mengawali pembahasan soal itu. Mereka seolah mempunyai pemikiran yang sama, mungkin Kenny sedang bosan dengan wanita-wanita simpanannya dan belum menemukan wanita baru untuk dijadikan simpanan. Tepat di hari perayaan ulang tahun Konita rumah mulai disibukkan oleh beberapa orang dari event organizer yang dipercaya Abigail untuk mendekorasi kediaman keluarga Dirgantara. Saat Abigail membawa nampan berisi makanan dan minuman ringan untuk kru EO yang sedang bekerja, seseorang yang tengah berbincang dengan Konita tiba-tiba berbalik badan dan bertabrakan dengan Abigail yang kebetulan sedang lewat di sana. Gelas yang ada di atas nampan terbalik ke arah tamu Konita tersebut dan membuat minuman berwarna merah dari gelas itu menumpahi pakaiannya. “Sial! Kamu mengotori dress mahalku! Dasar bodoh!” pekik tamu Konita tersebut. “Gajimu sebagai pembantu di rumah ini selama sepuluh tahun tidak akan sanggup mengganti dress mahal ini!” hina perempuan yang sama sekali tidak dikenal oleh Abigail. “Maaf, tapi Anda yang tiba-tiba berbalik dan menabrak saya,” balas Abigail tidak terima dihina seperti itu oleh orang yang tak dikenalnya. “Dan satu lagi, saya bukan pembantu di rumah ini. Tapi saya-” “Sudah… sudah! Jangan diperpanjang lagi,” ujar Konita menengahi sekaligus mencegah Abigail mengakui status dirinya sebagai menantu di keluarga Dirgantara. “Aku akan mengganti rugi gaunmu itu. Dan kamu lebih baik cepat bereskan kekacauan ini,” ujar Konita pada Abigail lalu mengajak tamunya mengobrol di tempat lain. “Aku tahu Nyonya Joni Dirgantara memang baik orangnya. Tapi lain kali kalau mau rekrut pembantu lebih teliti lagi,” sindir tamu Konita, seolah belum puas menghina Abigail. “Sudah kubilang aku bukan-” Ketika Abigail hendak membalas ucapan penuh penghinaan itu, Kenny tiba-tiba datang lalu menahan tangan Abigail yang hendak maju ke arah perempuan yang tengah menatap penuh cemooh. Dari tatapannya Kenny meminta agar Abigail tidak melanjutkan perdebatan tidak berguna ini. “Kita bicara di kamar,” ujar Kenny dengan suara rendah sebelum menarik pelan tangan Abigail sekaligus menggenggamnya, meninggalkan Konita serta tamunya yang terperangah menatap interaksi antara Abigail dan Kenny. ~~~ ^vee^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN