Memilih Andara

1071 Kata
Dia yang memiliki hak sepenuhnya karena dia adalah tahta nomor satu dari suaminya sendiri. "Apa aku boleh menemui Dena, sayang?" Kepala Vante dengan hati-hati sedikit mendongak untuk menatap ke arah Andara. Dilihat wanitanya yang lebih cantik dari bunga manapun itu. Vante menyayanginya lebih dari dia menyayangi dirinya sendiri. Lagi, mata sayu itu tidak dapat berbohong, tidak perlu ditanya lagi, pasti jawabannya tidak. Andara tidak peduli jika dirinya dikatakan egois, memang dia tidak pernah ikhlas jika suaminya dimiliki oleh wanita lain juga. Vantenya adalah miliknya dari awal. "Kalau aku bilang tidak, apa kau akan tetap menemuinya, Te?" Lirihan wanita itu pelan sekali. Bahkan, menyentuh sudut hati Vante yang terdalam, kini hati si pria berdenyut. Ucapan Andara benar-benar terasa tulus dan tidak bisa disakiti. Kapan lagi Vante akan menurutinya jika tidak sekarang? Ayolah, Andara yang lebih membutuhkanmu, Vante. Kemudian, Vante mencoba bangkit dari tidurnya dan berusaha membelakangi Andara. Tangan kirinya bahkan memijiti pelipisnya yang tebal tersebut. Sungguh, keputusannya agak sulit untuk ia pilih karena Dena juga membutuhkan dirinya. Andara menggigit bibir bawahnya dengan kuat, dia tahu sekali bahwa Vante sangat ingin menemui Dena hari ini, terlihat lagatnya yang gelisah tidak sabaran. Sangat miris untuk Andara lalui hari ini. Berakhir, Andara memberanikan dirinya untuk memeluk tubuh sang suami dari belakang. Perlahan, ia menaruh dahinya untuk menempel pada punggung lebar milik Vante. Ya, punggung lebar yang selalu menjadi favorit Andara semenjak Vante mengklaim diri Andara sebagai kekasihnya dulu. "J-jangan menemuinya, Te. Eugh … a-aku tidak mau. Aku mohon, untuk h-hari ini saja, tetaplah bersamaku disini, s-suamiku …." Andara mempererat kedua tangannya untuk memeluk perut Vante. Benar, Andara bodoh dan sangat bodoh dalam hal ini. Untuk apa memohon pada laki-laki seperti Vante? Bahkan, Andara saja bisa dengan mudah pergi dan meninggalkan Vante dan memilih Raihan sebagai pasangan hidup yang sempurna. Lagipula, Raihan begitu menyayangi Andara, kan? Vante menghela nafas panjang dan membalikkan tubuhnya. Ia lalu merengkuh tubuh mungil Andara ke dalam dekapan hangatnya. Tentu saja, kehangatan itu menjalar di seluruh tubuh Andara dan membuat darah wanita manis itu berdesir. Belum lagi, ciuman hangat yang diterima Andara di dahinya membuat dia menjadi merasa begitu tenang. "Sayang. Aku tidak suka istriku yang cantik ini menjadi menangis. Apalagi karena ulahku. Aku tidak berniat menemuinya, aku akan selalu menuruti permintaanmu ini. Tentu, Andara adalah berliannya Vante," balas Vante sembari membawa kedua belah bibirnya untuk mendarat di dahi Andara dengan cukup lama. Setelahnya, dilepas dan kedua tangan laki-laki itu menghapus jejak air mata Andara. Selanjutnya, mereka saling bertatapan dan tersenyum lembut. Vante kembali mencium bibir Andara, hingga Andara dapat merasakan sensasi rasa geli dan ketagihan di area perutnya tersebut. *** Siang hari di kediaman Vante Adinan. Andara terlihat sedang sibuk di dapur dan asik dengan kegiatan memasaknya. "Lagi apa, sayang?" tanya Vante. Dia memeluk tubuh sang istri dari belakang dan sesekali jahil dengan menciumi rambut Andara yang terikat. Aroma tubuh Andara menyeruak keluar sehingga membuat hidung Vante tidak berhenti mengendus bahu mulus Andara. Ya, hormon laki-laki itu bisa saja meningkat jika tidak dikontrol dengan baik. Belum ada jawaban dari Andara membuat aksi Vante semakin liar tidak karuan. Dia menggerakkan tangan kanannya untuk menyelinap masuk dari bawah dress rumahan yang tengah dikenakan Andara. Tentu, tangannya tersebut mencoba menyentuh kulit perut Andara dan sesekali memainkan pusar wanita itu dengan penuh kelembutan. Kebiasaan Vante dari sejak awal menikah. Andara membiarkan saja kelakuan Vante yang nakal dan memilih fokus memotong sayuran untuk dibuatkan sop kesukaan dirinya dan sang suami. Seketika pergerakan tangan Vante berhenti di dua gundukan milik Andara yang terasa seperti kenyal. Alis mata Vante terangkat sebelah saat menyadari sesuatu pada gundukan itu. Lalu, salah satu sudut bibirnya terangkat sempurna. "Tidak pakai bra, ya?" Vante dengan jahilnya memutar ujung gundukan tersebut berlawanan dengan arah jarum jam. Sehingga, membuat Andara tanpa sengaja mengeluarkan rintihan kecil. Alhasil, ujung gundukan tersebut mengeras dan menciptakan sensasi yang menyengat pada bagian bawah milik Andara. "Ah! Vante! Aku jadi tidak fokus!" berang Andara akibat perlakuan jahil Vante. Dia sedang masak, Vante menjahilinya. "Hukuman untuk wanita yang nakal dan sengaja menggodaku," sela Vante dengan kembali mencubit ujung gundukan Andara dengan gemas. Ingin bermain lebih lanjut, dia membawa tubuh Andara memutar untuk menghadapnya. "E-eh! Aku sedang memasak. Ini kau yang nakal, Vante! Huh?" Andara mem-poutkan bibirnya karena kesal. Ya, ekspresi wajah dan bibir yang manyun itu membuat Vante menjadi gemas sendiri dan ingin menggigit Andara. "Gemes banget sih. Utututu … utututu tayangnya Te tatu-tatunya," rayunya dengan memanjakan sang istri. "Aku melepas bra-nya karena merasa sesak saat memasak. Bukan nakal! Is!" Vante terkekeh kecil mendengarnya. "Iya, iya. Aku mengerti, sayangku," bisik Vante sembari mendekatkan tubuhnya dan memeluk Andara. Tidak lupa, juga mengecup leher Andara berulang kali hingga basah. *** "Vante, jangan mengganggu anak kecil. Lihat! Mereka jadi tidak suka padamu. Kenapa kau memaksa?" Dari jauh Andara bersuara karena melihat Vante yang sepertinya bersitegang dengan anak kecil yang tengah memegang lolipop. Vante dan Andara memang tengah berada di taman bermain dekat dengan perumahan mereka. Taman ini selalu ramai di sore hari. Banyak penjual mainan dan makanan serta orang-orang yang berlalu lalang hanya sekedar untuk berjalan santai. "Tidak, sayang. Anak kecil ini mengejekku karena aku tidak mau mengalah untuk membeli gula kapas. Padahal, dia sendiri sudah punya lolipop," jawab Vante membela dirinya sendiri karena merasa tidak bersalah. Andara membuang nafas panjang dan geleng-geleng kepala dengan kelakuan suaminya tersebut. "Mengalahlah. Mereka sangat lucu, Te. Kau tega sekali padahal mereka anak yang polos," ujar Andara. Ia heran, terkadang Vante bisa berubah sifat menjadi seperti bayi saja. "Mama! Paman ini jahat sekali. Aku ingin gula kapas itu. Ughhh!" Vante memutar malas kedua bola matanya mendengar rengekan anak kecil yang ada di hadapannya itu. "Ini gula kapasku, aku duluan yang membayarnya," sungut Vante, sehingga ibu dari anak kecil tersebut menghampiri mereka. Gula kapas tersebut memang tersisa satu saja. "Vante? Berikan pada anak itu. Nanti, kita membeli yang lain. Aku juga sedang tidak ingin memakan gula kapas," bujuk Andara dengan susah payah. Vante memanyunkan bibir bawahnya dan menatap Andara dengan mata yang memelas minta dikasihani. Perlahan, dia memberikan gula kapas itu pada anak kecil yang ada di hadapannya. "Ya, sudah. Nih …." "Hey, Nona. Bayimu sangat aneh," ucap ibu dari anak kecil tersebut pada Andara. "Aku sua-" "Dia memang bayi besarku, silahkan ambil gula kapasnya," potong Andara dengan cepat. Lalu, dia menuntun Vante untuk pergi dari sana dengan sesegera mungkin. Baru beberapa langkah, Andara dan Vante bertemu dengan lelaki yang sangat tidak ingin Andara lihat dari dulu. Sosok laki-laki yang telah membuat Andara mengecapnya sebagai lelaki dengan image buruk. "J-jaren?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN