Pagi menjelang, Ollie terbangun tanpa membuka mata ia menggerakkan tangan, tangannya menyentuh pipi seseorang dan orang itu tidur di sisi tempat tidurnya. Ollie tahu dari helahan nafas teratur itu. Karena sentuhan tangan Ollie, Hendry terbangun dan menggenggam tangan yang ada dipipinya yang hendak ditarik Ollie.
Ollie membuka mata dan menghadap Hendry yang masih menggenggam tangannya dan menyentuhkannya ke pipinya. Saat Ollie melihat kearahnya, Hendry tersenyum melihatnya.
”Selamat datang kembali. Kalau bangun seperti ini setiap hari, maka setiap hari akan menjadi lebih indah.”
”Mengapa berkata yang seperti itu? Tidak seperti dirimu.” Ollie menarik tangannya yang dibiarkan Hendry.
Mereka berdua dikejutkan suara pelan bunyi ponsel nada panggilan masuk. Hendry bertanya kepada diri sendiri ponsel siapa yang berbunyi, dan melirik kearah Lulu yang masih terlelap. Karena ia tidak tahu nada dering siapa dan terkejut saat menyadari bunyinya berasal dari saku celananya. Ia berpikir itu bukan nada deringnya tetapi mengapa ada di kantong saku celananya.
”Itu nada dering dari ponselku.” Ollie berkata dengan lembut dan menunggu Hendry untuk memberikan ponselnya.
Hendry mengambil ponsel itu, berjalan menjauh dari Ollie dan menjawab telpon yang masuk itu. Membuat Ollie heran dengan perbuatan Hendry yang seharusnya menyerahkan ponsel itu kepadanya bukan menjawab panggilan tersebut karena ia sudah bangun.
Sebelum sempat Hendry mengatakan halo kepada penelpon, suara yang terdengar langsung membuat Hendry menjauhkan sedikit telinganya dari ponsel itu.
”Hei... Violet. Mengapa kau belum datang ke kantor. Hari ini kita masih sibuk? Ada apa denganmu sampai terlambat hari ini? Tidak berencana untuk ijin hari inikan!”
”Maaf ini bukan Violet. Ia tidak bisa masuk beberapa hari ke depan. Sekarang ia memulihkan kesehatannya.”
”Violet sakit!” nada sedih terdengar dari sana sebelum menanyakan di mana Violet sekarang. ”Ia dimana sekarang?”
”Ia di rawat di klinik jantung yang berada di pusat kota.”
”Oh, baiklah. Terima kasih atas informasinya.”
Sambungan telpon terputus secepat telpon itu berdering, dan Hendry mengembalikan ponsel itu kedalam saku celananya. Saat ia berbalik wajah penuh tanya Ollie menyembutnya.
”Ada apa lagi ini?” Hendry duduk di sisi Ollie dan mengelus kepalanya.
”Mengapa tidak kau biarkan aku yang menjawab panggilan itu tadi?” Ollie bertanya lemah.
”Tidak baik bagi jantungmu sekarang. Lebih baik kau tidak menggunakannya untuk sementara, bisa mengganggu alat-alat yang memonitor keadaan jantungmu.” Hendry menunjuk alat-alat yang masih terpasang untuk memonitor keadaannya.
”Kau berkata seakan kau adalah dokter yang merawatku.” Ollie berkata kesal karena Hendry melakukan semua tindakan tanpa seijinnya.
”Jangan seperti itu. Seperti anak kecil. Nanti aku kembali lagi.” Hendry berdiri dan memberikan ciuman dikening Ollie, kemudian berjalan keluar kearah Lulu untuk membangunkannya dan keluar dari ruang perawatan Ollie.
Lulu mendekat kerah Ollie yang terlihat kesal, sambil mengecek matanya Lulu duduk di sisi Ollie dan memandang kakaknya yang melihat ke pintu tempat Hendry tadi pergi.
”Kakak, mengapa melihat seperti itu kearah pintu?”
”Tidak ada apa-apa.” Jawab Ollie sedikit ketus, walau terdengar lemah.
”Tidak apa-apa? Dengan nada suara seperti? Sangat tidak meyakinkan.” Lulu tersenyum kearah Ollie yang sangat mengenal kakaknya.
”Hendry mengatur semua yang boleh dan tidak boleh aku lakukan. Hal itu sangat menjengkelkan. Seolah-olah ia dokter saja, dan tahu apa yang baik untukku saat ini.”
”Kakak, tidak tahu bahwa Hendry teman kakak itu ternyata seorang dokter?” Lulu memandang penuh selidik kearah Ollie, yang memandangnya tak percaya apa yang baru saja ia dengar.
”Dia seorang dokter?” Lulu mengangguk membenarkan, kemudian menjelaskan kepada kakaknya dengan senyum simpul.
”Dia dokter yang merawat kakak.” Setelah diam sejenak, Lulu menggoda kakaknya. ”Sepertinya pangeran berjubah putih kakak, benar-benar datang untuk menjemput kakak sekarang!”
Ollie memandang tak percaya kepada adiknya yang melontarkan pernyataan itu di saat seperti ini, membuat wajah Ollie sedikit memerah karena tersipu. Melihat wajah kakaknya tersipu karena hal itu, dia tertawa dan membuat mimik lucu saat memandang kakaknya sehingga mereka berdua tertawa.
Mereka berhenti saat mendengar pintu kamar dibuka, mereka melihat Dian, kakak pertama mereka sudah tiba. Lulu berlari dan memeluk kakaknya dengan penuh syukur. Dian memandang Ollie, dengan tatapan menilai keadaan adiknya itu.
”Bagaimana keadaanmu? Apa kata dokter?”
”Untuk sekarang hanya terasa lemas, tidak terasa sakit lagi seperti saat kejadian. Aku tidak tahu, apa diagnosis dokternya.” Ollie menjawab lemah kakaknya. Dian kemudian berpaling kearah Lulu dengan pandangan menuntut jawaban atas pertanyaannya tadi seandaianya Lulu mengetahui.
”Dokter mengatakan Kak Ollie terkena serangan jantung, tetapi untuk kondisinya yang sebenarnya, Lulu belum tahu. Kak Didi juga tidak siap mendengar bagaimana kondisi Kak Ollie sebenarnya. Jadi kita menunggu Kak Dian atau Ayah dan Ibu datang.”
”Dokternya sudah berkunjung pagi ini?” Lulu menggeleng untuk memberi tahu kakaknya bahwa dokter belum memeriksa keadaan Ollie pagi ini.
Hendry memasuki ruang perawatan Ollie ditemani dengan seorang perawat, ia melihat bahwa sudah ada orang baru yang datang mengunjungi Ollie. Hendry memakai pakaian kerjanya, sehingga orang baru itu langsung berdiri dan langsung bertanya kepadanya.
”Saya, kakaknya Ollie, saya ingin tahu bagaimana kondisi kesehatan Ollie saat ini, dokter?”
”Saya akan memeriksa kondisi pasien sebentar, nanti kita bicara di ruangan saya saja.”
”Tidak bisa di sini saja, aku rasa Ollie juga berhak untuk mengetahui kondisinya.” Hendry mulai melakukan pemeriksaan terhadap Ollie tanpa menjawab pertanyaan Dian. Ia melepaskan alat yang untuk memonitor keadaan Ollie, setelah yakin bahwa Ollie tidak memerlukan alat tersebut. Selesai pemeriksaan perawat tersebut keluar, Hendry menghadap kearah kakak Ollie dengan penuh penilaian dan melihat juga kearah Ollie yang juga menunggu jawaban darinya.
”Sepertinya, kita bicara di ruangan saya. Setelah itu kita bisa memberitahu Ollie bagaimana kondisinya. Mari, ikut ke ruangan saya sekarang”
Kakak Ollie mengangguk mengerti, dan mengikuti Hendry menuju ke ruangannya. Setelah mempersilahkan Dian duduk, Hendry mengeluarkan hasil tes yang telah dilakukan kemarin dan menyerahkannya sambil menjelaskan bagaimana kondisi Ollie.
”Ollie menderita stenosis katup aorta. Ini terjadi karena penyempitan pada lubang katup aorta yang menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap aliran darah dari ventrikal ke aorta. Pada kasus Ollie terjadi penyempitan orifisium katup selama periode beberapa tahun. Gejalahnya angina, sesak nafas atau pingsan saat melakukan aktivitas.”
”Beberapa tahun, Dok? Ollie sudah lama menderita ini!”
Hendry mengangguk sebelum memberitahu apa yang didengarnya selama dari Lulu, bagaimana kondisi Ollie selama ini.
”Semalam saya mendengar cerita dari Lulu, bahwa Ollie pernah saat kuliah dulu merasakan nyeri d**a yang sangat hebat. d**a sebelah kirinya sakit, seperti jantungnya ada yang meremasnya. Tetapi ia tidak pernah memeriksakan diri ke dokter. Setelah kejadian itu ia sering mengalami sesak nafas, tetapi saat tidak terlalu capek ia akan sembuh sendiri. Dan ia juga tidak pernah memeriksakan ke dokter.”
”Ollie masih bisa sembuh kan, dok? Apa yang harus dilakukan?”
”Karena Ollie sudah mengalami semua gejalahnya. Sebaiknya dilakukan pembedahan untuk mengganti katup sebelum terjadi kerusakan ventrikal kiri yang tetap.”
”Ollie perlu melakukan operasi!” kakak Ollie syok mendengar hal itu, ia benar-benar terkejut. Ollie hanya bercanda selama ini, dan melakukan pertanyaan, mencari informasi untuk kesehatan jantung dengan alasan untuk kesehatan saja.
”Sebelum melakukan operasi, Ollie harus meminum antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi katup jantung. Jika Ollie bisa menghadapi ini dengan baik, kita bisa memberitahunya sekarang. Tetapi jika ia tidak siap untuk menghadapi ini, lebih baik kita tunda untuk sementara. Mungkin setelah kedua orangtua kalian datang.”
”Terima kasih, dokter. Saya rasa, Ollie siap mendengar ini. Ia tentu sudah menduga-duga setelah kejadian ini. Ia lebih siap dari kami semua untuk mengetahui hal ini.”
”Baiklah, kita bisa memberitahunya sekarang. Silahkan!”