Setelah sampai di foodcourt, mereka memesan makanan mereka dan kemudian duduk di tempat yang kosong di sudut ruangan yang ditunjuk oleh Hendry. Mereka makan tanpa bicara dan berusaha menghabiskan hidangan masing-masing. Saat makanan mereka tinggal setengah lagi dan Ollie minum Hendry mengajukan permintaan.
”Bisakah minggu depan kita bertemu kembali?”
Ollie tersedak dan sedikit menyemburkan minumannya, cepat-cepat ia mengelapnya dengan tangan dan mengambil tisue yang tidak cukup untuk menyeka air yang tumpah turun ke dagunya. Melihat keadaan Ollie. Hendry mengambil dan mengulurkan saputangannya.
Ollie mengambilnya dan menyeka kekacauan itu dari tubuhnya, memandangi Hendry yang sedari tadi memperhatikan kelakukan Ollie dan tersenyum simpul. Melihat hal itu, tiba-tiba benak Ollie kosong. Apa yang mau dikatakannya tadi. Setelah berpikir cukup lama akhirnya ia menemukan apa yang akan dibicarakannya.
”Oh, entahlah. Aku belum bisa memastikannya.”
”Kalau begitu saya minta nomor telpon saja.” Melihat Ollie ingin menghindar kedua hal itu, dan Hendry bertekad mendapatkan keduanya ia berkata ”Kalau tidak ada pertemuan selanjutnya dan komunikasi. Bagaimana pertemanan kita ini bisa berlanjut.”
”Oh, trik kuno.” Ollie mendesah tak percaya apa yang diperbuat Hendry, tetapi sebenarnya ia senang. Ternyata ada orang yang tidak memandangnya dengan aneh dan selalu menganggap bahwa dia orang yang terlalu aneh untuk diajak bergaul.
”Apakah berhasil?” tanya Hendry dengan senyum kemenangan dibibirnya.
”OK. Baiklah.” Ollie mengalah. Mereka bertukar nomor telpon dan menghabiskan makan siangnya, lalu keluar dari restoran cepat saji itu dan pulang.
Karena hari itu Ollie dan Hendry sama-sama membawa kendaraan, mereka berpisah di pintu masuk mall dan berjalan ke arah parkiran kendaraannya masing-masing. Dan berjanji untuk saling menghubungi kembali dan bertemu di tempat yang sama minggu depan.
Hendry mengendara kendaraannya dengan hati yang ringan menuju tempat ke rumah sementaranya di sini. Belum pernah semenjak ia datang ke kota ini merasa senang. Dan itu terlihat dari perubahannya terhadap rekan-rekan yang bertugas dengannya kemudian.
Semula sikapnya yang selalu kaku, dengan wajah tanpa senyum dan pandangan seolah-olah mengatakan jangan berani-berani mendekat atau terima sendiri akibatnya. Dan mendapat julukan gunung es di belakang punggungnya, perubahan itu membuat rekan-rekannya bertanya sesama mereka, apa yang terjadi dengan dr. Hendy Hendrik yang super dingin itu.
Tetapi itu, membuat suasana menjadi lebih dinamis dan tidak canggung setiap mereka berpas-pasan. Bahkan sikap kalau ada cewek yang berani menarik perhatiannya tidak terlalu pedas ucapan yang dikeluarkan seperti dulu.
∞
Ollie menghadapi minggu yang berat, ia harus menyiapkan materi rapat yang akan dilaksanakan perusahaannya Selasa depan. Hal ini berarti tidak banyak waktu istirahat yang ia dapatkan, bahkan untuk membuat semua bahan rapat rampung ia harus mengerjakannya sebagian di rumah agar dapat selesai tepat waktu.
Kelelahan membuat kondisi badannya sedikit memburuk. Rasa sesak dan sakit di pundak sebelah kirinya sedikit lebih hebat dibandingkan dengan sebelumnya. Aku benar-benar masuk angin parah pikir Ollie. Malam ini ia berbaring dan mencoba untuk tidur lebih awal dengan harapan saat terbangun keesokan harinya ia akan segar kembali.
Dengan harapan bahwa sesak dan sakit di bahu kirinya cuma masuk angin biasa, Ollie mengambil minyak untuk mengoles tempat yang sesak dan sakit saat ponselnya berbunyi. Ia melihat panggilan nama yang tertera adalah Hendry, seminggu yang melelahkan.
”Halo.....” sapa Ollie lembut, membuat orang yang diujung telponnya tersenyum.
”Tidak lupa dengan janji ke temu kita hari minggukan? Tempat dan jam yang sama!” Hendry mengingatkan Ollie dengan suara riang. Karena jeda yang lama membuat ia cemas dan berujar ”Kau tidak lupa dengan janji kita dan menggantinya dengan janji kepada orang lain bukan?” suaranya sedikit gusar.
”Oh....” Ollie benar-benar lupa telah membuat janji dan kesibukan yang seperti tidak akan berakhir minggu ini. ”Maaf, aku lupa. Minggu ini benar-benar sibuk di kantor. Sekali lagi saya minta maaf.” Ollie berkata dengan suara yang terdengar benar-benar kelelahan dan sedikit terengah.
”Kau baik-baik saja?” tanya Hendry cemas mendengar suara yang didengarnya terengah dan sepertinya benar-benar kecapekan.
”Sedikit lelah, tetapi saya baik-baik saja. Setelah tidur malam ini besok juga sudah segar lagi.”
”Benar tidak apa-apa? Kamu yakin tidak sakit dan tidak hanya menduga bahwa kamu baik-baik saja kan?”
”Aku sangat yakin, aku baik-baik saja. Tidak usah cemas hanya capek dan butuh istirahat. Baiklah sampai jumpa hari minggu di tempat dan jam yang sama.” Ollie segera memutuskan sambungan telpon, untuk menenangkan kembali detak jantungnya.
Sebenarnya Ollie gugup menerima telpon dari Hendry tadi, ia tidak terbiasa dengan kondisi yang dijalaninya saat ini. Orang yang terlalu sedikit memaksa, kalau kuliah dulu ia mudah untuk menghindar. Tetapi dengan Hendry, semuanya benar-benar diluar kendalinya.
Hendry sepertinya terlalu tahu banyak tentang dirinya. Dari percakapan yang dilakukan, perbuatan yang ia lakukan kepada Ollie membuat ia benar-benar menyerah. Ada apa dengan orang ini? Bagaimana ia bisa membuatku jadi hilang kendali dan menuruti maunya. Trik yang Ollie lakukan saat kuliah tidak berhasil dengan Hendry, dia selalu mempunyai alasan untuk mematahkan argumen Ollie dan menang perdebatan tanpa Ollie merasa kalah.
∞
Setelah sambungan telpon yang Hendry lakukan terputus, ingatannya masih terus terngiang bunyi nafas Ollie yang berat. Seakan-akan bukan hanya kelelahan seperti yang dikatakan Ollie, tetapi ia menduga bahwa ada yang tidak beras dengan kesehatan Ollie.
”Apakah Ollie benar baik-baik saja. Dan bukannya hanya menenangkan diriku agar tidak cemas.” Hendry bergumam sambil memandang keluar jendela melihat langit yang bertabur bintang.
”Atau aku hanya tertipu dengan bunyi nafasnya. Semoga yang ia katakan tadi benar.” Ucap Hendry kepada langit yang cerah.
Hendry tersenyum mengingat kembali seperti apa wajah Ollie, saat ia benar-benar kehilangan kata-kata saat berdebat dengannya. Wajah itu terlalu polos sehingga apa yang dipikirkan dan bagaimana emosinya sangat jelas terlihat. Melototkan mata saat tidak percaya, matanya juga akan sedikit berputar dengan mulut mengatup rapat saat berpikir mencari alasan lain, atau mendesah dengan wajah yang lucu saat ia tidak lagi mempunyai alasan untuk mendebat. Pribadi Ollie benar-benar membuatku tertarik dan terpikat batinnya.
Sejenak ia merenung kembali alasan mengapa ia sampai di kota ini. Hendry sedikit kaget karena ia belum lagi memulai pencariaannya kembali. Setelah ia berselisih jalan saat ia mengunjungi rumah Violet di desa. Ia kehabisan ide bagaimana mencarinya kembali, setelah alamatnya di kota tidak dapat ia dapatkan dari orang tua Violet. Atau informasi dari teman-teman sekolahnya, tidak juga bisa membantu. Karena sebagian mereka tidak ada di desa, atau mereka juga tidak tahu keberadaanya di kota atau pekerjaannya.
Edwin teman sekelasnya dulu yang jenius juga sudah pindah ke Jakarta, Hendry hanya berkomunikasi dengannya lewat telpon. Hendry dan Edwin bertemu di tempat seminar kedokteran, sebelumnya mereka juga telah berkomunikasi lewat f*******:. Hendry juga bertanya hanya dengan sekadarnya tanpa harus menampakkan apa maksudnya dengan menggali informasi teman-teman sekelasnya dulu. Dan ia tidak juga mendapatkan informasi yang banyak, ia hanya tahu bahwa Violet kuliah di kota mereka.
Itu informasi yang sangat sedikit, tetapi tetap berharga. Setidaknya Violet tetap di kota ini dan ia masih bisa mencarinya. Dan untuk sekarang, sepertinya pencarian itu tertunda karena Ollie yang mempunyai sikap seperti Violet. Walaupun kesamaan itu ada dan terasa benar, tetapi mereka orang yang berbeda pikir Hendry.