Dia Kembali

1623 Kata
Zion berciuman di halaman belakang sekolah dengan orang yang ber make up tebal. Apa itu artinya dia memiliki kelainan menyukai wanita lebih tua ? Bagaimana mereka bertemu ? Siapa perempuan itu ? Selingkuhannya ? Oh, tidak memangnya Zion sedang menyelingkuhi siapa ? Ilka merajuk, beribu kali ia menabrakan jidatnya ke arah meja untuk menghapus segala asumsi tentang Zion. Dan ya, apapun yang ia lakukan tetap saja Suasana hatinya mudah bergejolak hanya dengan memikirkan bocah tengik yang kini malah mengganggu bagian dalam jiwanya. Cukup, Ilka lelah karena dari waktu yang terlewati ia tak bisa juga mudah melupakan moment tercabul yang ia saksikan. Tak menyadari bahkan bila hal-hal seperti itu sering terjadi bila ia bersama Zion. Ilka yang malang. "Bagaimana minggu kemarin ?" Loli membuka topik yang sensitif di pagi yang indah. Setelah hampir satu minggu ia bertanya, Ilka selalu berupaya menggunakan trik jenius untuk mengganti topik pembicaraan dengan cukup baik, hingga gadis berkucir kuda itu lupa. Namun untuk kali ini dia nampaknya sudah kebal dibohongi. Terlihat dari ekspresi yang seolah berkata aku tidak akan bisa kau bodohi lagi. Dan dengan itu akhirnya Ilka menyerah dan bicara. *** Netranya terarah lurus. Laki-laki itu lunglai, ia tak lagi b*******h untuk memulai aktivitas pagi. Matanya menyipit kala seberkas cahaya matahari mengintip dari gorden jendelanya. Tapi itu tak terlalu menarik, ia lebih suka bila dibangunkan oleh perempuan yang secara ajaib memikatnya dalam sekejap. Ya, Zion merasa ia sudah terlalu melankolis sekarang. Ia merindu. Sentuhan lengan seseorang yang secara mengejutkan langsung menghantarkan listrik ke dalam tubuhnya. Sensasi yang ia ingin rasakan. Hingga sebuah senyuman lantas terukir tanpa diminta. "Senpai ?" "Ara, kau masih mengingat gadis bodoh itu ?" Lain, Zion seharusnya mulai terbiasa mendapati fakta jila Ilka tak lagi berada di sampingnya -meskipun dulu disampingnya pun berupa paksaan- Zion cukup perasa sebagai pemuda yang terbilang baru pertama kali merasakan cinta. Apa yang menjadi doping telah hancur hanya mendengar suara perempuan itu. Moodnya memburuk. "Tinggalkan aku sendiri !" "Meski sebelumnya kau telah menciumku ?" Tak ada suara Zion memutuskan mengalah dan mengabaikan wanita itu. Baginya lebih baik begitu, karena meskipun berlanjut ia tak bisa yakin menang melawan perempuan yang lebih tua tiga tahun darinya. "Lupakan saja dia." Perempuan itu mendekapnya, tak peduli bila gaun tidurnya sedikit tersingkap. Seolah sengaja membangkitkan Zion, menggodanya agar bertindak lebih. Dan sebelum hal liar mengkontaminasi pemikiran sang pemuda tanggung. Kecupan ringan mendarat pada bibir perempuan itu. "Selamat pagi." Zion menutup segalanya. Ia tak ingin mengotori tubuhnya dengan perempuan yang bukan menarik minatnya. "Pagi juga sayangku." *** "Zion melakukan itu ?" Loli bekomentar sambil memasang wajah super terkejut secara berlebihan. Pagi yang cerah telah terisi sebuah gosip panas yang mengundang beberapa gadis lain untuk curi dengar. Tapi meski begitu, keduanya tetap berceloteh. Lebih tepatnya hanya satu orang, sebab narasumbernya memilih untuk bercerita sesingkat mungkin. Ia tahu betul jika tanggapan sahabatnya akan terlalu di dramatisir dan malah lebih akan meresahkan jiwanya. "Iya." Dia sudah kehilangan nafsu untuk berkata-kata apalagi membahas bocah yang entah sejak kapan mulai ia anggap sebagai seorang pria. Ilka sadar bila kehilangan akan sedemikian menyakiti. "Kau tahu, yang seperti itu bisa jadi hanyalah ujian. Ya, seperti ujian masuk sekolah. Sebelum kau diterima ada tes kan ? Iya kan ? Aku benarkan ? Tapi kau harus terus maju kejar cintamu sampai- Ilka ? Hei !" Tak menunjukan reaksi. Wajah Ilka layu dan ia pucat. Lebih buruk dari pada kondisinya saat diputuskan Senpai. Suasana horor mulai menggelitik. Apalagi saat Ilka tak bergerak dari posisi telungkupnya diatas meja. Dia pingsan. *** "Ada apa dengan si datar Ilka ?" Loli terus berkomat kamit sambil sebelah lengannya membawa jinjingan berisi obat dan beberapa bahan makanan dan yang lainnya membaca secarik kertas tulisan tangan Ilka yang Loli temukan diatas nakas. Sejak Ilka pingsan, pihak sekolah dengan sigap memberi pertolongan pertama. Namun karena melihat kondisi yang buruk, Ia diperintahkan untuk pulang dan berobat jalan. Dan disinilah Loli berada, sebagai teman yang baik ia segera saja mengambil alih tugas sebagai pengganti orangtua bagi Ilka. Lagi lagi ia terjebak dan menjadi gadis baik. Menghela napas panjang. Menatap langit yang mulai menunjukan perubahan. Loli berdecak, Cuaca agak mendung siang itu. Ketika rintik mengenai pipinya, Loli segera mengambil inisiatif untuk berteduh. Dia tak punya uang lebih untuk membeli payung, karenanya ia hanya berdiri mematung di depan sebuah toko seni. Toko yang memamerkan berbagai seni rupa yang Loli tak mengerti. Ketika asyik menatap sebuah lukisan yang unik. Loli terperangah. Sosok yang lama telah dilupakan kini berdiri di depannya dengan senyum tanpa dosa. Loli muak. "Um.. Loli kan ?" Pria berkacamata yang memiliki postur tubuh tinggi. Ia memulai sebuah obrolan basa basi. Sedikit reuni di tengah hujan rintik yang mulai lebat. Pengisi kekosongan hati. "Dari sekian waktu yang terlewat mengapa aku harus bertemu orang sepertimu ?" Pedas. Tidak tanpa alasan ia berkata tanpa menoleh. Loli hanya merasa bila segala hal berjalan tak adil. Bagaimana ia tahu jika Laki-laki yang dua tahun lebih tua darinya itu adalah Mantan kekasih sahabatnya dan juga orang yang sempat mengisi relung di dalam hatinya. Sebuah rahasia yang ia sendiri simpan sendirian selama bertahun-tahun. Karena bila Ilka mengetahui itu bisa dipastikan gadis itu akan menganggapnya perempuan pengkhianat. Meskipun pada akhirnya dia ikut berpartisipasi memisahkan keduanya karena sebuah kesaksian. Hingga Laki-laki itu memutuskan sahabatnya. "Masih sama ya." Ia tersenyum kecil. Sebelah lengannya menggaruk bagian belakang lehernya. Menatap Loli yang tak juga menoleh ke arahnya. "Bagaimana kabar Ilka ? Apa dia masih sama ?" Loli tak berucap, sesungguhnya hanya dengan membahas Ilka dalam pembicaraannya mengapa malah kian menyakiti ? Bukankah cinta yang ia simpan telah hilang ? "Dia baik." Mempertahankan sejumlah sikap yang pertama kali ia perlihatkan. Loli berusaha untuk tegar. "Begitu, kurasa keputusanku benar saat itu. Semua demi kebaikannya karena kau tahu aku bukan-" Loli tak sanggup, ia sangat tak ingin mendengar kalimat dari pria itu. Biarpun ia sedikit bahagia, namun dengan membahasnya ia merasa berdosa. Ia berlari menerobos hujan. Hingga kantong yang ia bawa terjatuh entah kemana. "Siapa Kak ?" Sosok pria lain keluar dari balik pintu kaca. Sedang pria berkacamata hanya tersenyum masam sambil menggeleng. Mereka berdua berdiri dalam satu garis yang sama. Ya, faktanya mereka adalah Kakak beradik. "Tidak ada." Atensi melirik ke arah kantung yang teronggok. Buru-buru lelaki satunya memungut plastik tak bertuan itu dan memperlihatkan pada laki-laki yang ia sebut kakak. "Milikmu kak ?" Mata pemuda itu sedikit melebar, namun kembali pada bentuk semula saat mengenal kantung plastik itu. "Ah, aku lupa." "Dasar ceroboh." *** Pemuda berkacamata nampak gamang. Berkali-kali ia menimbang antara mengetuk atau tidak. Sedang sebelah tangannya ia gunakan menjinjing kantong putih yang Loli jatuhkan saat pertemuan mereka. Jika kau bertanya mengapa Laki-laki itu tahu pemilik asli bungkusan itu. Sebab ketika ia membuka seksama kantong itu, ia menemukan sebuah tulisan tangan khas. Tulisan Ilka yang ia kenali meski telah dua tahun ia memutuskan hubungan. Tok tok Ketukan pertama yang ia lakukan secara tak sengaja. Ia juga begitu kaget mendapati tangannya mengetuk tanpa kesadarannya. Berdiri dengan bimbang, dengan hati yang berdebar. Sebetulnya ada rasa takut dan bersalah, namun ini milik gadis itu dan ia harus mengembalikannya. Bruuukkk.. Bunyi bedebam yang keras menyebabkan sang tamu segera masuk dan mencari-cari asal suara. Membuka pintu secara paksa dan memutari seluruh ruangan. Ia terkejut saat melihat Ilka tengkurap dilantai. Ia mendekat dan menyentuh dahi gadis itu. Panas. Dengan segera ia bergerak, membaringkan Ilka ke tempat tidur dan membongkar kantung plastik yang ia bawa. Mencari Paracetamol dan kompres praktis. Setelah menemukan keduanya ia memakaikannya di dahi dan meminumkan Paracetamol yang telah ia hancurkan. Memandangnya, tubuh laki-laki itu menatap dengan penuh rindu. Sudah lama sejak insiden yang terjadi. Dan apa mau dikata, bila hanya dengan melihatnya saja seolah rasa yang ia tahan membuncah keluar. "Long time no see." Berbisik, namun cukup bisa membuat Ilka membuka matanya. "Ah, selamat datang Bboby." Ilka kembali menutup matanya sementara sosok berkacamata itu tersenyum tulus sebelum memberinya sebuah kecupan singkat dikening gadis itu. Ya, gadis itu adalah mantannya yang tak pernah bisa ia gantikan posisinya walaupun ia memiliki pacar sekarang. *** "Sayang, mengapa kau diam saja ?" Perempuan itu terus menerus merewel. Laki-laki yang ia goda tak kunjung memberi respon meskipun ia berjuang. Mengenakan Lingerie terang dengan pakaian menerawang. Tidakkah itu cukup menggoyangkan iman Adam ? Ditambah tubuh yang ia miliki sangatlah indah. "..." Zion memutar matanya. Seketika semua hal yang ia rencanakan musnah. Sejak kakaknya kembali dari study di Perancis, perempuan yang mengaku pacar kakaknya selalu mengusili hidupnya. Mengabaikan fakta jika yang ia goda adalah adik pacarnya. Kadangkala ia muak, namun saat ia tak memiliki pilihan tentu saja menjadikan perempuan itu pelampiasan, cukup mudah. Tapi ia tak memerlukan apapun dari perempuan itu. Otaknya terganggu sejak kakaknya menghilang beberapa jam sepulang dari Toko seni. Ia nampak menyembunyikan sesuatu yang penting namun tak dapat ia terka. Apa sebenarnya ? Belum lagi firasatnya yang buruk menghantui. Tentang Senpai, tentang Ilka. Tentu saja sosok itu tak akan mudah ia lupakan walaupun gadis itu yang menyuruhnya. "Zion. Aku menginginkanmu." "..." "Mengapa diam saja ? Apa bagimu yang seperti ini kurang menarik?" Perempuan itu menarik sebelah pita di bahunya hingga gaun sebelah kanan melorot dan mempertontonkan dadanya yang tertutup lingerie merah sexy. "Aku muak padamu Lena. Tak bisakah kau menyadari posisimu ?" "Huh ? Kau pasti memikirkan gadis i***t itu lagi ya ?" Mendekap, Zion segera mempererat pelukannya pada tubuh setengah telanjang perempuan itu. Menghirup aromanya kemudian memberinya kissmark secara kasar di leher gadis itu dan ia beranjak. "Jangan membahas dia lagi." Zion tak ingin siapapun mengusik soal ia dan Ilka. Ia benci. Baginya seburuk apapun Ilka ia tetap saja orang yang ia cintai. Memberi service agar perempuan itu puas adalah pilihan ketika ia rewel dan bersikeras menyentuhnya. "Sialan, memangnya apa yang menarik dari si d**a rata itu ?" Ditinggal sendirian ditengah kenikmatan adalah yang terburuk. Gadis itu -Lena- mendecak sebal sebelum menarik dan mengikat kembali pita dibahunya. Sepertinya ia harus segera melakukan penyelidikan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN