BAB 1. Pertemuan Pertama Kita

3175 Kata
“Udah nonton film terbarunya Chiko belum?” Pertanyaan yang di layangkan oleh seorang gadis pada temannya dengan binar bahagia yang terlihat di matanya itu, membuat Chiko yang sedang menyamar di sana diam-diam tersenyum. “Udahhh, bagus banget actingnya kayak biasa. Pokoknya kalau Chiko yang bintangin nggak pernah mengecewakan deh.” “Iya, aku lihat di berita yang nonton filmnya udah tujuh juta lebih loh.” “Iya lah, filmnya Chiko kan nggak pernah gagal.” Percakapan dengan nada bangga yang di lakukan oleh para penikmat karyanya itu merupakan kesuksesan besar bagi Chiko. Laki-laki itu menjadi actor bukan untuk mendapatkan uang seperti kebanyakan orang. Karena jika uang adalah tujuannya maka membantu perusahaan ayahnya bersama kakaknya akan lebih menghasilkan uang. Ponsel Chiko berbunyi dan ada nama kakaknya di sana membuatnya berdecak sebal. “Hmm.” Balasnya singkat. “Salamnya mana? Sopan kayak gitu jawab telepon dari yang lebih tua?” Regarta mulai mengomel. Kakak laki-lakinya itu memang menyebalkan menurut Chiko. Segala hal harus sempurna tidak heran jika kariernya menjadi dokter dan membantu perusahaan ayahnya bisa berjalan beriringan. Sebenarnya Chiko tidak peduli juga apa yang Regarta lakukan, tapi menyebalkannya Regarta tidak bisa tidak peduli dengan apa yang Chiko lakukan. Karena itu Regarta selalu di cap menyebalkan, posesif, tukang ngatur, diktator, dan banyak lagi oleh Chiko. “Assalamu’alaikum mas Rega sayang.” Balas Chiko manis dengan wajah yang masam. Di sebelahnya sang manager hanya tersenyum geli melihat sikap actornya. “Wa’alaikumsalam. Ditanyain Bunda kapan pulang. Sekarang ke rumah makan malam di rumah!” Ucap Regarta memerintah seenaknya seperti biasanya. “Nggak bisa mas, Chiko ada wawancara siang ini dan sorenya ada jadwal syuting.” “Syuting terus kamu tuh, nggak ada waktu buat bunda dan ayah. Ini nih kenapa mas nggak bolehin kamu jadi artis ya begini ini. Nggak ada waktu.” Regarta kembali mengomel. Chiko masuk ke dalam mobil melepas topi dan maskernya kemudian mendesah. “Hari minggu deh mas Chiko pulang buat makan malam.” “Terserah! Nggak pulang juga terserah.” Regarta kesal kemudian mematikan teleponnya sepihak. Chiko melempar ponselnya ke samping dengan tidak peduli kemudian memasang headset nya dan mulai mendengarkan alunan musik kesukaannya. Di sepanjang jalan menuju hotelnya, Chiko melihat wajahnya terpampang dengan indah di beberapa papan iklan. Laki-laki itu tersenyum memandang hasil kerja kerasnya itu. Sekarang banyak sekali produk-produk baik kosmetik hingga mobil-mobil mewah mengejarnya untuk di jadikan bintang iklan. Siapa yang tidak kenal Chiko Malvino. Actor ternama yang filmnya tidak pernah gagal, bersih dari skandal, pendidikan cemerlang, wajah tampan dan ramah pada semua orang. Chiko melirik melihat ponselnya menyala. Ada nama adiknya di sana. Laki-laki itu tersenyum. Wanita paling di cintainya di dunia ini selain ibunya adalah Jelita, adiknya. “Mas Chiko!” Teriak gadis itu ketika panggilannya di jawab Chiko. “Hmmm?” “Mas ngadu sama mas Rega kalau aku punya pacar yah?” Tanya Jelita terdengar kesal. “Iya, kan emang kamu belum boleh pacaran.” Jawab Chiko enteng. Jelita terdengar menggerutu kesal membuat Chiko mengulum senyum geli. “Semua orang nyebelin, mas Rega nyebelin, mas juga! Cuma ayah yang baik hati.” Kesalnya. “Kata siapa ayah baik hati?” Chiko tertawa ringan. “Tanyain sana sama cowok kamu udah di datengin ayah apa belum.” Tambah Chiko lagi dengan tawa yang sama. Setelah itu sambungan telponnya langsung di matikan sepihak dan Chiko bisa membayangkan bahwa adiknya saat ini pasti sedang berteriak kesal. “Mas hari ini sebelum wawancara, Reza mau ketemu dulu, kebetulan beliau ada di hotel yang sama kayak kita gimana?” “Mau apa lagi sih? Kan aku udah nolak juga tawaran film yang dia mau itu.” Ujar Chiko kesal. Reza Taylor adalah sesama actor yang menganggap Chiko sebagai saingan. Laki-laki itu selalu berusaha merebut pekerjaan Chiko walaupun selama ini baik-baik saja tapi Chiko cukup terganggu dengan tingkah laki-laki itu yang seenaknya. “Beliau udah nunggu di hotel mas, gimana?” “Ya udah deh temuin dulu sebentar.” Putus Chiko akhirnya. Sesampainya di hotel banyak sekali fans yang menunggu di luar gerbang hotel. Karena beberapa hari lalu hotel tempat Chiko menginap tersebar. Mereka rela panas-panasan demi melihat Chiko. Karenanya, laki-laki itu membuka jendela mobil dan tersenyum ke arah mereka sambil melambaikan tangan. Teriakan mereka terdengar keras hingga membuat Chiko tersenyum senang. “Nanti wawancara jam berapa sih, Mel?” Tanya Chiko pada managernya. Namanya Melani, dia adalah teman Chiko sejak kuliah, lebih tepatnya Melani ini adalah adik kelas Chiko tapi pernah berada di organisasi yang sama sehingga keduanya cukup akrab. Seseorang yang selalu bisa Chiko andalkan dan menemani karier laki-laki itu sejak awal. Melani tidak pernah di beritahu siapa keluarga Chiko, wanita itu hanya tahu bahwa aktornya itu tidak akur dengan kakak pertamanya dan sangat posesif dengan adik perempuannya. Chiko memang sangat menjaga privasi keluarganya. “Jam satu sih mas, sekarang baru jam dua belas lewat.” Jawab Melani diangguki oleh Chiko. Sesampainya di lobby hotel, Chiko langsung mengikuti Melani menuju sebuah ruangan dimana Reza sedang menunggunya. Laki-laki itu langsung tersenyum sombong seperti biasanya. Chiko langsung duduk di hadapan laki-laki itu tanpa ekspresi. Reza sendiri bisa dibilang senior Chiko di dunia entertainment, dahulu mereka bahkan pernah satu agensi. Tapi sekarang jika di bandingkan dengan Chiko, ketenaran Reza tidak ada apa-apanya. “Mau apa lagi?” Tanya Chiko to the point. “Galak banget nih peraih penghargaan actor terbaik.” Balas Reza dengan nada yang menyebalkan. “Gue ada wawancara bentar lagi. Mau apa lagi sih lo? Gue udah mundur dari film yang lo mau, sekarang mau apa lagi?” “Gue cuma mau ngucapin makasih karena lo bersedia mundur. Jangan kaku begitu dong Chik! Biar gimanapun dulu kita deket loh.” Ucap Reza santai. Chiko mendesah kesal. Berada dekat dengan laki-laki seperti Reza selalu membuatnya tidak nyaman. Chiko memang lebih suka menghindari orang-orang yang berpotensi membuat masalah dengannya. Bukan karena dia takut disakiti atau semacamnya, tapi Chiko hanya tidak mau jika sampai mereka membuat masalah dengannya, ayahnya akan turun tangan dan ikut campur, setelah itu karier mereka pasti akan hancur. Chiko tidak mau menjadi penyebab kehancuran seseorang. Belum lagi ada Regarta yang sikapnya duplikat ayahnya itu. Kakak laki-lakinya itu juga tak kalah menyeramkan dari ayahnya. “Diminum dulu dong, masih satu jam lagi kan sebelum wawancara?” Ujar Reza. Tidak heran jika laki-laki itu mengetahui jadwal wawancara Chiko sebab media yang akan mewawancarai Chiko merupakan milik paman Reza. Media yang paling banyak menayangkan berita bohong tentang Chiko. Selama ini skandal yang mereka beritakan selalu berhasil di sangkal oleh Chiko. Alasan Chiko menyetujui wawancara itu adalah karena pemilik Star Media News datang ke acara penggalangan dana yang diadakan oleh Yayasan yang di kelola oleh Chiko kemudian ada sedikit insiden kecil di sana dan paman Reza itu menolong Chiko. Karena itu sebagai bentuk terima kasih Chiko setuju untuk di wawancarai perihal perjalanan kariernya. Chiko tahu mungkin nanti akan ada pertanyaan yang menyebalkan karena itu ciri khas mereka menurut para artis dan aktor yang pernah di wawancarai oleh mereka. Tapi laki-laki itu percaya diri bahwa dia pasti bisa menanganinya. “Udah kan? Gue pergi!” Ucap Chiko setelah meminum minuman yang di sediakan oleh Reza. Dia tidak mau berlama-lama mengobrol dengan laki-laki menyebalkan seperti Reza. “Mas, saya boleh ijin sebentar nggak? Adik saya nggak ada yang jemput sekolah.” Ucap Melani. Chiko mengangguk saja. Rumah Melani memang kebetulan dekat dengan hotel ini. “Tolong infokan ke resepsionis nanti kalau dari Star Media datang suruh tunggu di restoran bawah aja. Sudah di pesan kan ruangannya?” “Udah siap kok mas restorannya udah clean. Lagian sebelum wawancara juga saya udah pulang mas nanti saya yang akan jemput orang dari Star Media.” Balas Melani. “Ya sudah kalau gitu aku nunggu di kamar aja, sambil baca naskah.” Ucap Chiko. “Mending di ruang meeting kita aja deh mas, soalnya saya minta kamar mas di bersihin siang ini.” Ujar Melani. Chicko mengangguk kemudian keduanya berpisah di lift. Chiko naik ke atas sementara Melani turun ke bawah. Chiko memang tidak terlalu suka di kelilingi banyak orang seperti artis atau aktor lain yang penuh penjagaan bahkan di dalam hotel yang pengamanannya seharusnya sudah bagus. Karena itu di dekat kamar Chiko hanya ada satu pengawal dan sang manager. Melani sendiri terhitung serba bisa, jadi Chiko tidak butuh supir karena wanita itu bisa membawa mobil. Selain itu Melani juga bisa bela diri sehingga jika hanya pergi ke supermarket atau membeli makanan saja Chiko tidak mengajak pengawalnya. Di hotel ini sendiri, satu lantai sudah di booking oleh Chiko selama dia tinggal di sana, karena itu Chiko merasa aman. Hingga tiba-tiba selang beberapa menit setelah kepergian Melani, Chiko merasa gerah dan ada perasaan aneh lainnya. Laki-laki itu mulai kepanasan dan gairahnya naik tanpa bisa dia kendalikan. Chiko menghembuskan napasnya kasar sambil membuka beberapa kancing teratasnya. Otaknya mulai tidak berfungsi normal, laki-laki itu yakin sekali si b******k Reza menaruh sesuatu di minumannya. Laki-laki itu langsung menghubungi Melani untuk membatalkan wawancara karena dia yakin dia tidak akan bisa bertemu perwakilan dari Star Media yang datang. Bisa gawat jika orang itu perempuan. Tapi Melani tidak menjawab sambungan telponnya. Chiko buru-buru menuju ruang meeting, karena ruangan itu lebih dekat dari jangkauannya di banding kamarnya yang masih harus berjalan beberapa langkah lagi. Dia berencana mengunci dirinya di dalam ruangan itu, membatalkan seluruh jadwalnya hari ini dan mengurung diri hingga gairahnya reda. Kepalanya bahkan sudah terasa pusing sekarang. Tapi betapa kagetnya Chiko ketika dia masuk ruangan itu ada seorang wanita di dalam sana. Otaknya sudah tidak bisa berpikir dengan benar lagi, laki-laki itu sempoyongan dan menyebabkan beberapa pajangan di sebelahnya terjatuh. Dalam keadaan setengah sadar itu, Chiko melihat ada benda hitam kecil ikut pecah dan terjatuh bersamaan dengan benda-benda yang dijatuhkan tadi. Chiko tahu itu adalah kamera. Laki-laki itu sadar dia sedang di jebak tapi hasratnya tidak bisa di bendung. Alih-alih melarikan diri, Chiko malah menarik gadis yang berusaha menolongnya ketika jatuh itu menuju sofa dan mencumbunya dengan ganas. Laki-laki itu tidak sadar hingga sebuah pukulan keras dilayangkan Regarta di wajahnya. Chiko terjatuh dan bibirnya pecah. Samar-samar bisa dia dengar tangisan gadis itu yang sekarang sedang di peluk oleh ibunya. “Siapa yang ngajarin lo jadi laki-laki b******k?” Teriakan menggelegar Regarta dengan nada yang begitu marah membuat Chiko diam. Kepalanya masih pusing dan hasratnya masih tinggi. Tapi kemudian beberapa pukulan lagi dia dapatkan hingga Chiko tidak sadarkan diri. Ini adalah pertama kalinya Chiko melihat Regarta semarah itu. Laki-laki itu sampai menggunakan bahasa lo dan gue itu artinya kemarahannya sudah ada pada puncaknya. Di dalam keluarga mereka tidak boleh menggunakan panggilan lo dan gue pada sesama anggota keluarga. Itu sudah berlaku sejak Chiko kecil dan setiap kali selalu di tegaskan oleh Adrian, *** Ketika Chiko bangun, tubuhnya basah. Dia disiram dengan tidak berperasaan oleh kakaknya dan laki-laki itu sekarang sedang bersedekap dengan wajah masam menatap ke arahnya. “Bangun! Ganti baju! Setelah itu kita bicarakan pernikahan lo.” Ucap Regarta dengan nada datar. “Pernikahan? aku nggak—” “Lo salah! Lo masih berpikir nggak terjadi apa-apa setelah apa yang gue lihat, bunda lihat, ayah lihat bahkan Wendy juga lihat? Lo bukan anak kecil! Tanggung jawab!” potong Regarta tegas. Chiko mendesah, dia yakin sekali belum terjadi apapun antara dirinya dan gadis tadi yang bahkan Chiko belum melihat jelas seperti apa wajahnya. Lalu apa Regarta bilang tadi? Menikah? Karir Chiko sedang ada di puncaknya dia tidak mungkin menghancurkannya begitu saja dengan pernikahan konyol yang bahkan calonnya saja dia tidak kenal itu. Tapi melawan Regarta yang sedang marah sama saja mencari mati, karena itu Chiko diam. Menuruti perintah kakaknya itu untuk mengganti baju, kemudian mengambil minuman yang tersedia di sana dan meminumnya sedikit. Bagian dalam bibirnya pecah dan terasa perih. Senakal-nakalnya Chiko selama ini, Regarta belum pernah memukulnya. Chiko kembali mendesah karena harapannya untuk melarikan diri dari masalah ini sepertinya tipis. Tapi Chiko akan berusaha. Setelah Chiko selesai, dia keluar dari ruangan itu dan keluarganya sudah menunggu di ruang meeting. Sepertinya tadi Chiko di pindahkan ke kamar yang ada di ruang meeting itu ketika dia pingsan. Di sana ada ayahnya, Regarta dan Wendy tapi tidak ada Lisa dan wanita itu. Sepertinya mereka ada di ruangan lain karena wanita itu terlihat sangat syok. Di meja ada beberapa kamera tersembunyi yang berhasil di amankan oleh Adrian. Mengingat tidak ada keributan apapun dengan orang hotel karena kejadian tadi, ayahnya pasti sudah mengamankan segalanya. “Duduk!” Ucap Adrian tegas. Tapi ayahnya itu jauh lebih tenang di banding Regarta. Chiko duduk di hadapan mereka. “Sudah ayah bilang kan persaingan di industri ini tidak sehat? Karena itu ayah tidak mengijinkan kamu jadi artis dulu. Di dunia bisnis mungkin sama saja, tapi di sana banyak orang-orang ayah yang bisa melindungi kamu.” Ucap Adrian memulai. Chiko menunduk saja, merasa bersalah karena kurang hati-hati. “Untung saja tadi bunda kamu maksa kita datang ke sini buat ajak kamu makan malam, kalau nggak pasti sudah terjadi lebih jauh.” Adrian melanjutkan. “Chiko minta maaf, Yah.” Ucap Chiko menyadari kesalahannya. Regarta diam saja tapi sorot matanya jauh lebih menyeramkan di banding ketika dia bicara. “Kamu harus tanggung jawab! Gadis itu ketakutan.” “Chiko pasti bertanggung jawab, Yah.” “Bagus, nikahi dia!” Balas Adrian membuat Chiko menegakkan kepalanya. “Sekalipun Chiko tidak sadar, tapi kejadian tadi tidak sejauh itu sampai harus menikah, Yah. Chiko akan bertanggung jawab dengan cara lain.” Ucap Chiko berusaha menghindari pernikahan. Sekalipun umurnya sekarang sudah cukup menikah, tapi Chiko masih ingin berkarier. “Tidak bisa! Kalian harus menikah.” Nada bicara Adrian lebih tegas. “Tap-tapi yah—” “Kamu udah bikin anak orang sampai kayak tadi dan kamu bilang tidak sejauh itu sampai harus menikah? Yang benar saja Chik? Bayangkan jika Jelita ada di posisi gadis tadi? Kamu akan biarkan laki-laki itu pergi begitu saja hanya dengan kata maaf?” Regarta akhirnya bersuara. Chiko kembali diam. “Gadis itu adalah seorang jurnalis di Star Media News. Dan mempelajari dari rentetan kejadiannya sepertinya kalian di jebak. Tujuannya tentu saja untuk menciptakan skandal buat kamu. Ayah tahu kamu tidak melakukannya sampai jauh dan kamu melakukan hal tadi juga dalam keadaan tidak sadar. Tapi tanggung jawab tetap tanggungjawab. Bagaimana jika di kemudian hari muncul video kalian tadi? Ayah sudah mengamankan semua kamera ini, tapi kita tidak pernah tahu apa mungkin ayah melewatkan sesuatu atau tidak. Lebih aman jika kalian menikah. Kamu mencintai pekerjaanmu bukan? Pernikahan ini akan menyelamatkanmu jika kelak ada video yang bocor.” Penjelasan Adrian masuk akal. Tapi Chiko tidak mau terlibat pernikahan apalagi dengan orang yang tidak dia kenal. Lagipula impian Chiko kelak adalah hanya ingin menikah satu kali, tidak ingin mengalami perceraian atau semacamnya. “Chiko tidak bisa menikah sekarang karena banyak kontrak yang masih berjalan, yah. Lagipula apa ayah tidak khawatir anak ayah menikah dengan wanita yang tidak jelas itu, siapa tahu dia juga terlibat kan dalam insiden ini.” “Kalau begitu pernikahan kalian di lakukan secara diam-diam dan hubungan kalian juga tidak perlu di ketahui publik agar karir kalian berdua masih bisa berjalan lancar.” Jawaban Adrian kembali menghempaskan harapan Chiko untuk menghindari pernikahan ini. Laki-laki itu sudah mulai pasrah. “Akira gadis yang cukup baik. Dia tergolong baru di Star Media, karena itu menurut ayah dia juga di jebak. Keluarganya baik, ayahnya memiliki bisnis Restoran. Punya dua adik satu laki-laki dan satu perempuan. Keduanya masih sekolah. Latar belakang pendidikannya bagus. Agamanya bagus, dan dia tergolong gadis yang tidak banyak tingkahnya.” Adrian membeberkan segala hal tentang gadis bernama Akira itu dengan detail sampai membuat Chiko merinding. Bagaimana mungkin ayahnya bisa mengetahui seseorang dengan sedetail itu hanya dalam waktu singkat? “Bagaimana ayah tahu?” Tanpa sadar Chiko menanyakan isi pikirannya. “Ayahnya kenalan Om Bima.” Jawab Adrian menghempaskan rasa penasaran Chiko. “Pokoknya kalian menikah! Lagian kamu udah butuh pendamping.” Putus Adrian tidak bisa di bantah. Tidak lama kemudian Lisa datang dengan gadis itu. Ini adalah pertama kalinya Chiko melihat wajahnya dengan jelas. Tangannya terlihat memar bekas paksaan Chiko tadi, laki-laki itu merasa bersalah. Matanya sembab habis menangis dan melihat dari penampilannya, ayahnya benar, gadis bernama Akira ini terlihat sederhana. “Akira, ini Chiko. Dia putra om. Kamu tentu sudah mengenalnya karena dia adalah actor yang hendak kau wawancara. Om tahu mungkin Akira tidak menginginkan pernikahan, tapi sebagai bentuk tanggung jawab om sebagai ayah Chiko, om tetap ingin kalian menikah demi keselamatan kalian berdua kedepannya seandainya ada video yang terlewat om amankan.” Ucap Adrian memulai pembicaraan itu. “Saya meminta maaf karena menyebabkan keributan ini.” Ucap Akira lirih. “Tapi sungguh, tidak perlu sampai menikah tidak apa-apa.” Tambahnya lagi. “Om tahu kamu mungkin tidak ingin kehilangan pekerjaan kamu kan? Kalian hanya menikah dengan di hadiri keluarga saja, orang lain tidak perlu tahu. Sehingga baik pekerjaan Chiko maupun pekerjaan kamu tetap aman. Om tidak bisa membiarkan Chiko tidak bertanggung jawab karena itu kalian harus menikah.” Jawab Adrian tegas. Akira ingin membantah tapi tidak berani. Tidak lama kemudian tiba-tiba saja ayah dan ibu Akira datang. Gadis itu kaget bukan main. Ayahnya terlihat marah, menghampiri Chiko kemudian memukulnya. Akira kaget sekali tapi herannya baik Adrian maupun Regarta dan keluarga Chiko yang lain tidak ada yang menghentikan ayah Akira satupun. Mereka membiarkan Chiko di pukul sampai dua kali setelah itu ayah Akira akhirnya duduk setelah di tenangkan ibu Akira. Chiko sendiri juga tidak melawan sedikitpun. Akira sedikit mengagumi sikap keluarga ini dalam menghadapi masalah. “Saya tidak terima putri saya di sakiti, sekalipun oleh keluarga anda. Saya tidak takut apapun jika demi putri saya.” Ucap Didit, ayah Akira. Mengatakannya dengan berani di hadapan Adrian. Akira ingin menangis karena merasa begitu di lindungi. “Saya minta maaf karena sebagai orang tua mungkin saya gagal mendidik putra saya.” Ucapan Adrian dengan penuh rendah hati dan ini lebih mengejutkan Akira. Terlihat sekali Adrian sangat menghormati ayahnya padahal mereka bukan siapa-siapa jika di bandingkan dengan keluarga Setyo Aji. “Saya minta maaf karena kelalaian saya sehingga membuat semua ini terjadi.” Chiko juga meminta maaf dengan sikap penuh kerendahan hati seperti yang Adrian lakukan. Akira sungguh kagum dengan keluarga ini. Didit langsung diam dan tenang setelah itu. Akijera sangat paham jika pihak lawan membalasnya dengan keras maka Didit akan lebih keras, tapi jika sebaliknya maka Didit juga akan tenang. “Saya mungkin bukan siapa-siapa. Tapi jika sampai ada berita tersebar di luar tentang putri saya maka itu akan menjadi aib untuk putri saya. Karena itu saya mau mereka dinikahkan.” Ucap Didit berpikiran sama dengan Adrian. “Saya juga berpikir demikian, kalau begitu kita berdua sepakat tentang adanya pernikahan.” Balas Adrian membuat Didit cukup kaget karena dia pikir Adrian akan menolak mengingat putranya aktor besar sementara putrinya hanya seorang wartawan yang bahkan baru mulai berkarir. Chiko sendiri tidak bisa mengatakan apapun karena baik orangtuanya maupun orang tua Akira menyetujui hal yang sama. Akira sendiri pun tidak bisa membantahnya lagi. Lisa dan ibunya mengusap punggungnya menenangkan dan itu berhasil membuatnya cukup tenang. Tapi membayangkan menjalani pernikahan rahasia dengan aktor sebesar Chiko pasti tidak akan mudah. Akira merasa hidupnya jungkir balik sejak pertemuan pertamanya dengan Chiko. Jika tahu akan begini, sejak awal dia tidak akan menerima tugas wawancara ini. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN