Bab 6. Alan yang Dingin

1041 Kata
Elena lamat-lamat membuka kedua matanya. Ia terbangun karena suara ketukan pintu dari arah luar kamarnya. Elena kemudian melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. "Non?! Non Elena?!" Suara bi Siti memanggilnya dari luar kamarnya. Elena pun perlahan bangun. Ia turun dari ranjangnya. Setelah itu, ia berjalan ke arah pintu dan membukakan pintu dari dalam. Ketika sudah dibuka, Elena melihat bi Siti berdiri di hadapannya. "Ada apa, Bi?" tanya Elena dengan suara serak dan nampak lemas. "Nona baru bangun, ya?" "Iya. Kepalaku sedikit pusing, Bi. Jadi aku bangun terlambat." "Sekarang, Nona ditunggu tuan untuk sarapan di meja makan." Mendengar hal itu, Elena terdiam sejenak dan berpikir. Kenapa Alan menyuruhnya untuk sarapan bersama? Kenapa Alan jadi perhatian padanya? "Iya, Bi. Aku ke kamar mandi sebentar ya, Bi," kata Elena. "Baik, Non." Setelah itu, Elena kembali menutup pintu dari dalam. Bi Siti pun berjalan ke arah ruang makan dan kembali menyiapkan sarapan untuk Alan dan Elena. Di dalam rumah ini, memang hanya ada Alan dan bi Siti saja. Tidak lama, Alan datang dari arah kamarnya. Alan membawa tab-nya dan terus melihat tab-nya sambil berjalan ke arah meja makan. Setelah sampai, ia duduk di kursinya. "Bi, apa Elena sudah dipanggil?" tanya Alan. "Sudah, Tuan. Katanya mau ke kamar mandi dulu," jawab bi Siti. "Hm!" Alan menganggukkan kepalanya satu kali pelan. Setelah itu, Alan mulai untuk sarapan dengan tetap melihat ke layar tablet miliknya. Selang sekian detik, Elena keluar dari kamarnya. Elena melihat ke arah meja makan yang besar dan di sana sudah ada Alan yang mulai sarapan. Elena pun berjalan mendekat ke arah Alan. "Pagi, Pak," sapa Elena. "Ini bukan kantor! Tidak perlu menyapa seperti itu!" jawab Alan dingin. Alan bahkan tidak menoleh ke arah Elena sama sekali. Elena tercekat mendengar jawaban tidak terduga dari Alan itu. Ia mendengus kasar. Kemudian ia pun kesal dan akhirnya duduk di kursi meja makan. "Baiklah! Aku tidak akan menyapa lagi!" gumam Elena dalam hati. Elena melirik ke arah Alan yang makan sambil melihat tab-nya. "Apa dia benar-benar sibuk atau hanya pura-pura sibuk karena tidak ingin berbicara denganku? Kalau begitu kenapa menyuruhku makan bersama?!" gerutu Elena dalam hati. Elena pun mulai mengambil piring. Ia juga akan memulai untuk sarapan. Ia juga akan mengabaikan Alan di sana. "Kamu jangan sembarangan keluyuran!" kata Alan tiba-tiba. Membuat Elena melihat ke arahnya. "Apa?" tanya Elena. Alan mengalihkan pandangan dari tab-nya dan melihat ke arah Elena dengan tatapan dingin. "Hari ini akan ada beberapa orang yang datang ke rumah. Kalau mereka kemari, kamu jangan sampai keluar kamar. Mengerti!" Elena tidak menjawabnya. Hanya memberikan tatapan aneh pada Alan. Alan kembali melanjutkan makan sambil menatap tab-nya. Elena jadi berpikir mendengar ucapan Alan baru saja. "Jadi, dia memintaku sarapan bersama hanya karena ingin mengatakan ini?! Apa yang aku pikirkan?! Kenapa aku bisa berpikir kalau dia perhatian?! Perhatian apanya?! Dia hanya mementingkan dirinya sendiri!" Lagi-lagi, Elena menggerutu di dalam hatinya. "Kamu mendengarku?" tanya Alan pada Elena. "Ya. Aku tahu! Jadi, selama di rumah ini, apa yang bisa aku kerjakan?" tanya Elena. "Tidak ada." "Apa, aku tidak bisa kembali bekerja?" "Apa yang kamu pikirkan?! Kamu ingin semua orang tahu kalau kamu hamil?!" "Tapi, perutku kan masih belum besar." "Sebentar lagi sudah pasti besar! Lagi pula, karyawan lain pasti akan curiga melihatmu yang keluar masuk kantor! Jadi, lebih baik kamu di rumah saja!" tegas Alan lagi tidak sadar meninggikan nada bicaranya. Membuat Elena setengah takut. Elena pun hanya bisa diam menuruti perintah Alan. Seolah-olah, Alan masih mengendalikan peran sebagai bos yang harus dituruti setiap keinginannya. "Aku pasti bosan di rumah tanpa melakukan apa-apa," gumam Elena dalam hati. "Non, makanlah yang banyak," kata Bi Siti yang tiba-tiba ada di samping Elena. Membuat Elena menengok ke arah Bi Siti. "Iya, Bi," jawab Elena. Bi Siti mengambil piring Elena untuk mengambilkan nasi. Elena pun segera mencegahnya. Ia langsung berdiri dan menolak bi Siti untuk melayaninya. "Biar, Bi! Biar saya sendiri saja!" kata Elena pada bi Siti. "Tidak apa-apa, Non. Biarkan saya mengambilkan untuk Non Elena." "Saya tidak enak, Bi!" "Bi!" panggil Alan tiba-tiba. Membuat bi siti dan Elena menoleh ke arah Alan. "Biarkan saja dia mengambil sendiri!" pinta Alan dengan tetap melihat ke arah tab-nya. Elena kembali mendengus kasar mendengar kalimat Alan tersebut. Entah, kenapa Elena merasa kesal dengan kalimat Alan padanya. Mungkinkah Alan berpikir Elena tidak pantas dapat pelayanan dari Bi Siti?! Elena pun melihat ke arah Bi Siti. "Sini, Bi," kata Elena mengambil kembali piring di tangan bi Siti. Bi Siti pun lebih merasa tidak enak mendengar ungkapan Alan tersebut. Namun, apa yang bisa ia perbuat? Bi Siti kemudian kembali lagi ke dapur. Elena mengambil nasi yang ada di depannya. Namun, begitu baru mengambil nasi, tiba-tiba saja Elena menjadi mual dan ingin muntah. Ia tidak sanggup mencium aroma nasi tersebut. Elena pun segera berlari ke arah kamar mandi sambil menutup mulutnya. Alan yang sedang melihat tab-nya jadi menoleh ke arah Elena heran. Ia juga mengira jika Elena akan muntah. Begitu juga dengan bi Siti yang terkejut. Elena tidak peduli pada apapun lagi. Ia benar-benar akan muntah. Ia langsung berlari ke arah kamar mandi. Ia masuk dan muntah tanpa alasan yang pasti. Setelah beberapa saat, Elena keluar dari kamar mandi. Bi Siti berjalan ke arahnya dengan wajah cemas. "Non Elena tidak apa-apa?" tanya Bi Siti. "Tidak apa-apa, Bi. Tapi aku tidak tahu kenapa aku muntah tadi?" "Itu sudah biasa, Non. Orang hamil memang seperti itu." "Benarkah? Rasanya tidak enak terus, Bi." "Iya, Non. Bibi juga pernah ngalamin. Dulu juga gitu, mual-mual kalau hamil di awal. Sekarang, Nona mau makan apa? Bibi akan masakkan yang Non Elena ingin makan saja." "Aku tidak nafsu makan, Bi. Aku ingin makan buah saja." "Bibi siapkan di meja makan ya Non, buahnya. Nanti kalau sudah tidak mual, Non Elena bisa makan." Elena menganggukkan kepalanya dua kali. Setelah itu, bi Siti kembali ke dapur. Elena berjalan lagi ke arah meja makan. Di sana, Elena melihat jika Alan sudah tidak ada. Elena menggelengkan kepalanya pelan beberapa kali. "Padahal aku mengandung anaknya! Dia main pergi begitu saja! Sama sekali tidak bertanya keadaanku!" keluh Elena kesal. "Ini buahnya, Non," kata bi Siti yang tiba-tiba datang membawa buah untuk Elena dan diletakkannya di meja makan. "Terima kasih, Bi. Pak Alan ke mana, Bi?" "Tadi, tuan langsung pergi kerja karena buru-buru." "Benar dugaanku! Dasar brengs*k!" umpat Elena dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN