Antara Hidup dan Mati

1440 Kata
"Ada saatnya kamu memperjuangkan dan diperjuangkan oleh seseorang. Bersabarlah dan fokuslah untuk memantaskan dirimu. Yakinlah! Allah akan hadirkan dan tunjukkan penyempurna agamamu di saat yang tepat.” "AllahuAkbar ... ." Maya mengangkat takbir dalam kesakitan nya. Malam dan bulan mungkin saja sama canggungnya dengan Maya. Ada pergolakan berarti di dalam diri yang mungkin hanya Allah saja yang mengetahuinya. Ini bukan hanya tentang hati dan sebuah perasaan kuno, melainkan jiwa yang ingin berjalan sejajar dengan peradaban dunia. Apa yang dapat Maya lakukan selain mengeluh dan menangis? Tidak, Maya bukan wanita yang lemah. Selain itu, dia masih punya Allah dan Maya bisa berdoa kepada-Nya. Setidaknya, walaupun tubuhku menderita dan sakit, tapi hati, jiwa, dan pikirannya tetap tenang. Maya akan meminta ketenangan itu semua, hanya kepada Allah di dalam do'a. اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ نَفْسًا بِكَ مُطْمَئِنَّةً، تُؤْمِنُ بِلِقَائِكَ، وَتَرْضَى بِقَضَائِكَ، وَتَقْنَعُ بِعَطَائِكَ Allahumma inni as-aluka nafsan bika muthma-innah, tu’minu biliqo-ika wa tardho bi qodho-ika wataqna’u bi ’atho-ika. “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu jiwa yang merasa tenang kepada-Mu, yang yakin akan bertemu dengan-Mu, yang ridho dengan ketetapan-Mu dan yang merasa cukup dengan pemberian-Mu." "Amin amin amin ya robbal alamin ... ." ucap Maya lirih sembari menghapus air matanya yang sudah terlanjur tumpah. Pukul 23.00 WIB. Maya melepas mukenah dan berbaring sambil berpikir keras. Apa yang suaminya tengah lakukan saat ini? Hingga ia tega meninggalkan Maya seorang diri di tempat asing ini. Ya Allah ... dimanapun ia berada, aku mohon, lindungilah dirinya. Do'a Maya tanpa suara sembari memejamkan mata. Sekitar 15 menit berlalu dalam hening dan kesendirian. Braaack ... Maya mendengar suara yang kuat tepat di atas atap kamar pengantin. Sepertinya sesuatu yang sangat besar terjatuh hingga menimbulkan suara yang sangat besar. "Astagfirullah hal azim ... ." ucap Maya sambil memegang d**a kiri, dimana jantungnya berdetak kencang secara tiba-tiba akibat suara keras tersebut. Maya segera duduk dan memperhatikan sekitar, terutama di bagian kepala. Ia segera berdiri dan berlari perlahan sambil menahan rasa perih di bagian kewanitaannya dengan tujuan untuk memenuhi kamar ini dengan cahaya. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba perasaan Maya menjadi sangat tidak enak dan rasanya ia ingin pergi dari tempat ini. Tapi itu tidak mungkin karena ini adalah kamar pengantinnya dan Maya tidak bisa pergi tanpa seizin sang suami. Maya terus istighfar di dalam hati dan membaca dzikir serta shalawat untuk menenangkan diri. Disaat yang bersamaan, suara itu tidak muncul lagi seakan menghilang ditelan bumi. Maya yang merasa sudah aman, kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang tanpa mematikan semua lampu. Tak lama, tiba-tiba lampu di kamar yang semula sangat tenang dan terang, menjadi redup dan mati hidup secara bergantian. Dengan cepat suasana yang tenang berubah menjadi mencekam. Hanya satu yang dapat Maya lihat, yaitu cahaya putih dari mukenah peninggalan ibunya. Tidak yakin bahwa dirinya dalam kondisi suci, Maya kembali masuk ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Setidaknya, ia harus membaca ayat-ayat suci Alquran atau apapun yang bisa mengusir rasa takut di dalam hatinya karena keadaan yang tiba-tiba berubah menjadi dramatis dan menyeramkan. Sementara situasi di tempat yang berbeda. Azam masih terbaring di atas ranjangnya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Tiba-tiba si manis mendekati Azam dan memberikannya jilatan basah, tepat dikedua mata Azam berkali-kali. Manis adalah nama kucing kesayangan milik Azam yang telah ia rawat sejak masih kecil. Manis adalah satu-satunya hewan peliharaan Azam sekaligus teman bicara yang selama ini bersama Azam ketika berada di dalam rumah. "Haaah ... ." ujar Azam sambil mengerenyitkan wajah dan memegang kepala dengan tangan kanannya. "Manis ... terimakasih," ucap Azam sambil memegang kepala si manis yang terus-menerus memberikan jilatannya kepada Azam dan kali ini, manis menjilat cincin pernikahan milik Azam. "Subhanallah ... terimakasih manis. Aku harus pergi dari sini." Dengan sigap Azam berdiri dan memutuskan untuk keluar dari jendela kamarnya. Sambil melihat jam di tangan kirinya (Pukul 22.50 WIB), ia berjalan setengah sempoyongan sambil berlari dengan satu arah pikiran, yaitu hotel di mana istrinya akan segera menjadi korban tumbal atas kepemilikan makhluk gaib dari keluarganya. "Ya Allah ... tolong dia. Maafkan aku ... ." ucap Azam sambil berlari melampaui pagar besar berwarna putih yang mengelilingi rumahnya. Azam terus berlari sambil melihat kiri dan kanan untuk mencari kendaraan online agar bisa cepat tiba di hotel tersebut. "Ojek ... ." teriak Azam saat menemukan ojek di jalanan aspal (besar). "Hotel Mutiara." "Baik, Mas." "Tolong cepat! Istri saya dalam bahaya." "I-iya, Mas." Dengan kecepatan penuh, sopir ojek pun langsung membawa Azam menuju Hotel Mutiara. Setelah 10 menit berlalu, Azam tiba di hotel tersebut dan karena ia tidak membawa dompet ataupun uang, ia meninggalkan jam tangan miliknya yang mahal kepada tukang ojek tersebut dan ia mengucapkan kata maaf. Sambil berlari, Azam terus bergerak menuju kamar di mana istrinya berada. Dengan cepat, Azam membuka pintu kamar hotel dan masuk ke dalam sambil memperhatikan sekeliling. Saat itu, Azam tidak melihat siapa pun. Tapi ia mendengar suara percikan air dari kamar mandi dan ia yakin bahwa istrinya sedang berada di dalam kamar mandi tersebut. Kemudian di sisi Maya. Saat itu, ia mendengar suara pintu kamar yang dibuka dan langkah cepat menuju ke dalam. "Siapa itu? Apa mungkin dia suamiku? Bagaimana ini?" tanya Maya bingung dan lirih, namun ia tetap menyelesaikan wudhunya. Tak lama, Maya segera membuka pintu kamar mandi dengan wajah yang tertunduk karena ia tau bahwa suaminya tidak bersedia melihat wajahnya. "Hah ... hah ... hah ... hah ... hah ... ." Terdengar suara napas yang berantakan dari mulut suami Maya dan ia menjadi cukup khawatir, sehingga Maya memutuskan untuk mengangkat wajah dan melihat keadaan suaminya. Saat mata Maya bertemu dengan matanya, tiba-tiba rasanya jantung Maya kembali berpacu, matanya membesar, dan bibirnya bergetar. Bukan hanya Maya saja, tampaknya suaminya juga tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Dengan cepat, suaminya menarik kedua tangan Maya hingga tubuhnya keluar dari kamar mandi. Lalu dengan kebingungan, ia menarik mukenah yang berada di ujung ranjang dan meletakkannya di atas kepala Maya, untuk menutupi rambut dan sedikit wajah Maya seperti sedang berhijab. "Maya?" tanyanya kaget, seakan tidak percaya bahwa tumbal penggantinya adalah gadis yang sangat ia sayangi. "A-Azam." "Maya itu kamu?" "A-Azam." "Subhanallah ... Maya. Aku pikir kamu siapa? Aku tidak menyangka, ternyata kamu adalah Mayaku," ucap Azam dalam kalimat yang panjang dan tampak kaget. Baru kali ini Maya mendengar Azam berbicara dengan kalimat yang panjang dan suaranya sangat menunjukkan kewibawaannya. Gluduk gluduk gluduk gluduk gluduk. Terdengar suara misterius itu kembali dan suara tersebut memecah tatapan antara Maya dan Azam. "Maya dengar! Pakailah mukenah ini dan bacalah ayat-ayat perlindungan. Aku akan membersihkan diriku dan segera menyusulmu. Paham?" "Ba-baik. Paham, Azam." Maya segera melakukan perintah Azam dengan senang hati. Walaupun sebenarnya ia sangat cemas dengan kondisi ini. Tapi di sisi lain, Maya juga sangat merasa bahagia dan nyaman. Ternyata suamiku adah Azam, Azam adalah suamiku. Terimakasih Ya Allah, ucap Maya di dalam hati. Azam segera membersihkan diri (mandi junub) dengan cepat, lalu ia menyusul Maya dalam keadaan yang sudah rapi dan bersih. "Mari kita baca surat Al-Fatihah, surat An-nas, surat Qulhu, surat al-lahab dan ayat kursi bersama-sama, Maya!" Lalu Azam melanjutkan dengan membaca yasin dan tahlil yang ia pimpin. Azam tampak sangat khusuk dan Maya juga berusaha untuk melakukannya. Semakin kuat suara hentakan dan hempasan yang terdengar, semakin kuat suara Azam melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Lampu mulai berkedip-kedip dan hampir mati. Hal itu merusak bacaan Maya, ditambah lagi dengan angin yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan rasanya menusuk hingga ke tulang. Azam membalik tubuhnya dan memegang kedua tangan Maya, seakan tau jika ia dalam kecemasan dan ketakutan yang tinggi. Tangan Azam tidak lepas dari tangan Maya dan sesekali ia menatap Maya seolah memberikan ketenangan dan kekuatan. Konsentrasi Maya mulai kembali pulih, namun tampaknya ia terlambat. Tiba-tiba Maya dapat merasakan sesuatu yang besar dan tajam menarik dan mencengkram lehernya hingga kedua mataku membesar/melotot. Saat itu, ada kuku-kuku tajam yang panjang dan hitam pekat. Seperti tumpukan darah kotor melekat di leher Maya. Tangan itu terlihat akan segera mengeksekusi Maya. Azam sama sekali tidak dapat melihat hal tersebut, begitu juga dengan Maya. Tapi Azam dapat merasakan aura yang berbeda berada di sekitar mereka. Selain itu, Azam dapat melihat Maya yang mulai kesakitan dengan matanya yang melotot, namun terus berusaha melanjutkan bacaannya. Sambil terus membaca yasin, Azam menatap mata Maya dalam-dalam. Tangan kanan Azam diletakkan di tengah-tengah d**a Maya dan tangan kirinya ia letakkan di kepala Maya. Sambil mengeluarkan air mata, Azam terus melafazkan bacaannya dengan suara yang kuat dan keyakinan yang semakin meningkat. Hampir 15 menit berlalu, Maya mulai tampak tenang dengan pandangan mata yang normal (tidak melotot lagi). Dengan suara yang samar-samar terdengar, Maya yang sudah tampak lemah, tetap mengikuti suara bacaan Azam dan Azam memeluk Maya dengan erat. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN