Samar-samar suara Azam masih terdengar ditelinga Maya. Ia membacakan ayat-ayat pelindung dan rangkaian doa untuk memohon perlinduangan dari gangguan dan kejahatan setan serta jin secara terus-menerus tanpa henti, seperti rembulan yang selalu menyinari malam yang gelap walau tanpa dipinta.
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ اَلتِي لاَ يُجَاوِزُهُنَ بِرٌّ وَلاَ فَاجِرٌ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ وَذَرَأَ وَبَرَأَ وَمِنْ شَرِّ مَا يَنْزِلُ مِنْ السَّمَاءِ وَمِنْ شَرِّ مَا يَعْرُجُ فِيهَا وَمِنْ شَرِّ فِتَنِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمِنْ شَرِّ كُلِّ طَارِقٍ إِلَّا طَارِقًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَا رَحْمَنُ
A’uzu bikalimatillahit tammatil lati la yujawizuhunna birrun wala fajirun min syarri ma kholaqa wa zaro-a wa baro-a wamin syarri ma yanzilu minas sama-i wamin syarri ma ya’ruju fihaa wamin syarri fitanil lail wan nahaari wamin syarri kulli thoriqin illa thoriqoy yathruqu bikhoirin ya rohman.
“Aku berlindung dengan tanda-tanda kekuasaan Allah yang Maha Sempurna, yang tidak melebihi batas antara kebaikan dan keburukan dari kejahatan apa yang telah Dia ciptakan, dari kejahatan apa-apa yang turun dan naik ke langit, dari kejahatan apa-apa yang tumbuh dan keluar dari bumi, dari kejahatan ujian malam dan siang, dan dari kejahatan setiap yang berjalan kecuali dia berjalan membawa kebaikan, wahai Maha Pengasih.”
Tidak tau lagi harus berkata apa atas nikmat yang telah Allah berikan kepadanya saat ini. Ternyata Azam adalah seorang imam yang baik. Tadi, mungkin saja ia memang melakukan kesalahan yang menyakitkan hati. Tapi bagi Maya saat ini adalah ia telah menyadarinya dan bersedia menerima Maya sebagai istrinya.
Suara Azam berhenti saat suara azan berkumandang. Ini sudah subuh? Tapi Maya masih sulit untuk membuka kedua matanya. Saat suara Azan di mesjid berhenti, Azam menyandarkan tubuh Maya di dinding, lalu ia berdiri untuk melafazkan Azan kembali di dalam kamar ini.
Siap dengan Azan dan komat, Azam langsung mengatakan padaku dengan suaranya yang lebut, "Maya, ayo buka matamu! Izinkan aku menjadi imammu dalam shalat pertama kita ini."
Seperti padang pasir yang tandus, lalu disirami air zam-zam, suara Azam mampu membuat Maya melewati batas lelah. Dengan cepat, mata Maya membuka. Lalu Maya kembali mengambil air wudhu untuk lebih meyakinkan kesuciannya.
Mereka melaksanakan shalat bersama dan Azam menunjukkan kepiawaiannya sebagai seorang imam dengan caranya memimpin shalat subuh di hari pertama. Shalat adalah sumber utama kekuatan dalam menatap dunia sebagai sepasang suami istri muda.
Saat sinar matahari mulai menembus pori-pori pentilasi kamar, Azam membalik tubuhnya dan memberikan tangan kanannya kepada Maya. Dengan segala hormat, Maya segera menyambut tangan Azam dan menciumnya.
Azam mengangkat wajah Maya dan menatap matanya dalam-dalam, tapi Maya sama sekali tidak mampu membalas tatapan Azam dalam waktu yang lama. "Maaf untuk semua yang sudah terjadi, sebenarnya aku tidak berniat untuk menyakitimu. Hanya saja, aku sama sekali tidak tau bahwa istriku itu adalah kamu, Maya."
"Aku juga minta maaf Azam, karena gara-gara aku, kamu sekarang terperangkap dalam pernikahan ini," sahut Maya dengan suara yang lirih dan perasaan iba.
"Apa maksud kamu, Maya?"
"Tidak ada," jawab Maya dengan wajah yang semakin tertunduk.
"Oh ... soal itu, " sahut Azam sambil menghela napas panjang, seakan tau apa maksud Maya. Walaupun Maya tidak mengatakannya. "Soal itu memang aku tidak berbohong padamu."
"Iya ... ." ucap Maya sendu hampir menangis.
Cintaku bertepuk sebelah tangan dan itu sangat menyedihkan. Ucap Maya tanpa suara.
"Aku sangat mencintai kesederhanaannya, kesopanannya, kedewasaannya, kepintarannya, senyumnya, dan semua tentang dia."
"Maaf Azam, aku ingin istirahat duluan. Terimakasih sudah menjagaku," kata Maya dengan suara berbisik karena tidak sanggup lagi mendengar Azam memuji wanita lain di hadapannya.
Maya yang sudah berlumuran cemburu, langsung berdiri dan melepaskan mukenah miliknya. Tapi pada saat Maya ingin melangkahkan kaki meninggalkan Azam, Azam langsung berdiri dan menahan tangan kanan Maya dengan tangan kirinya.
Maya menatap ke belakang untuk memastikan apakah yang ia rasakan itu benar, bahwa Azam tengah memegang tangannya dengan lembut, namun kuat. Saat mata Maya bertemu dengan mata Azam, suaminya tersebut mengatakan sesuatu padanya.
"Maya, satu-satunya gadis yang aku cintai itu adalah kamu."
Seperti mendapat angin segar dari surga, wajah Maya yang tadinya terasa sembab dan panas, saat ini menjadi dingin dan lembab. Selain itu, pipi Maya seakan tertarik dengan kencang ke atas dan memerah. Mata Maya yang tadinya sayup kini membesar dan terasa sangat ringan serta terang.
"Maya, aku sangat mencintai kamu. Apakah kamu bersedia memaafkan aku? Apakah kamu ikhlas menjadi istriku untuk yang pertama dan terakhir?" tanya Azam dengan tatapan matanya yang tajam dan Maya sangat yakin bahwa ia tidak sedang main-main.
"Azam ... ."
"Aku akan menjadikanmu bidadariku, Maya. Baik di dunia maupun di akhirat. Apakah kamu siap dan sanggup berlayar dengan perahu mungil yang aku miliki?" tanya Azam tanpa henti. Bahkan ia tidak memberikan Maya waktu untuk menjawab pertanyaan darinya.
Maua hanya terdiam dan terus-menerus menatap Azam dengan air mata yang memenuhi kelopaknya, lalu Maya tertunduk. Seperti mimpi yang jadi kenyataan, Maya merasa hidupnya sangat indah saat ini. Bahkan ia bisa melupakan semua rasa sakit dan kesepian serta kesedihan yang sudah ia rasakan selama hidupku.
"Kenapa kamu hanya diam dan tertunduk, Maya? Apa kamu tidak bisa memaafkan ku atau apa kamu tidak bisa mencintai aku? Aku ingin kamu jujur padaku!" ujar Azam yang berbicara panjang lebar dan Maya sama sekali tidak menyangka bahwa Azam bisa banyak bicara seperti saat ini.
"Azam, aku menunduk bukan karena tidak memaafkanmu ataupun sakit hati kepadamu. Tapi aku menunduk karena rasa malu. Dan asal kamu tahu saja, Azam. Walaupun aku tidak pernah sanggup menatap matamu dalam waktu yang lama, tapi sebenarnya aku selalu menyebut namamu di dalam do'aku. Aku meminta kepada Allah untuk bisa hidup berdampingan denganmu dalam keadaan apapun, aku ikhlas menerimanya."
"Maya ... ." ucap Azam sambil mendekatkan tubuhnya pada tubuh Maya. Lalu ia memberikan kecupan hangat di dahi Maya dan memeluk dengan erat. "Kalau begitu, bagaimana jika kita mengulang kembali apa yang salah tadi malam? Biarkan aku menjalankan kewajibanku sebagai seorang suami dengan cara yang lebih baik."
Maya sangat merasa malu mendengar ucapan Azam, tapi dia juga tidak dapat menolaknya karena selain Maya adalah istrinya, ia juga sangat mencintainya. "Ba-baiklah ... ." ucap Maya sembari melemparkan senyum termanis yang ia miliki.
Rasanya semua lelah dan rasa sakit itu hilang. Bahkan Maya merasa siap untuk melayani suaminya dengan sepenuh jiwa dan raga. Mungkin, sebanyak apapun yang Azam minta, dengan senang hati Maya akan memberikannya.
Bersambung.