"Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya."
Pagi ini, Maya berniat untuk berangkat ke kampus lebih awal karena ada yang harus ia kerjakan terlebih dahulu. Ini berurusan dengan tugas-tugas kampus karena ada beberapa teman yang malas dan Maya yang menyelesaikan tugas mereka, lalu mereka akan membayar dengan sejumlah uang.
Setelah mengenakan pakaian yang pantas, Maya keluar dari kamar yang diisi 5 orang. Seperti biasanya, Maya langsung berpamitan kepada Ibu panti dan meminta do'anya sebagai pengganti Ibu dan Ayah.
Iya, Maya adalah penduduk Panti Asuhan Bina Kasih. Selama ini, Maya tidak pernah merasakan kehangatan dan kasih sayang dari keluarga yang sebenarnya. Maya juga tidak bisa merasakan lengkapnya sebuah keluarga.
Jika Maya bisa memilih, sudah pasti ia akan meminta untuk hidup bahagia bersama keluarga tercinta. Tapi apa daya, tidak semua dari kita beruntung dan harus hidup bersama yang lainnya di dalam panti asuhan.
Dari pintu ruangan, Maya melihat Ibu Panti menyanggah kepalanya yang tertunduk dengan kedua tangan. Jari-jarinya tampak memijat kecil kedua sisi dahi. Ia terlihat begitu tertekan dan berfikir keras. Menyadari hal itu, Maya menghentikan langkahnya sejenak dan berdiri tanpa berani masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Maya," sapa Ibu panti yang tampaknya sudah menyadari kehadirannya
"Iya, Bu."
"Ada apa, Nak?"
"Maya izin ke kampus apa boleh, Bu?"
"Tentu saja, Maya. Di panti ini, hanya kamu satu-satunya anak berprestasi dan kamu harus melanjutkan sekolahmu hingga akhir!" ujar ibu panti sambil berjalan ke arah Maya. "Dengar ya Maya, kamu adalah satu-satunya harapan ibu untuk membangun Panti Asuhan ini. Jika Ibu tiada nanti, kamulah orang yang akan melanjutkan perjuangan ibu untuk merawat adik-adikmu dan menolong sesama manusia lainnya."
"Iya, Bu. Tapi Maya lihat, akhir-akhir ini sedikit sekali bantuan datang untuk kita. Lalu bagaimana Maya bisa melanjutkan sekolah Maya?" tanya Maya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Ibu akan berusaha sekuat tenaga untuk terus mengurus kalian semua, termasuk membiayai kuliah kamu, Maya. Lagipula, uang kuliah kamu itu nggak mahal karena kamu selalu memperoleh nilai terbaik dan mendapatkan beasiswa, Nak."
"Iya, Bu. Kalau gitu, Maya pamit dulu. Assalamu'alaikum." Lalu Maya berangkat ke kampus dengan berjalan kaki sambil berfikir tentang apa yang bisa ia lakukan demi meringankan beban Ibu Asih.
Ya Allah ... apa yang harus aku lakukan?Semakin hari, semakin berbeda. Orang-orang yang perduli pada kami pun semakin berkurang. Bahkan kami kehilangan beberapa donatur tetap yang selama ini menjadi sumber kehidupan kami.
Panti ini sudah berusaha untuk berdiri sendiri. Tapi banyaknya kasus kematian orang tua, jumlah anak yang dibuang, serta kekerasan di dalam rumah tangga, membuat panti yang kami tempati menjadi semakin sesak dan penuh, sementara bantuan menurun.
Maya Anggraini, setidaknya itulah nama yang diberikan Ibu Asih kepadanya. Ia tidak mengenal Ayah maupun Ibu kandungnya. Maya tidak tahu mengapa mereka membuang dirinya. Maya juga tidak mengerti, mengapa ia tidak dilahirkan dalam keluarga yang utuh dan sempurna seperti teman-teman yang lainnya.
Maya merupakan anak yang pendiam dan sedikit bicara, tapi ia sangat pandai berorganisasi. Baginya, hidup adalah kumpulan dari orang-orang dengan latar belakang yang berbeda-beda, namun tetap memiliki rasa kasih sayang yang luar biasa. Selain itu, menurut Bu Asih, Maya adalah wanita yang kuat dan mandiri serta cantik.
Satu yang Maya sadari, kita tidak bisa memilih untuk hidup di keluarga sempurna atau bahkan tidak memiliki keluarga. Hidup terkadang memberikan kita banyak sekali kejutan yang tak terduga. Siapa sih yang ingin tinggal di panti asuhan? Tapi ia tetap bersyukur karena memiliki Ibu Asih yang selalu baik dan peduli padanya serta menyayanginya.
Maya tiba di kampus dengan beberapa tetes peluh yang bertengger disekitar wajahnya. Ia menarik napas beberapa kali untuk menetralkan detak jantung yang sudah berpacu cukup kuat, akibat jalan cepat yang ia lakukan.
Ketika Maya ingin menaiki anak tangga untuk menuju ke dalam ruang kelas, tanpa sengaja ia menabrak tubuh seseorang yang besar dan terasa kuat hingga tubuh Maya terdorong beberapa langkah.
Maya melihat ke arah lawannya, begitu juga sebaliknya. Ketika mata Maya dan matanya bertemu, Maya dapat merasakan sesuatu yang berbeda di dalam hatinya dan hal itu sudah ia rasakan sejak awal.
Tanpa ucapan sepatah kata pun, Maya menganggukkan kepala lalu meninggalkan laki-laki yang ia kagumi sejak awal semester satu. Maya ingat ketika itu banyak mahasiswa yang mengejeknya, tapi laki-laki itu menarik tangan Maya untuk menjauhi mereka (orang-orang yang mencibir Maya).
Namanya Azam. Kalau dihitung-hitung dan dipikir-pikir, Maya dan Azam sudah berteman hampir 3 tahun. Tapi selama itu, Maya tidak pernah mendengar suara Azam sama sekali. Baik itu di dalam kelas, maupun di luar kelas. Dia adalah laki-laki yang misterius, tapi sangat tampan dan pandai menghargai perempuan. Itulah yang membuat Maya kagum padanya.
Selama ini, Maya sering memperhatikan Azam dalam diam. Dia adalah salah satu alasan Maya untuk betah di kampus. Satu hal yang Maya ketahui tentang dirinya, dia hampir sama dengan Maya. Selain pendiam, dia juga selalu sendirian seperti tidak memiliki teman.
Azam memiliki tatapan yang tajam, namun lembut. Entah mengapa setiap Maya menatap kedua matanya, ia merasa ada cinta di sana. Selain itu, Maya juga dapat merasakan keteduhan dan perlindungan yang selama ini sangat ia rindukan.
Maya berjalan lambat ke arah ruang kelas. Ia terus meninggalkan laki-laki yang terlihat tidak ingin bercakap-cakap dengan dirinya. Wajahnya yang memerah, mencerminkan perasaan bahagia di dalam hatinya. Meskipun Maya tidak pernah tahu bagaimana perasaan laki-laki tersebut terhadap dirinya.
Sesampainya di dalam kelas, pandangan remeh dan tajam yang menusuk tubuh Maya mulai terasa. Semua itu sangat menyakitkan. Itu adalah tatapan kejam yang biasa diberikan beberapa orang mahasiawi yang memang tidak menyukai Maya karena ia begitu pintar, cantik dan bersih. Walaupun ia jarang sekali mengurus dirinya.
Terkadang, mereka membnading-bandingkan antara kehidupan mereka yang bahagia dan 'tak kekurangan apapun, dengan hidup Maya yang serba pas-pasan, bahkan kekurangan. Tapi Maya tidak pernah ambil pusing apalagi iri hati.
Bersambung.
Hai... selamat datang di n****+ horor aku. Karena belum direvisi, kalau mau lanjut ya silahkan. Tapi sebelumnya, mohon maaf untuk typo dan kekurangan lainnya. Akan segera direvisi. Makasih.