Ancaman

1225 Kata
Tujuh hari setelah ibu Asih masuk ke rumah sakit. Tanpa mampu memilih, Maya menerima perjodohan misterius tersebut dengan iklas. Maya hanya berdo'a di dalam hati, agar pengorbanan ini bisa memperbaiki semua keadaan. Meskipun ia tidak pernah tau tentang apa yang akan dihadapi kedepannya. Maya memilih untuk pasrah saja kepada Allah dan berusaha menjalankan semuanya dengan baik, tulus dan ikhlas. Bayang-bayang wajah Azam bermain dimata Maya. Bagi Maya, ia hanya bisa memiliki Azam lewat bayangan dan tangkapan camera kecil dikedua bola matanya. Entah mengapa tiba-tiba Maya sangat rindu kepadanya? Mungkin karena satu minggu ini, Maya tidak pernah ke kampus dan tidak pernah melihat dirinya. "Maya, kamu yakin dengan keputusan kamu ini? Pernikahan adalah hal yang sakral, bukan permainan. Sebisanya seumur hidup, kita hanya menikah 1 kali dengan laki-laki yang sama dan hidup berbahagia walaupun tidak memiliki segalanya," kata bu Asih sekali lagi karena melihat keraguan di dalam mata Maya. "Insya Allah, Bu. Mohon do'a restunya ya, Bu. Terimakasih juga untuk semua yang sudah Ibu berikan kepada Maya selama ini. Kasih sayang dan ajaran Ibu, akan Maya bawa ke dalam kehidupan setelah berumah tangga nanti. Hanya satu harapan Maya, Bu. keluarga ini benar-benar mengizinkan Maya untuk menuntaskan kuliah." "Amin, Nak. Insya Allah, Ibu juga sudah menanyakan tentang hal itu kepada Ibu Laras dan Pak Puja. Mereka mengatakan bahwa, mereka tidak keberatan jika kamu ingin meneruskan kuliah mu. Menurut mereka, semua itu juga termasuk kebanggaan sebagai orang tua." "Lalu bagaimana dengan suamiku nanti Bu? Apa dia juga akan mengizinkan?" "Insya Allah, Nak." "Iya, Bu." "Jaga diri kamu baik-baik ya, Maya. Do'a Ibu selalu menyertai langkah baikmu. Kamu benar-benar anak yang penuh pertimbangan dan cinta kasih," ucap ibu Asih dengan suara yang bergetar. Beliau tampak berusaha menguatkan diri, agar tidak menangis. "Makasih, Bu." "Bu, apa Maya sudah siap? Sebentar lagi akad nikahnya akan segera dimulai. Nanti kalau sudah selesai, Wi jemput ya? Emh, satu lagi, sebaiknya Ibu segera ke luar untuk menyaksikan ijab kabelnya." "Baik, Wi," sahut Ibu pada Wita yang juga tampak cantik hari ini. "Maya, Ibu keluar dulu ya, Nak." "Iya, Bu." "Maya." "Iya." "Kamu terlihat sangat cantik hari ini," puji Wita dan Maya hanya tersenyum, kemudian menunduk. Tak lama, Wita datang untuk menjemput Maya. "Semoga kamu bahagia selalu ya, Maya. Jagan lupakan aku!" Lalu Wita memberikan kecupan tepat di dahi Maya dengan penuh perasaan dan kasih sayang. "Pikiran bodoh. Mana mungkin aku bisa melupakan kamu, Wita." Maya dan Wita saling berpelukan hangat, lalu mereka berjalan keluar untuk melanjutkan acara ijab kabul dalam acara pernikahan Maya. Setibanya di hadapan meja pernikahan, Maya duduk dengan tenang di sebelah laki-laki yang terkesan asing baginya, tanpa menolehkan wajah cantiknya ke arah laki-laki tersebut. Saat wali dan calon suami Maya berjabat tangan, Maya merasakan sesuatu yang penuh dan menyesakkan di d**a serta kepalanya. Pusing berat, itulah gambaran keadaan Maya saat ini. Sehingga Maya tidak dapat mendengarkan suara apapun yang berada di sekelilingnya dengan jelas. Setelah proses akad nikah selesai di lakukan, Maya langsung mengambil tangan suaminya dengan kepala yang tertunduk. Maya masih belum mampu menatap wajah laki-laki tersebut. Mungkin begitu juga sebaliknya karena pernikahan ini terkesan sangat dipaksakan. Pernikahan hari ini tergolong sederhana dan hanya dilangsungkan di Panti Asuhan. Setelah selesai acara pernikahan dan makan-makan, Bu Laras langsung membawa Maya keluar dari panti. Saat itu Maya pikir, mungkin mereka akan langsung pulang ke rumah, tapi ternyata Maya salah. "Dari sini kita langsung ke hotel ya, Maya. Ibu sudah menyiapkan kamar yang istimewa untuk malam pengantin antara kamu dan anak Ibu. Semoga kalian menyukainya. Ini kejutan dari Ibu. Oh iya, mulai sekarang, panggil saya Mama!" ujar Bu Laras dengan lembut dan gaya bahasa jawanya yang khas sambil memegang tangan kanan Maya. "Baik, Bu. "Heeem." "I-iya. Maaf, Ma." "Ha ha ha ha ha ha ha ... kamu harus terbiasa, Maya!" "Baik, Ma." Maya dan Mama serta seorang supir, beranjak dari Panti Asuhan menuju hotel. Setibanya di sana, Mama dan Maya disambut dengan sangat ramah. Tampak sekali jika keluarga ini adalah keluarga terpandang dan sangat disegani. "Silahkan masuk!" ucap Mama yang tampak tersenyum bahagia setibanya di kamar hotel yang telah dihias sedemikian rupa. Tapi Maya hanya sendiri di kamar ini dan hal tersebut membuat perasaannya menjadi tidak enak. Apa yang akan terjadi padaku? Maya bertanya di dalam hati. "Ini tas kamu, Maya." "I-iya Ma, makasih." "Mama tinggal dulu ya." "Baik, Ma." Setelah Mama pergi meninggalkan Maya di kamar besar mewah hotel sendirian, Maya langsung melepaskan hiasan kepala dan mengganti pakaiannya. Maya tampak ingin shalat. Ia berpikir, jika ia melakukannya sekarang, pasti belum terlambat karena masih bisa ia jamak antara shalat dzuhur dan shalat ashar. Tanpa pikir panjang, Maya langsung membersihkan diri dan melanjutkan ibadahnya. Lelah, tapi masih bisa Maya tahan, apalagi ini hanya acara pernikahan sederhana tanpa acara resepsi yang memukau. Siap dengan shalat, Maya merasa sangat haus dan ia segera minum air mineral yang sudah bersedia cukup banyak di dalam kamar. Saat itu, Maya melihat secarik kertas di atas tempat tidur dan Maya yakin, itu untuknya. "Maaf untuk ketidak nyamanan ini. Mungkin aku tidak bisa memperlihatkan diriku padamu dalam waktu dekat, begitupun juga dirimu. Aku tidak ingin melihatmu. Bukan karena kamu yang salah, tapi aku. Aku sudah mencintai gadis lain, hanya saja kedua orang tuaku, memaksa agar aku menikahimu. Entah apa istimewanya kamu, yang jelas aku tidak mengerti. Oh iya, maaf. Bahkan aku lupa namamu karena sangat tidak nyaman dan pusing sejak semalam. Makasih." Maya membaca surat dari suami misteriusnya tersebut sambil terdiam karena ia juga merasakan hal yang sama dengan laki-laki itu. Maya juga sudah mencintai orang lain dan ia terpaksa menikah dengan laki-laki lain. Makanya Maya sangat mengerti perasaan suaminya dan ia sama sekali tidak marah kepadanya. Maya melipat kertas putih itu, lalu meluruskan punggungnya dengan berbaring di atas tempat tidur sendirian, tanpa melepaskan mukenah peninggalan Ibunya. Sementara di sisi lain, sekitar pukul 19.30 WIB. Laki-laki berpakaian putih lengkap dengan pecinya berjalan 'tak tentu arah menyusuri pinggir kota dengan pikiran yang tampak kacau. Suara handphone milikny berbunyi beberapa kali, tapi ia terlihat tidak menyadarinya. "Mas, handphonnya berbunyi," sapa seseorang yang berjalan tidak jauh dari dirinya. "Oh, iya. Makasih." "Sama-sama, Mas," sahut seseorang tersebut. "Halo. Ada apa, Ma? " "Apa kamu sudah menjalankan kewajibanmu sebagai seorang suami terhadap istrinya?" "Maaf, Ma." "Kamu di mana sekarang? Kamu sepertinya di jalan besar, bukan di dalam kamar. Apa yang sedang kamu lakukan? Apakah kamu tidak mendengarkan perkataan Papa dan Mama satu minggu yang lalu?" "Maaf, Ma. Tapi aku nhgak bisa. Aku tidak mencintai dia." "Jangan melanggar perkataan Mama! Lagipula karena kamu tidak mencintai dia, makanya kamu harus tidur dengan dia malam ini. Mama tidak mau tahu, pokoknya kamu harus melakukan apa yang Mama katakan! Jika tidak, hal buruk akan terjadi." "Apa maksud Mama? Aku sama sekali tidak mengerti? Apa yang Papa dan Mama sembunyikan dariku?" "Apapun yang Mama dan Papa lakukan kepadamu saat ini, semata-mata hanya untuk kebaikanmu." "Aku tidak akan melakukannya jika Mama tidak mengatakan kebenarannya kepadaku." "Mama akan mengatakannya, tapi dengan satu syarat. Kamu harus melakukan apa yang Mama minta terlebih dahulu. Jangan bohong! Mama tau jika kamu sudah melakukannya atau belum." "Tapi, Ma." "Mama bersumpah, jika kamu tidak segera melakukannya, Mama akan mengakhiri hidup Mama malam ini juga." Dengan berat hati, laki-laki itu berjalan ke arah yang berlawanan dan ia harus melakukan apa yang diinginkan oleh Mamanya, walaupun dia tidak ingin dan merasa tidak bahagia. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN