Bab 17. Kunjungan yang Mencurigakan

1022 Kata
Bima dan Kaila membuka pintu rumah lalu masuk ke dalamnya dengan tangan yang saling ditautkan erat. Keduanya terlihat mesra juga merasa sangat bahagia, kedua sisi bibir sepasang suami istri itu bahkan tidak henti-hentinya menyunggingkan senyuman. "Mas tunggu sebentar di sini, aku mau minta Bibi buat bikinan kamu teh hangat," pinta Kaila kepada suaminya. Bima menganggukkan kepalanya lalu membuka jas hitam berikut dasi yang ia kenakan. Pria itu meletakan pakaian tersebut di sandaran kursi lalu duduk dengan menyandarkan punggung berikut kepalanya. Namun, Bima seketika mendengus kesal ketika mendengar suara pintu utama di ketuk dari luar. "Astaga! Siapa sih malam-malam begini bertamu ke rumah orang? Gak tau waktu banget sih," decak Bima kesal seraya berdiri tegak lalu berjalan ke arah pintu utama. Pintu pun kembali diketuk secara berkali-kali, Bima segera membuka pintu sesaat setelah ia tiba di sana. Irfan nampak tengah berdiri tepat di depan pintu segera tersenyum ramah kepada majikannya itu. "Astaga, Irfan. Saya kira siapa," decak Bima seketika menghela napas panjang. "Ada apa malam-malam datang ke sini? Bukannya kamu tadi izin sama saya buat pulang cepat?" "Maaf karena saya mengganggu waktu istirahatnya Pak Bos. Eu ... saya cuma mau nganterin ini, Pak Bos. Berkas penting punya Pak Bos ketinggalan di tas saya tadi," jawab Irfan tersenyum ramah seraya menyerahkan amplop besar berwarna coklat yang ia bawa. "Oh oke," jawab Bima menerima amplop tersebut. "O iya, Pak Bos. Eu ... apa boleh saya numpang ke kamar mandi? Saya kebelet," pinta Irfan tersenyum cengengesan. "Ish! Dasar, ya udah masuk," seru Bima seraya memutar badan lalu berjalan dengan diikuti oleh asisten pribadinya. "Terima kasih, Pak Bos," jawab Irfan. Pria itu menatap sekeliling rumah bahkan seperti tengah menyisir setiap jengkal sudut ruangan demi ruangan yang ia lintasi. Kepalanya nampak di angguk-anggukkan pelan seraya tersenyum menyeringai. Sampai akhirnya, ia pun tiba di depan pintu kamar mandi, di waktu bersamaan Kaila pun tengah berjalan menuju ruangan santai di mana suaminya berada. "Irfan?" sapa Kaila keningnya seketika mengerut heran. "Selamat malam, Bu Bos," sapa Irfan membungkuk hormat. "Saya mau numpang ke kamar mandi, Bu Bos," serunya lalu membuka pintu kamar mandi. Kaila hanya menganggukkan kepalanya samar. Sejak kapan asisten pribadi suaminya itu datang? Ia pun melanjutkan langkah kakinya menunju ruangan di mana suaminya berada. "Itu si Irfan kapan datang, Mas?" tanya Kaila duduk tepat di samping Bima. "Barusan, ini nganterin berkas penting yang ketinggalan di tasnya dia," jawab Bima seraya memperlihatkan amplop berwarna coklat yang masih tertutup rapat. "Oh, tapi kenapa gak besok aja di ke kamuin'nya? Besok juga ketemu, 'kan?" jawab Kaila merasa ada yang aneh dengan kedatangan Irfan ke rumahnya malam-malam begini. "Mungkin Irfan takut berkasnya hilang, makannya dia anterin ke sini sekarang." Kaila hanya mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. Tidak lama kemudian, Bi Surti pun datang dengan membawa nampan berisi dua cangkir teh hangat untuk sang majikan. "Ini teh hangatnya, Tuan, Nyonya," ucap Bibi ramah dan sopan seraya meletakan apa yang dia bawa di atas meja. "Makasih, Bi," jawab Kaila dan hanya di jawab dengan anggukan ramah oleh Bibi sebelum akhirnya berbalik dan meninggalkan sang majikan. "O iya, sayang. Nanti setelah kamu melahirkan, Mas mau kita bulan madu keluar negeri," ucap Bima. "Keluar negeri?" tanya Kaila kedua matanya seketika membulat sempurna. "Eu ... aku gak pernah keluar negeri lho, Mas." "O ya? Hmm! Sabar sebentar lagi ya, setelah bayi kita lahir Mas akan membawa kamu keliling dunia, oke?" seru Bima seraya menatap sayu wajah Kaila. "Eu ... tapi Mas, masalah tes DNA itu, gimana? Aku khawatir banget, jujur aku agak takut sama Mommy Farida," ucap Kaila lemah dengan bibir yang dikerucutkan sedemikian rupa. "Benar juga, masalah yang satu itu seperti bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak," decak Bima seketika mengusap wajahnya kasar. Kaila diam seribu bahasa. Benar apa yang baru saja diucapkan oleh suaminya, masalah kehamilannya seperti bom waktu yang sedang di hitung mundur dan menunggu waktunya untuk meledak. Masalahnya di sini adalah, Kaila merasa takut bahwa Farida akan benar-benar meminta Bima untuk menceraikan dirinya, sementara ia tidak ingin hal itu sampai terjadi. Farida seperti mertua-mertua jahat yang ada di dalam n****+, sinis, ketus, dan jelas sekali terlihat bahwa wanita paruh baya itu sangat tidak menyukai dirinya. Ternyata seperti ini rasanya memiliki mertua jutek, hidup Kaila dibuat tidak tenang setelah bertemu dengan ibu dari suaminya itu. "Udah, gak usah mikirin masalah itu, sayang. Masalah Mommy biar saya yang urus," lirih Bima mencoba untuk menenangkan istrinya. "Lebih baik sekarang kamu fokus dengan kandungan kamu, wanita yang lagi hamil itu gak boleh stres lho." Kaila hanya menganggukkan kepalanya seraya tersenyum kecil. Senyuman yang mengembang di kedua sisi Kaila pun seketika menghilang tatkala melihat Irfan tiba-tiba berjalan menghampiri mereka berdua. Lagi dan lagi, Kaila merasa tidak nyaman dengan kedatangan pria itu. "Sekali lagi saya mohon maaf karena udah menganggu waktu istirahatnya Pak Bos dan Bu Bos. Saya permisi dulu, Pak Bos," pamit Ikbal seraya tersenyum cengengesan. "Kamu ke sini naik apa?" tanya Bima pertanyaan seperti itu tiba-tiba keluar dari mulut seorang Bima. "Saya bawa motor sendiri, Pak Bos," jawab Irfan santai. "Oh, ya udah. Hati-hati di jalan." "Baik Pak Bos. Saya permisi." Bima hanya menganggukkan kepalanya pelan, seraya menatap kepergian asisten pribadi yang sudah bekerja dengannya selama lebih dari tiga tahun itu. *** Keesokan harinya tepat pukul 07.30, setelah menyantap sarapan pagi bersama istrinya, Bima sudah bersiap untuk berangkat ke kantor seperti biasa. Pria itu pun sudah mengenakan jas berwarna hitam lengkap dengan dasi dengan warna yang sama. Bima dan istrinya berjalan dengan bergandengan tangan mesra menuju pintu utama. Kaila hendak mengantarkan kepergian suaminya seperti biasa. "O iya, sayang. Siang nanti Mas jemput kamu ya, kita ke Rumah Sakit buat periksakan kandungan kamu," ucap Bima berhenti tepat di teras rumah. "Kamu jemputnya jam berapa? Biar aku siap-siap nanti," tanya Kaila. "Hmm! Saya ada waktu luang sekitar jam 12 siang. Nanti Mas telpon kamu lagi, oke?" Kaila menganggukkan kepalanya seraya tersenyum ringan. Sementara Bima seketika merogoh jas hitam yang ia kenakan di mana ponsel miliknya tiba-tiba saja berdering kencang. Pria itu menatap layar ponsel lalu mengangkat sambungan telpon. Nama sang ayah terpampang nyata di layar ponsel. "Halo, Dad," sapa Bima meletakan ponsel di telinganya. "Iya halo, Bima. Datang ke kantor polisi sekarang juga, polisi udah nangkap orang yang menganiaya kamu." "Apa?" Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN