Bab 15. Cinta Buta

1056 Kata
Bima memejamkan kedua matanya sejenak lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia benar-benar merasa tidak habis pikir, mengapa cobaan demi cobaan tidak henti-hentinya menerpa rumah tangganya yang baru seumur jagung. Masalahnya dengan Johan saja belum selesai, sekarang masalah yang lebih besar tiba-tiba saja datang menerjang. Farida ibunya mulai menaruh curiga bahwa bayi yang dikandung oleh istrinya bukanlah darah dagingnya dan hal itu memang benar nyata adanya. Lalu, apa yang akan terjadi nanti jika mereka benar-benar tahu bahwa kecurigaan sang ibu terbukti benar? Apa Bima harus menceraikan Kaila? "Tidak, saya gak akan pernah menceraikan istri saya. Meskipun seluruh dunia mengetahui kenyataan ini sekalipun, saya Abimanyu Wibowo tidak akan pernah meninggalkan Kaila," batin Bima penuh tekad. Sedalam itulah cinta seorang Abimanyu Wibowo. Istilah cinta buta benar-benar ada dan nyata. Hal itu dirasakan sendiri oleh Bima kepada wanita bernama Kaila. Rasa cintanya yang terlampau besar kepada wanita itu membuatnya menutup mata dan telinga. Dirinya bahkan tidak peduli jika seluruh manusia di muka bumi ini akan mencemoohnya nanti. "Astaga, Farida. Apa pantas kamu ngomong kayak gitu sama menantu kamu sendiri? Kamu meragukan janin di dalam kandungan Kaila? Kita ini hidup di jaman modern, sayang. Hamil di luar nikah itu udah biasa terjadi di jaman sekarang ini," decak Adiwiguna seraya menggelengkan kepalanya merasa tidak habis pikir. "Ya wajar kalau emang Kaila ini hamil anaknya Bima, tapi kalau bukan, gimana? Kalau ternyata putra kita ini dipaksa menikah sama dia hanya buat menutupi aibnya aja, gimana? Apa kamu rela putra kesayangan kamu ini jadi tumbal, Mas?" ketus Farida masih bersikukuh, firasatnya sebagai seorang ibu tidak pernah salah. "Terserah kamu ajalah, tapi kalau memang bayi ini terbukti darah dagingnya Bima, kamu tanggung resikonya sendiri," timpal Adiwiguna, dia merasa tidak ada gunanya berdebat dengan istrinya yang terkenal dengan sifat keras kepalanya ini. "Dengarkan ucapan Mommy baik-baik, Bima. Jika terbukti bayi ini bukan darah daging kamu, maka kamu harus menceraikan dia dan kamu harus menikah sama wanita pilihan Mommy, paham?" tegas Farida mengalikan pandangan matanya kepada Bima. "Sudah cukup, ini rumah tangga saya. Tidak ada yang boleh ikut campur dengan urusan rumah tangga saya termasuk Mommy, satu lagi ... saya tak akan pernah menceraikan istri saya apapun yang terjadi," jawab Bima penuh penekanan. "Astaga, anak ini!" decak Farida seketika mengusap wajahnya kasar. "Sudah cukup, lebih baik kita pulang sekarang," pinta Adiwiguna kepada istrinya. Farida mendengus kesal. Dia pun menatap wajah Kaila dengan tatapan mata tajam. Tatapan yang tentu saja membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Kaila hanya bisa menundukkan kepalanya, dia bahkan tidak berani hanya untuk sekedar menatap wajah ibu mertuanya ini. Adiwiguna menggandeng pergelangan tangan Farida lalu membawanya berjalan bersama keluar dari rumah putranya. Sementara Bima seketika menoleh dan menatap wajah Kaila yang kini terlihat pucat pasi. Keringat dingin bahkan mulai membasahi telapak tangan Kaila akibat tekanan yang dia terima dari Farida, ibu mertuanya. "Kamu baik-baik aja, sayang?" tanya Bima meraih telapak tangan Kaila lalu mengusap punggung tangannya lembut. "Kita harus gimana, Mas? Kalau mereka sampai tau bahwa anak ini bukan darah daging kamu, gimana?" tanya Kaila lemah tanpa menoleh. "Kita duduk dulu, sayang. Kamu udah terlalu lama berdiri," pinta Bima segera memapah tubuh istrinya lalu duduk di kursi yang berada di ruang tamu. Bima meletakan telapak tangannya di kedua sisi wajah Kaila. Kedua matanya pun nampak sayu menatap wajah istrinya yang terlihat muram juga memendam kesedihan yang mendalam. "Kamu tenang aja ya. Meskipun mereka tau kalau bayi ini bukan darah daging Mas, meskipun semua manusia yang ada di muka bumi ini tau bahwa bayi di dalam kandungan kamu ini bukan anak Mas, Mas berjanji nggak akan pernah meninggalkan kamu, sayang," lemah Bima mencoba untuk menenangkan. Kaila tiba-tiba menggelengkan kepalanya pelan seraya menatap sayu wajah suaminya. "Tidak, Mas. Kamu berhak mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku," lemahnya lalu kembali menunduk sedih. "Tidak, Kaila. Saya nggak akan pernah meninggalkan kamu, sayang. Kamu adalah istri terbaik yang Mas miliki, Mas bersumpah demi apapun kalau Mas gak akan pernah meninggalkan kamu," lirih Bima seraya mengecup punggung tangan istrinya lembut dan penuh kasih sayang. Kaila memeluk tubuh suaminya erat. Kedua matanya pun seketika terpejam sempurna merasakan betapa hangat dan nyamannya berada di dalam dekapan seorang Bima. Suaminya ini benar-benar pria yang luar biasa. Bima bersedia menerima dirinya apa adanya, bahkan rela bersitegang dengan ibunya sendiri hanya untuk membelanya. "Terima kasih, Mas. Makasih karena kamu udah mencintai aku dengan tulus dan menerima aku apa adanya. Aku berjanji gak akan pernah mengecewakan kamu," lirih Kaila tulus dari dalam lubuk hatinya yang paling dalam. "Sama-sama, sayang," jawab Bima seraya mengecup pucuk kepala istrinya penuh rasa cinta. "O iya, Mas. Katanya pagi ini kamu ada meeting penting?" tanya Kaila seketika mengurai pelukan. "Astaga, Mas lupa," decak Bima seraya merogoh saku jas hitam yang dia kenakan karena ponsel miliknya tiba-tiba saja bergetar. Bima menatap layarnya sejenak lalu mengangkat sambungan telpon. "Halo, Nisa," sapa Bima meletakan ponsel di telinganya. "Halo, Pak Bos. Pak Bos di mana? Klien kita lagi marah-marah di ruang meeting, apa Pak Bos lupa kalau hari ini kita ada meeting penting?" Samar-samar terdengar suara Nisa sekretaris Bima. "Nisa, tolong kamu tenangkan klien kita dulu, katakan kalau saya akan ke sana sekarang juga," pinta Bima lalu menutup sambungan telpon. Kaila seketika mengerucutkan bibirnya tiba-tiba saja merasa kesal. "Nisa siapa, Mas?" tanyanya, rasa panas seketika terasa membakar hati seorang Kaila. "Nisa sekertaris Mas, sayang." "Cewek?" "Hah? Ya cewek 'lah, namanya juga Nisa." "Oh!" Bima seketika tersenyum lebar. Wajah Kaila tiba-tiba saja terlihat kesal dan Bima merasa senang entah mengapa. Apa mungkin istrinya ini tengah terbakar api cemburu? Bima seketika tertawa nyaring. "Hahahaha! Kamu kenapa, sayang?" tanya Bima seraya mengusap kepala istrinya lembut. "Nggak, aku gak apa-apa," jawab Kaila singkat juga sinis. "Jangan bilang kalau kamu cemburu?" "Memangnya kenapa kalau aku cemburu? Aku istri kamu ko," decak Kaila masih dengan ekspresi wajah yang sama. "Hahahaha! Saya seneng banget liat kamu cemburu kayak gini, itu tandanya kamu beneran cinta sama Mas," celetuk Bima kembali tertawa nyaring benar-benar merasa senang. "Udah sana berangkat, nanti si Nisa keburu nungguin kamu lho," pinta Kaila seketika bangkit seraya menarik telapak tangannya suaminya. Bima sontak berdiri tegak masih dengan bibir yang mengembang sempurna. Pria itu mengecup kening istrinya penuh rasa cinta. "Mas berangkat dulu ya," ucapnya dan hanya di jawab dengan anggukkan kecil oleh Kaila. "Aku janji gak akan pernah ngecewain kamu, Mas. Kamu adalah malaikat yang di kirim oleh Tuhan untukku," batin Kaila seraya menatap kepergian Abimanyu Wibowo. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN