Bab 6. Sasha dan panti asuhan

1169 Kata
Sebelum tiba di rumah kontrakannya, Sasha terlebih dahulu mampir ke rumah panti yang jaraknya hanya 200 meter dari rumah kontrakannya. “Mama Sasha,” teriak beberapa bocah kecil saat Sasha membuka pagar halaman. Bocah yang masih berumur lima hingga delapan tahun langsung berhamburan dan memeluk wanita itu dan tampak riang. Ya, anak-anak panti ikutan panggil Sasha mama, karena mendengar Raffa panggilnya mama pada Sasha. “Aduh Mama gak bisa napas nih, kalau dikerubuti kayak begini,” keluh Sasha sambil tertawa dan menggusak-ngusak rambut mereka. “Kangen sama Mama Sasha,” celoteh salah satu bocah yang menggemaskan. Wanita itu tersenyum hangat. “Ayo siapa yang mau roti, masuk ke dalam dan duduk yang rapi,” pinta Sasha sambil menunjukkan plastik hitam yang dibawanya, dan hal itu disambut riang oleh anak-anak panti. Bagai anak bebek, mereka semua berbaris di belakang ibu bebek dan ikutan masuk ke dalam. Kegiatan sederhana tapi membuat hati Sasha bahagia menikmatinya, memberikan perhatian pada anak-anak panti walau tidak bisa memberikan sebuah kemewahan namun sudah membuat anak-anak panti tersenyum bahagia. “Loh Sasha, kamu belum berangkat kerja?” tanya Bu Yeni saat melihat Sasha membagikan roti pada anak-anak panti. “Sengaja mampir ke sini dulu Bu, habis itu baru Sasha siap-siap ke kantor,” jawab Sasha. “Ya sudah nanti ke dapur dulu, Ibu sudah masak buat sarapan,” pinta Bu Yeni. “Oke Bu, nanti Sasha ke dapur.” Setelah selesai membagikan roti, diapun bergegas ke dapur menghampiri Bu Yeni salah satu ibu asuh di panti Arrahman. “Bu Yeni ini ada sedikit rezeki buat belanja dapur di sini,” ucap Sasha menyodorkan uang sebanyak dua juta, dia sisihkan dari uang mahar yang diberikan oleh Rayyan. Bu Yeni menerimanya dengan suka cita, maklumlah rumah panti yang dia urus donaturnya tidak banyak, jadi seberapa pun rezeki yang diterima, Bu Yeni sangat bersyukur. “Alhamdulillah, makasih banyak Sasha, semoga rezekimu makin bertambah dan lancar,” ucap Bu Yeni mendoakan. “Aamiin. Sasha juga sekalian mau bilang Bu, untuk sementara Sasha akan jarang tinggal dikontrakkan, kebetulan Sasha disuruh tempati rumah dinas, tapi insyaAllah Sasha usahakan tetap mampir ke sini. Lagian Raffa juga tinggal di sini,” ucap Sasha agak sedih. Raffa sejak dilahirkan lebih banyak diasuh di rumah panti asuhan bersama Bunda Fian dan Bu Yeni, karena saat itu Sasha harus menyelesaikan kuliahnya, sayang beasiswanya kalau tidak dilanjutkan, kemudian lanjut bekerja demi bisa membantu kelangsungan hidup tempat pantinya. Jadi Sasha bukan seorang ibu yang tidak bertanggungjawab pada anaknya, justru dia bekerja keras demi anak kandungnya, dan anak panti lainnya. Hidup jadi single mom itu berat loh, apalagi dalam usia sangat muda. Sekarang Sasha sudah berada di rumah kontrakannya, sejenak dia terduduk di atas kasur tipisnya dan menatap ke semua arah, tak terasa ujung ekor matanya menjatuhkan buliran bening. Sekuat-kuatnya wanita, dan se ceria-cerianya wanita pasti hatinya juga pernah lelah, dan hanya menangis yang bisa dia lakukan dalam kesendiriannya. Menangis bukan berarti dia wanita cengeng tapi menangis sebagai bentuk meluapkan perasaan hatinya. “Sabar ya Nak, sebentar lagi kamu akan segera dioperasi, Mama hari ini akan ambil uangnya, Nak,” gumam Sasha sembari mengusap foto dirinya dengan siganteng Raffa. ---------------- Perusahaan Indo Prakasa Jam 8:30 wib Wanita berkacamata besar itu baru tiba di kantor, dan bergegas ke meja kerjanya lalu segera menghubungi semua klien Rayyan untuk menscedule ulang pertemuannya hari ini. Rafiq yang sudah datang terlebih dahulu menghampiri meja kerja Sasha. “Sasha, katanya Daddy-nya Pak Rayyan masuk rumah sakit semalam?” tanya Rafiq. “Iya, semalam masuk rumah sakit kena serangan jantung, tapi sudah dioperasi pasang ring. Oh iya semua jadwal Pak Rayyan dirombak ya Pak Rafiq,” jawab Sasha, netranya masih fokus dengan layar komputer. Dari posisi berdiri, Rafiq melihat tas lumayan berukuran besar di sisi meja Sasha, “Sasha itu tas kamu? Tumben bawa tas sebesar itu? Memangnya mau kemana?” tanya Rafiq dengan lirikan menyelidik, emang sih Rafiq suka kepoan. Sasha ikutan melirik ke arah tasnya juga. “Oh iya itu tas Sasha. Sasha mulai hari ini ada tugas sampingan, jadi harus bawa baju salin,” jawab asal Sasha sembari mengulas senyum lebarnya. “Oh ada tugas sampingan, tugas apa?” gumam Rafiq sendiri. “Pak Rafiq udah dong nanyanya! Sasha jadi gak fokus ini mengetiknya, jari-jari lentik Sasha jadi berhamburan kemana-mana, mending Pak Rafiq hubungin Pak Rayyan saja buat tanya kabar terbarunya terus sekalian tanyain udah sampai dimana? Jadi mau ke kantor atau stay di rumah sakit, soalnya Sasha juga butuh tanda tangan Pak Rayyan, se-ge-ra!” ucap Sasha mulai merepet. Rafiq mencebik lanjut berdecak sebal. “Ck, baru sampai aja udah sok sibuk aja, pakai nyuruh-nyuruh segala!” gerutu Rafiq sembari memutar balik badannya menuju meja kerjanya. “Sasha gak sok sibuk Pak Rafiq, tapi Sasha benar-benar siiiiiibbbuuuk, tolong ya dica-tat!” timpal Sasha dengan suara cemprengnya. “Nah mulai deh kaleng rombengnya keluar, udah Sah ... lanjut aja kerjanya!” teriak Rafiq dari balik meja kerjanya. Sasha melambaikan tangannya ke atas, dan kembali fokus ke layar komputernya. SURAT PERJANJIAN PERNIKAHAN KONTRAK Jemari lentik Sasha kembali berloncat indah diatas tuts keyboard sembari komat kamit mulutnya. ---------------- Jam 10:30 wib. Bos Casanova itu baru saja tiba di perusahaan milik Daddy Kavin setelah sempat dia kembali ke rumah sakit untuk memastikan keadaan Daddy Kavin sudah lebih baik. Saat Rayyan tiba, kebetulan sekali Sasha lagi turun ke bawah untuk beli cemilan serta coffe karena matanya sangat mengantuk, jadi mereka belum bertemu. Rafiq yang melihat bos sekaligus sahabatnya semenjak kuliah bergegas ikut masuk ke ruang CEO. “Apa! Gue gak salah dengar kalau lo akhirnya nikah! Dan nikahnya sama si sekretaris culun lo itu?” tanya Rafiq dengan rasa terkejut dan tidak percayanya itu. “Ho'oh, dan itu demi daddy ... kejadiannya juga cepat, sorry semalam gue gak hubungi elo. Gue juga nikah sama Sasha hanya di atas kertas, bukan berarti kita beneran jadi suami istri, dan gue nikah sama Sasha cukup setahun saja, setelah itu pisah. Dan ingat lo jangan kasih tahu sama orang lain, berhubung lo asisten pribadi gue jadi harus gue kasih tahu biar tidak ada salah paham!” ucap Rayyan. Rafiq manggut-manggut tapi masih menatap heran. “Memangnya gak ada pilihan lain selain Sasha, dia’kan bukan tipe lo, dan tidak sebanding sama pacar lo semua?” “Justru gue pilih dia, biar gue aman hubungan sama pacar-pacar gue, coba kalau sama salah satu pacar gue, gue pasti dituntut jadi suami yang baik dan sangat mencintainya. Bullshit banget gue sama kata cinta, lagian gue juga gak mau nikah sebenarnya!” ucap Rayyan dengan kesalnya. Rafiq tiba-tiba saja terdiam mendengar tutur kata dan maksud dari ucapan sahabatnya, terdengar miris seolah-oleh Rayyan mempermainkan pernikahan, tapi bukan ranah Rafiq ikut campur. “Ya, kalau masalah itu gue gak ikut campur, semoga aja Sasha atau lo gak ada yang terjebak dengan perasaan masing-masing, dan bisa berakhir secara baik-baik.” “Mmm ...,” gumam Rayyan sembari menatap lurus kedepan. “Gue gak bakal suka juga sama Sasha, gue masih berharap bisa menikah dengan Iris, walau hati gue masih terasa sakit karena ditinggalkan,” lanjut kata Rayyan sembari menarik napasnya dalam-dalam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN