Tiinnn!!!!!!
Suara klakson yang memekakkan telinga membuat Marsha memejamkan mata sembari menutup kedua indera pendengarnya. Namun, gadis itu masih berdiri dalam diam tak ada niatan untuk beranjak seolah pasrah jika nasibnya akan berakhir saat ini juga.
Beberapa saat menanti akan tetapi tak terasa terjadi sesuatu pada tubuhnya. Ia pikir mobil itu akan menabraknya hingga membuat tubuhnya terpental hingga memisahkan jiwa dan raganya. Marsha membuka sedikit matanya. Rupanya dia batal tertabrak sebuah mobil karena si pengendara terlalu lihai mengerem hingga tak menyentuh sedikit pun tubuhnya. Marsha membuka mata sepenuhnya mendapati seorang pria dengan penampilan rapi dan menjulang tinggi berdiri di hadapannya.
"Kau ingin mati?" tanyanya dan mendongaklah kepala Marsha.
Jika Mark langsung mengenali wajah wanita yang terlihat samar di keremangan malam, lain halnya dengan Marsha yang tak mengenali seinci pun wajah pria yang menatap nyalang penuh amarah kepadanya. Marsha takut karena tindakan bodohnya hampir mencelakai dirinya sendiri.
"Jika kau ingin mati sebaiknya jangan bunuh diri di jalanan. Tapi ceburkan saja dirimu di lautan hingga tak akan ada orang yang kau buat repot dengan sikap gilamu itu."
Suara nyaring penuh intimidasi membuat Marsha semakin ketakutan. Ia baru menyadari jika apa yang telah dilakukan memang bisa menimbulkan kekacauan, juga sangat merepotkan orang lain. Andai pria ini tadi benar-benar menabraknya maka sudah pasti akan berurusan dengan pihak berwajib karena dianggap lalai yang menyebabkan seseorang tertabrak.
"Maaf," cicit Marsha lirih merasa bersalah juga ketakutan.
"Maaf katamu!" bentak pria yang tak lain adalah Mark Patterson.
Ya, pria itu sama sekali tak menyangka jika akan bertemu Marsha di tempat ini. Wanita yang telah ia cari kini dia temukan dalam kondisi kacau. Dan yang membuat geram juga merasa marah karena sikap bodoh Marsha yang berusaha mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Sefrustasi apakah wanita itu sampai senekat ini. Dan apakah yang Marsha lakukan ini karena ulahnya. Mark membatin dengan pemikirannya sendiri.
Ia tarik lengan Marsha dengan paksa. "Ikut aku." Lalu menyeretnya menuju mobil.
"Hei ... lepaskan! Apa yang kau lakukan." Marsha berusaha meronta karena lelaki asing ini akan membawanya secara paksa. Marsha sangat ketakutan sekali.
Jika dibanding dengan Marsha, tenaga Mark jauh lebih kuat. Sekeras apapun Marsha menolak juga meronta nyatanya Mark tetap berhasil mendorong tubuh Marsha sampai wanita itu masuk dan duduk di dalam mobil miliknya. Tak mau membuang waktu lebih lama lagi ditambah kepanikan Marsha yang mencoba lari, Mark bergegas masuk ke dalam mobilnya. Menjalankan mobil dan tak lupa mengunci pintunya agar Marsha tak bisa berontak dan keluar dari dalam mobilnya.
"Kenapa kau membawaku. Turunkan aku!"
"Diamlah dan ikut saja ke mana aku akan membawamu!" Bentakan Mark cukup keras berhasil juga membungkam teriakan Marsha.
Diam. Namun, air mata meleleh begitu saja membasahi pipinya. Marsha sudah lelah dan ia akan membiarkan saja pria ini membawanya entah ke mana. Mau membuangnya dan menceburkannya di laut lepas pun Marsha tak mengapa.
Tubuh Marsha lunglai jatuh pada sandaran kursi mobil. Kepalanya menoleh ke samping menatap jalanan yang mereka lalui. Mulutnya terkunci rapat dengan pandangan kosong membuat Mark sesekali harus melirik wanita di sampingnya ini. Khawatir akan kondisi Marsha dan Mark akan segera membawa Marsha pulang ke rumahnya.
Saat yang tepat ketika Mark akan mengunjungi mommy dan Dadynya. Mungkin dengan membawa Marsha, maka banyak keuntungan yang bisa ia dapatkan.
***
Rumah megah bergaya eropa yang hanya dengan melihatnya saja sudah membuat Marsha meneguk ludahnya susah payah. Mobil telah berhenti dan pria di sampingnya itu kini tengah memperhatikannya lekat-lekat. Marsha tak berani menoleh dan hanya diam yang dia lakukan sejak di perjalanan tadi sampai berada di rumah ini.
"Namamu Marsha Atmadja, kan?" Tiba-tiba Mark bertanya dan detik itu juga refleks Marsha menolehkan kepalanya. Memicingkan mata menatap penuh tanya padanya.
"Bagaimana kau bisa tahu namaku?"
Mark terkekeh pelan, "Kau tidak mengenaliku, Marsha?"
Mencoba mengingat, garis wajah pria di sampingnya ini seolah pernah Marsha lihat. Berpikir sejenak dan dia pun mengingat sesuatu. Lebih tepatnya ketika ia terbangun dari tidurnya dan bersanding dengan seorang pria kala itu. Ya, meski saat itu si pria tengah tidur telungkup tapi wajah itu samar terlihat mirip. Atau jangan-jangan pria ini adalah ... tidak. Tidak mungkin.
"Tak perlu kau ingat-ingat lagi. Sekarang dengarkan aku. Ini adalah rumah keluargaku. Daripada kau sibuk mencari cara untuk bunuh diri ... lebih baik kau membantuku."
Merutuki dalam hati bagaimana mungkin Marsha bisa bertemu dengan pria yang tidak punya hati seperti ini. Bahkan Marsha tidak tahu siapa nama lelaki ini. Namun, kenapa pria ini tak mengindahkan kehancuran juga perasaannya yang sedang kacau ini. Yang ada justru menghinanya dan meminta agar dia membantunya. Ya, Tuhan. Marsha tidak tahu bagaimana jalan hidupnya. Benarkah Tuhan belum ingin dia mati sehingga mempertemukannya dengan pria menyebalkan ini. Lantas ... apa yang harus dia lakukan kini. Marsha bingung. Keluar dari mobil ini dan pergi karena ia juga tak mengenal lelaki ini atau menurut saja dan membantu lelaki yang ternyata baru Marsha sadari telah mengetahui namanya. Bisa jadi pria ini juga yang telah merenggut kevirginannya.
"Bagaimana? Kau mau membantuku, kan? Ah, ralat. Aku tak akan memberikan pilihan apapun padamu. Dan kau harus membantuku."
"Memangnya apa yang bisa aku bantu. Bahkan aku ini tak mengenalmu."
"Kau boleh mengatakan tak mengenalku. Tapi ... Aku sangat mengenalmu, Marsha. Jadilah calon istriku. Dan jangan berani berbuat macam-macam ketika nanti kita berada di dalam berhadapan dengan Mom dan Dad. Ikuti saja apa yang aku katakan dan lakukan. Jangan banyak bertanya dan jangan banyak mengeluarkan kata-kata."
Marsha pusing. Tidak mengerti dengan semua yang pria itu katakan. Calon istri? Jika dia menolak apa yang pria itu minta juga tak ada guna. Lebih baik dia iyakan saja apa yang pria itu katakan.
"Terserah kau saja."
"Bagus. Daripada kau bunuh diri dan tak ada gunanya ... akan lebih baik kau jalani saja apa yang aku minta. Setidaknya dapat menghibur sedikit masalah yang sedang kau hadapi."
"Tidak ada yang bisa menghiburku saat ini. Bahkan hidupku saja sudah tak lagi ada arti."
"Dengan kau mau melakukan apa yang aku minta, aku yakin sekali kau akan menemukan apa sebenarnya arti hidupmu. Sekarang rapikan penampilanmu. Kita keluar dan menemui keluargaku."
Ingin rasanya Marsha tertawa. Pria di sebelahnya ini ingin membawanya bertemu dengan papa dan mamanya dalam keadaan dan kondisi Marsha tengah kacau seperti ini. Sebodoh amat. Ini bukan urusannya. Begitu pikir Marsha.