3. Ke mana Mario

1032 Kata
Marsha membuka matanya. Tak terasa berapa lama ia tertidur dengan menelungkupkan kepala di atas meja kerjanya. Lagi-lagi kejadian beberapa waktu lalu terngiang di dalam memori otak wanita itu. Mario, satu nama yang kini berada di ingatannya. Lelaki itu entah ke mana perginya. Karena dua hari ini Marsha berusaha menelepon sahabatanya itu tapi tidak bisa. Nomor ponsel Mario tak bisa ia hubungi karena tidak aktif. Membuat Marsha semakin bertambah frustasi. Ke mana sebenarnya Mario. Kenapa lelaki itu menghindarinya. Marsha hanya ingin meminta pertangungjawaban pada sahabatanya itu atas apa yang telah menimpanya beberapa hari yang lalu. Semua karena Mario. Hidup Marsha hancur. Sekali pun di luar Marsha terlihat tegar, nyatanya di dalam lubuk hati terdalam, wanita itu merasa sangat hancur sehancur-hancurnya. Tak ada lagi yang dapat ia pertahankan dari hidupnya saat ini. Ya, meskipun apa yang kini menimpanya tak seburuk dengan tragedi beberapa tahun silam di mana ia ditinggalkan oleh seluruh anggota keluarganya, akan tetapi hanya kejadian menyesakkan itu sanggup menjatuhkan semangat hidup seorang Marsha Atmaja. “Apakah aku harus menemui Mario di rumahnya?” gumam Marsha pada dirinya sendiri. Sepertinya memang ia harus menemui lelaki itu. Marsha tak habis pikir kenapa Mario sungguh tega berbuat hal buruk kepadanya. Mengumpankan dia pada seorang lelaki yang Marsha tak tahu itu siapa. Apakah Mario telah menjualnya agar lelaki itu mendapatkan uang untuk membayar hutang pada kliennya. Ah, entahlah Marsha tak sanggup lagi berspekulasi mengenai hal buruk yang pernah menimpa dirinya. Dengan gontai Marsha berjalan menuju wastafel. Ia mencuci wajahnya dan sekali lagi menatap pantulan diri di depan cermin besar yang terpasang di atas wastafel membuatnya menangis pilu. Marsha yang sekarang sangat jauh berbeda dengan Marsha lima tahun lalu. Marsha yang masih memiliki keluarga lengkap. Ada Papa, Mama dan kakak lelakinya -- Marcel. Anggota kelurga yang begitu menyayanginya. Namun, semenjak mereka meninggalkan Marsha karena sebuah tragedi kecelakaan mobil membuat hidup Marsha jungkir balik tak karuan. Kehilangan semangat hidup hingga kehadiran Mario yang sanggup membuatnya kembali bangkit. Siapa sangka jika Mario yang lima tahun lalu selalu ada untuk menyemangatinya justru sekarang Mario juga yang telah menjatuhkan ia sejatuh-jatuhnya ke dasar paling rendah dalam hidupnya. Semua seolah tak dapat Marsha percaya. Tak ada lagi air mata. Dan setelah mengeringkan wajah dengan tisu, Marsha ke luar dari dalam ruang kerjanya menuju dapur umum di mana tiga orang chef sedang berkutat pada masakan mereka masing-masing. “Apakah ada yang bisa aku bantu?” Pertanyaan Marsha mengangetkan salah satu chef yang ada di sana dan segera melarang Marsha untuk mendekat. “Lebih baik Mbak Marsha duduk saja. Aku lihat Mbak sedang tidak baik-baik saja. Wajah Mbak Marsha pucat begitu. Tadi Mirna sudah berpesan agar Mbak Marsha banyak istirahat dan tidak boleh menyentuh apapun yang ada di dalam dapur ini. Jadi kuharap Mbak Marsha bisa berdiam diri dulu di sini. Aku akan mengambilkan makanan untuk Mbak.” Panjang lebar lelaki muda itu berkata dan hanya diangguki kepala oleh Marsha. Memilih menuruti saran dari karyawannya tersebut daripada ia harus memaksakan diri dan berujung hanya akan merepotkan mereka nanti. Seporsi ramen dan ocha hangat terhidang di atas meja. “Mbak Marsha habiskan makanannya setelah itu minum vitamin.“ Marsha hanya mengamati makanan, minuman juga vitamain yang ada di hadapannya. “Buruan makan, Mbak! Selagi masih hangat.” “Terima kasih, karena kalian selalu ada untukku.” “Oleh karena itulah Mbak Marsha harus kuat dan bersemangat demi kita dan demi resto ini.” Masha tersenyum, ternyata masih banyak orang baik yang berada di sekelilingnya. Salah besar jika ia mengira bahwa hanya orang jahat yang berada disekitarnya sekarang. Buktinya orang jahat itu hanya ada segelintir dari banyaknya mereka yang baik kepadanya. Mulai menyuap ramen ke dalam mulutnya. Marsha tak bisa menikmati betapa lezatnya makanan yang sedang ia kunyah dengan malas ini. Yang ada di dalam benak Marsha hanya satu. Ia harus tetap hidup demi mereka semua yang telah baik kepadanya. Juga demi resto yang menjadi hajat hidup karyawan juga dirinya. Marsha tak boleh lemah hanya karena ia kehilangan harga diri akibat dilecehkan oleh seorang lelaki. Biarlah orang yang telah tega berbuat jahat kepadanya akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Tuhan. Marsha yakin orang jahat akan menuai karmanya suatu saat nanti. Sementara orang baik akan menemukan kebahagiaan di suatu hari nanti. Marsha pun percaya jika kebahagiaan juga sedang menantinya. Ia harus bangkit. Tidak ada kata terpuruk dalam kamus hidup seorang Marsha. Huft ... dihirupnya napas dalam lalu berusaha menghabiskan seporsi ramen yang kini sedang ia coba nikmati. Mirna, hanya mengamati dari jarak jauh dengan apa yang sedang Marsha lakukan. Dalam hati Mirna percaya jika ada hal ganjil yang telah terjadi pada Marsha. Mirna pernah melihat Marsha yang seperti ini beberapa tahun silam. Dan kini Mirna sedih karena harus mendapati keterpurukan yang terpancar begitu kentara dari wajah Marsha. Tapi Mirna tak dapat memaksa Marsha agar mau berbagi cerita kepadanya. Suatu ketika nanti jika Marsha mau, pasti wanita itu akan dengan senang hati membagi keluh kesahnya pada Mirna. Ia tinggalkan Marsha tetap berada di dalam dapur, dan Mirna tak akan mengganggu waktu Marsha yang sedang menikmati makannya. Marsha tak mampu menghabiskan makannya karena rasa makanan yang biasa lezat sekarang begitu hambar. Meletakkan sendok dan ia meraih vitamin. Begitu saja ia menenggaknya jika tidak ingin Mirna akan mengomel sepanjang hari. Lagi pula Marsha memang membutuhkan vitamin itu untuk menjaga kondisi tubuhnya kembali bugar. Hari ini masih panjang dan Marsha tak mungkin terus seperti ini. Suasana resto sebenarnya masih ramai hanya saja tubuh Marsha tak bisa diajak kompromi. Daripada berada di sini tapi hanya merepotkan Mirna seja, lebih baik ia kembali pulang dan istirahat di rumah. Setelah berpamitan pada Mirna, Marsha masuk ke dalam ruang kerjanya dan mengambil tas miliknya. Bergegas ke luar dari ruang kerjanya berjalan menuju pintu ke luar. Mendadak tubuhnya terhuyung ke belakang akibat ketidak hati-hatiannya berjalan hinga ia harus menabrak bahu seseorang yang mengunjungi restonya. Tas yang ia pegang terjatuh ke lantai. Marsha berjongkok memungut tas tangan miliknya lalu berniat meminta maaf pada orang yang masih berdiri menjulang di sampingnya. Dia mendongak begitu tas sudah berada di tangan. Namun, karena tatapan yang pria itu berikan, membuat Marsha segera menundukkan kepala sembari berucap, "Maaf, saya tidak sengaja." Setelah itu bergegas Marsha meninggalkan tempat tanpa menunggu jawaban atau mungkin u*****n karena dia telah ceroboh menabrak bahu milik pria tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN