9. Ngompol?

2258 Kata
"Faster baby." suara desahan seorang wanita terdengar sangat jelas di telinga Rafli. "My honey lovely." sekarang gantian bibir Rafli yang meracau. Rafli menikmati permainan mereka saat ini. Jarang-jarang dirinya bisa bebas di kamarnya dengan seorang gadis, apalagi Hans ada di rumah. Mumpung masih aman Rafli tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. "Baby, fasterh... Aku mah sampai sayang." racau gadis itu tanpa henti. Rafli sangat senang melihat gadisnya merasa kenikmatan karena permainan yang mereka ciptakan entah dari kapan. Setelah gadis itu mengejang, Rafli membalikkan tubuh gadis itu. Kedua mata Rafli tidak berhenti memandangi wajah gadis yang sekarang masih meracau tak karuan. Suasana di kamarnya sekarang terasa begitu panas, padahal AC sudah dinyalakan sedari tadi. Rafli hanya berdoa, semoga tidak ada yang memergoki dirinya di saat dirinya sedang melambung ke angkasa seperti sekarang ini. "Sayang di luar aja ya, ku takut hamil." pinta gadis itu dengan suara manjanya. "Iya honey, kamu gak usah khawatir ya." Rafli membalas senyuman gadisnya. Raut wajah gadis itu begitu cantik, hingga membuat Rafli enggan memandang ke arah lain. Apalagi jika gadis itu tersenyum, kecantikannya nambah berkali-kali lipat. Rafli merasa dirinya benar-benar seperti melayang ke langit tertinggi, seolah tubuhnya sekarang tidak ada di bumi. Semuanya terasa indah, membuat Rafli kecanduan. Tak selang lama, Rafli menyudahi permainannya, dia tidak mau kebobolan di dalam dan membuat gadis itu berbadan dua. Bisa gawat kalau sampai Rafli tidak mampu mengendalikan dirinya, yang ada bisa dikebiri dia oleh Hans kalau ketahuan menghamili anak gadis orang. "F-u-c-k!" racau Rafli ketika dirinya benar-benar sampai. Rafli tumbang di sebelah gadis yang tadi bermain dengannya, gadis itu tak henti-hentinya memandangi wajah Rafli dengan senyuman di wajahnya. "Mau nambah dong." pinta Rafli manja. Bisa Rafli lihat jika gadis itu mengangguk mengiyakan permintaan Rafli. Rafli yang tadinya sedang berbaring langsung bangun dan mendekati gadis itu lagi. Gubrak! "Aw... Sakit bangke!" Rafli heran, kenapa dirinya bisa ada di lantai dengan pakaian lengkap. Padahal baru saja dirinya bermain sama gadis yang sangat cantik. "Pasti gue habis istirahat selesai main, pasti cewek itu masih tidur di ranjang." Rafli langsung bangun sambil memeluk guling keroppinya. Di atas ranjang kosong, tidak ada siapa-siapa sama sekali. "Tapi perasaan gue nyata banget kok lagi w*****k wik sama cewek cantik, masa sih ceweknya udah gak ada. Kabur ke mana tuh cewek?" Rafli mencari-cari di bawah kolong kasur, tidak ada di sana. Rafli gantian membuka-buka selimut, masih tidak ada. Rafli mencari ke dalam kamar mandi, tidak ada juga cewek yang tadi bersamanya. Lelaki itu kembali ke atas ranjang. Rafli masih berpikir keras, ke mana gadis tadi. Apa jangan-jangan dia sudah pergi meninggalkannya. Tapi mana mungkin, di rumah ini banyak orang. Tidak mungkin jika gadis tadi pulang tidak ketahuan. Mau lewat mana gadis itu jika bukan lewat pintu utama. Apa benar yang ada dalam benaknya jika semua itu hanya mimpi. "Masa cuma mimpi sih? Tapi kalo mimpi masa rasanya nyata banget." Rafli masih kebingungan, tapi tiba-tiba tangan Rafli meraba-raba bagian kasur yang ada di sisinya. Rasanya basah, seperti habis terkena ompol. Tangannya ganti meraba celananya, basah juga bagai orang ngompol. "Ya elah, cuma mimpi basah. Gue kirain beneran gue lagi mantap-mantap sama anak gadis orang." desah Rafli sedikit kecewa karena apa yang dia rasakan hanyalah sebuah mimpi. Orang bilang itu adalah mimpi basah. "Aish... Kenapa gue malah mikirin yang berbulu domba pagi-pagi." *** Alexa masih sedikit merasa ngilu di bagian pantatnya. Suntikan tadi ternyata masih sangat berasa efeknya. Mereka sekarang sudah selesai pemeriksaan dan sedang menuju lantai dasar. "Oh... Ini ya istrinya dokter? Masih kecil ya." ledek Audi, dokter yang selama ini mengejar-ngejar Marsel. Dokter saraf yang waktu itu memberikan coklat supaya diberikan ke buah hatinya Marsel tapi malah ditolak habis-habisan oleh Marsel. "Enak aja ngatain orang kecil, kayak sendirinya gede aja. Situ juga krempeng, malah kayak kertas kelindes roda tronton." Alexa nyolot duluan mendengar dirinya diledek oleh orang yang tidak dia kenal. "Sorry ya, saya lebih gede dari situ." Audi sengaja sedikit menggoyangkan dadanya yang memang bisa dibilang besar untuk ukuran wanita sekecil Audi. Alexa paham sekarang apa maksud Audi tentang masih kecil. Ada ide jahil di kepalanya, mana mungkin Alexa hanya diam saja. "Anda bilang kan masih kecil, berarti masih bisa digedein. Tenang aja, suami saya yang ganteng ini bisa kok gedein pakai tangannya yang kekar ini." Alexa meraih jemari Marsel kemudian membuat tangan Marsel melingkar ke pinggangnya. Damn! Marsel menahan tawa mendengar perkataan Alexa yang terlalu berani. Sedangkan Audi sudah naik pitam karena mendengar Alexa mengatakan suami saya dengan penuh penekanan. Agar sandiwara mereka terlihat lebih alami, Marsel pun mengeratkan tangannya di pinggang Alexa hingga tubuh mereka berdempet. "Kamu, beraninya." Audi sudah menggeram, emosinya memuncak. "Loh kenapa? Dokter belum pernah merasakan tangan laki-laki di d**a dokter ya? Enak loh dok, saya yakin kok Mas Marsel juga bakal melakukannya dengan senang hati. Iya kan sayang?" Alexa sengaja menatap Marsel manja dan memanggilnya sayang. "Iya dong sayang, aku siap kok meski tiap hari. Gak keberatan malah, tapi segini juga sudah cukup bikin aku gemes kok." Marsel malah ikut-ikutan membuat Audi emosi. Wajah Audi sudah merah padam bagai kepiting direbus dengan cabai ratusan kilo. Kedua tangannya terkepal kuat-kuat. Niatnya ingin membuat Alexa panas malah dirinya sendiri yang panas. Mungkin ini yang dinamakan senjata makan tuan. "Ya sudah dok, saya permisi dulu. Saya mau pulang bikin istri saya gede alami, bukan silicon." Marsel menggamit pinggang Alexa lagi, dalam hatinya puas bisa membuat dokter ganjen itu kalang kabut kepanasan. Marsel tak menyangka jika Alexa bisa seberani itu. Padahal mereka belum pernah ngobrol sebelumnya. Setelah sampai di luar, Alexa menjauh dari Marsel. Istrinya itu memilih berjalan lebih dulu dan masuk ke mobil tanpa mempedulikan Marsel yang masih di belakangnya. "Kamu berani sekali melawan Audi." komentar Marsel saat mereka sudah ada di dalam mobil menuju pulang. "Kenapa harus takut, kita sama-sama makan nasi." Alexa malah acuh tak acuh. Tangannya sudah sibuk dengan ponselnya. "Saya salut, apalagi pas lihat wajah dia kayak kebakar gitu tadi." ujar Marsel masih dengan nada datar. Sembari fokus main mobile legends, Alexa masih mendengarkan perkataan Marsel. "Emangnya beneran, d-a-d-a dia itu gak alami?" Alexa malah tertarik akan ucapan Marsel tadi. "Kata teman saya yang dokter juga, dia pernah suntik silikon supaya dadanya besar." tanpa mempedulikan Alexa yang asik main game, Marsel lebih memilih fokus menatap jalanan. "Kelihatan kok, mana mungkin badan sekecil itu punya p-a-y-u-d-a-r-a besar banget kalau gak suntik silikon." meski Alexa tomboy, tapi dia tahu sedikit-sedikit tentang hal seperti itu. "Kalau punya kamu beneran saya bikin jadi makin besar gimana?" tanya Marsel santai. Alexa mem-pause permainannya sebentar dan menoleh ke arah Marsel sebentar. Lelaki itu sangat tenang, seolah tidak ada beban usai mengatakan hal barusan. "Ya kalau itu mau kamu, ya gak papa. Toh kamu suamiku, gak ada yang melarang." jawab Alexa tak kalah santai, dia lanjut bermain game. Jika Marsel bertanya hanya bercanda karena sekedar bahan lelucon. Tapi sayangnya mau serius atau bercanda, raut wajah Marsel tetap tidak ada bedanya. Sama-sama flat tanpa ekspresi. Berbeda dengan Alexa yang menjawab sesuai isi hati. Toh nyatanya memang sekarang Marsel adalah suaminya. Jika memang Marsel mau melakukan itu, apa boleh buat? Selama tidak melanggar agama dan tidak merugikan dirinya saja. "Tapi saya tidak..." "Tapi saya tidak pernah menganggap kamu sebagai istri saya. Karena sampai kapan pun istri saya cuma satu, yaitu Airin. Kamu mau bilang gitu kan barusan? Aku udah hapal, gak usah diulangin terus." belum juga Marsel menyelesaikan perkataannya, Alexa sudah lebih dulu menyambar. "Kalau kamu sudah tahu, kenapa kamu masih berharap bahwa saya ini akan menyukai kamu?" "Gini ya Mas Marsel, suamiku yang terhormat. Aku gak ngarepin kamu suka sama aku, tapi aku cuma mau ngingetin kamu kalau kita itu udah nikah. Kita sepasang suami istri, mau digimanain juga kamu tetep suamiku yang sah secara agama mau pun hukum." Alexa berusaha menahan tingkat kesabarannya. Tangan Marsel terkepal kuat, untung saja posisinya memegang setir. Jadi tidak begitu terlihat. "Jangan pernah berharap kalau saya akan menganggap kamu sebagai istri saya! Karena saya hanya mencintai Airin! Bukan kamu!" emosi Marsel meledak. Rahangnya pun mengeras, kedua matanya menatap nyalang ke depan. Alexa sampai kaget dibuatnya, Marsel berbicara dengan nada kasar. Bahkan Marsel membentaknya berulang kali. *** Seperti janji Hans tadi pagi kepada dua cucunya. Mereka jalan-jalan dan mereka sekarang sedang bermain di timezone usai pulang sekolah. Bahkan sampai jam makan siang mereka masih belum terlihat lelah. "Sayang! Kita makan siang dulu yuk." Erika meneriaki kedua cucunya supaya mendekat terlebih dahulu ke arahnya. Zulla dan Yudha berlari mendekat ke arah Nyonya Erika dan Tuan Hans. Kedua bocah itu nampak begitu gembira. "Oma kenapa manggil kita?" Zulla sampai lebih dulu, dia tidak mendengar apa yang tadi diucapkan oleh Erika. "Kita makan siang dulu ayo." ajak Erika. "Oma, aduh... Aku kebelet pipis." rengek Yudha tiba-tiba sambil memegangi bagian bawahnya. "Yah, toiletnya lumayan jauh sayang." Erika sedikit bingung karena dirinya tidak mungkin berjalan cepat. "Oma ayo, aku udah gak kuat." lelaki kecil itu sudah menyilangkan kakinya. "Pa, tolong anterin Yudha dong." pinta Erika. "Yah... Yah... Oma, aku ngompol." Yudha melihat celana seragam sekolahnya sudah basah oleh air seni. "Ih masa Yudha ngompol sih Oma, kan malu-maluin." Zulla melihat jijik ke arah Yudha karena ngompol. "Oma...! Hua...!" Yudha malah menangis karena ngompol di celana. Dirinya malu, apalagi ini di tempat umum. Tuan Hans langsung membawa Yudha ke toilet sambil terus menenangkannya, sedangkan Erika mengajak Zulla menuju bagian pakaian anak-anak. *** Alexa membaringkan tubuhnya ke atas ranjang, akhirnya dia bisa tidur juga. Dirinya baru selesai membacakan dongeng untuk kedua anak tirinya. Belum juga Alexa benar-benar terlelap, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Siapa lagi kalau bukan Marsel sang pemilik kamar. "Jangan berani-beraninya tidur di kasur saya!" Marsel marah saat melihat Alexa berbaring di atas kasurnya. "Aku gak lihat ada kasur lain di kamar ini." "Itu tempat tidur saya sama Airin!" marah Marsel. "Orang mati aja dibelain terus." Batin Alexa kesal. Karena sudah lelah, Alexa tak mau berdebat. Dirinya mengalah dan mengambil selimut juga bantal kemudian tidur di lantai. Marsel memilih mandi, dirinya harus tidur dalam kondisi fresh. Cukup sepuluh menit Marsel mengguyur badannya. Baru juga keluar dari kamar mandi, Marsel sudah disuguhkan oleh pemandangan dari tubuh Alexa. Pakaian Alexa menyingkap hingga terlihat pangkal pahanya. Marsel merasakan hasrat kelelakiannya muncul seketika. Namanya juga laki-laki, tidak bisa membohongi nalurinya. "Efek gak nemu bertahun-tahun." seringaikan nakal terpampang di wajah Marsel. Lelaki itu mendekati Alexa dan membangunkannya, berharap Alexa akan bangun dan mengerti maksudnya sekarang. Karena Marsel tidak mungkin membangunkan Alexa jika tidak ada maksud terselubung. "Apaan sih bangunin malem-malem?" jelas Alexa kesal dibangunkan malam-malam begini. "Saya mau ngompol di sini." Marsel mengarahkan tangannya ke bagian bawah Alexa. "Udah malem Mas, aku juga capek. Besok lagi aja." Alexa menatap Marsel dengan tatapan memohon. "Kamu harus biasakan melayani saya tengah malam karena saya suka pulang larut." tanpa mempedulikan penolakan Alexa, Marsel langsung membuka tali piyama yang dipakai istrinya. Alexa ingin menolak, tapi tangannya dihalangi oleh Marsel sekuat mungkin agar tidak bisa melawan. "Mas, aku ngan... Hmpt..." bibir Alexa sudah terbungkam oleh bibir Marsel. Tangan Marsel sibuk dengan apa yang ingin dia lakukan. Marsel semakin tak tahan, mungkin benar karena efek lama tak menjumpai. Gadis itu hanya diam tak mau membantu. Alexa benar-benar pasrah. Melawan pun percuma, dirinya yang akan kalah, lebih baik dia berusaha menikmati saja. Tidak ada salahnya, lagi pula Marsel tidak akan kasar padanya jika dia menurut. Wajah suaminya juga tampan, enak dilihat. Alexa bersiap, pasti ini akan terasa sakit lagi seperti semalam. Jelas saja Alexa akan menahan rasa sakit itu, Alexa tahu itu hanya sebentar. "Ahk... Mas masih sakit, pelan-pelan dong." rintih Alexa saat mereka kembali bersatu. Tubuhnya terasa hangat karena menempel dengan tubuh Marsel. Marsel tidak menyahut rintihan Alexa, tapi dia melakukan apa yang Alexa. Bermain dengan pelan agar istrinya merasa nyaman. "Eungh..." desah Marsel tertahan. Alexa menggigit bibir bawahnya karena merasakan sakit dan perih yang melanda meski Marsel melakukannya dengan pelan. Meski tidak sesakit semalam, tapi masih ada sedikit rasa ngilu dan perih. Entah sudah berapa lama Marsel melakukan ini, mereka sama-sama dengan pikiran masing-masing. Alexa sudah lebih tenang dari tadi. Marsel juga sudah mempercepat permainannya, dia memandang wajah Alexa yang sepertinya juga sudah mulai menikmati apa yang sudah dia perbuat. Marsel semakin tidak terkendali, dia semakin mempercepat gerakannya. Hal itu membuat Alexa mendesah berulang kali. Mendengar Alexa mendesah, hal itu membuat Marsel semakin bersemangat. Ternyata Alexa juga menyukai olah raga ini tanpa munafik. "Mash.. Aku pengen pipish..." "Pipis aja gak papa." Marsel mengecup kening Alexa. Terdengar jeritan yang tidak terlalu kencang dari bibir Alexa, tubuh wanita itu mengejang seketika. Tak selang lama, Marsel menyusul istrinya. Dia juga merasakan hal yang sama seperti apa yang Alexa rasakan beberapa detik lalu. "Akhirnya bisa ngompol lagi." ujar Marsel. Alexa merasakan ada cairan hangat menyembur di dalam rahimnya berulang kali. Sudah dua kali ini Alexa merasakan hal yang sama dan dari laki-laki yang sama. Entahlah, perasaan Alexa sekarang campur aduk. Antara senang dan sedih usai melayani suaminya. Marsel menyudahi permainannya, dia menjauh dari Alexa dan menutupi tubuh bagian bawahnya dengan handuk seperti tadi. Begitu pula Alexa yang merapatkan kedua kakinya dan menutup tubuhnya dengan kimono. "Pakai pakaianmu, saya cuma mau ngompol aja. Gak mau nyuruh kamu tidur di atas sama saya." Lelaki itu membuka lemari dan memilih pakaian yang akan dia pakai tidur malam ini. Alexa pun langsung memakai semua perlengkapan pakaiannya yang tadi dibuka oleh Marsel, dia juga merapikan penampilannya kembali. Alexa berniat ingin melanjutkan tidurnya. "Gak mungkin selamanya aku hanya mau merasakan nikmatnya bercinta, aku juga ingin merasakan sakitnya melahirkan. Apa gunanya jika aku sering mendesah jika menjerit saja tidak diperbolehkan walau hanya sekali." Hati Alexa tiba-tiba melengos mengingat Marsel tak mau memiliki keturunan darinya. Padahal jika lelaki itu ingin dirinya hamil dalam waktu dekat, Alexa akan menyanggupinya. *** Next...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN