Minah menahan rasa lapar yang menderanya dengan membaca buku pelajaran. Tangan kirinya memegang perutnya yang berbunyi tanpa henti. Sungguh ia sangat lapar, belum ada sebutir makanan atau minuman pun yang masuk ke dalam perutnya. Ia tidak sempat sarapan karena Raditya. Laki-laki itu memaksanya untuk berangkat lebih awal dengannya sebelum ia sempat makan.
Setelah melayani berbagai kemauan Raditya di kantin tadi, ia kembali ke kelas. Mengabaikan rasa lapar yang ia rasakan. Mengabaikan bujukan Andra untuk ikut makan, walau sebenarnya ia sangat ingin. Tapi apa dayanya. Satu sen pun ia tak punya.
Tuk.
Sebuah kantong plastik berisi air mineral dan sepotong roti diletakkan di hadapan Minah. Membuat Minah yang sedikit melamun menjadi terkejut. Ia mendongak, menatap ke arah sosok tinggi jangkung yang kini berdiri di hadapannya dengan tersenyum.
"Kak Andra?" ucap Minah refleks. Minah menutup buku pelajarannya dan menatap Andra dengan hati yang senang.
"Makan!"
"Hah? Tetapi Minah kan sudah bilang kalau Minah kenyang, Kak." Minah meremas perutnya agar tak berbunyi lagi. Jangan sampai Andra mendengar suara perutnya.
"Tidak usah berbohong padaku. Karena perutmu itu lebih jujur daripada bibirmu."
"Hah?" Wajah Minah memerah karena malu. Sungguh ia ingin tenggelam ke dasar bumi, agar tidak perlu lagi melihat wajah tampan Andra yang ada di hadapannya. Ia ketahuan sudah berbohong. Ternyata Andra mendengar suara perutnya tadi.
"Makasih ya Kak untuk makanannya. Tetapi lebih baik Kakak segera pergi. Sebelum muncul gosip yang bukan-bukan karena Kakak dekat-dekat dengan gadis kampungan sepertiku." Minah mengedarkan pandang, benar saja mereka berdua jadi pusat perhatian. Dan ia yakin sebentar lagi ia akan jadi bahan gosip para siswa.
"Aku tak peduli Minah. Biarkan saja gosip beredar. Aku sungguh tak peduli. Yang aku tahu aku nyaman bersama kamu." Perkataan Andra sontak membuat jantung Minah berdegup kencang. Tak dapat ia pungkiri jika Andra adalah lelaki menarik dan baik hati. Dan Minah tak sanggup lari dari pesona Andra. Mungkin ia sedang mengalami masa pubertas yang belum pernah ia alami sebelumnya. Karena di kampung dulu ia cukup kesulitan untuk bergaul. Lebih mementingkan belajar dan membantu bapaknya. Hingga ia kurang memperhatikan lawan jenisnya. Ya, Minah jatuh cinta pada seorang Andra.
"Minah, mulai besok kita makan bersama ya?" ajak Andra dengan lembut.
"Ma-maksud Kakak?" tanya Minah takut apa yang dia dengar salah.
"Kita bawa bekal saja. Kita makan di tempat favorit Kakak. Nanti kakak tunjukkan tempat rahasia yang oke banget. Di sana kita bisa makan dengan tenang. Kita bisa saling berbagi dan tukar makanan."
"Eh, apa nggak apa-apa Kakak nggak makan sama Radit?" tanya Minah meragu.
"Persetan dengan Radit aku tak peduli. Aku muak dengan sikapnya yang semena-mena itu. Aku juga sudah bilang padanya agar berhenti untuk menjadikan kamu pesuruhnya. Akhirnya dia mau mencabut kata-katanya bahwa kamu harus menjadi pesuruhnya."
"Apa? Terima kasih sekali Kak," ucap Minah lega.
"Apa sih yang nggak buat kamu Minah. Walaupun aku harus menukar dengan koleksi game terbaruku aku rela agar kamu tak lagi menderita," batin Andra.
"Em, maaf ya Minah. Tapi sehari ini kamu harus tetap melakukan semua perintah Radit. Aku gagal untuk membujuknya. Dia tetap meminta kamu jadi pesuruhnya hingga hari ini berakhir," ucap Andra penuh penyesalan.
"Iya Kak, Kakak santai saja. Minah nggak papa kok." Minah sangat berterima kasih karena Andra sudah menolongnya. Bukan seperti itu sebenarnya, ia lega karena Andra tidak menjauhinya. Dan lebih bahagia lagi ketika lelaki tampan itu menawarkan untuk makan bersama setiap hari. Rasanya Minah sedang melayang-layang di kebun bunga. Ia sangat bahagia.
"Ya sudah, besok di jam makan siang tunggu aku di dekat perpustakaan. Okay?"
"Heem Kak. Okay." Minah mengucapkan dengan nada medok. Membuat keduanya tertawa.
"Sudah ya Minah. Kakak kembali ke kelas. Makan rotinya cepat-cepat sebelum bel masuk berbunyi."
"Iya, terima kasih Kak."
"Bye Minah." Andra keluar dengan melambaikan tangan. Minah tersenyum dan membalas lambaian tangan Andra.
Minah sangat terharu, ada Andra yang selalu menolongnya. Andra bagai seorang pahlawan untuknya. Lelaki itu sangat baik padanya.
Minah membuka bungkusan plastik kemudian mengeluarkan roti dan air mineral. Dengan bahagia ia membuka bungkus roti yang Andra belikan. Ia mengigitnya, lalu mengunyahnya pelan. Roti selai Strawberry yang Andra belikan terasa nikmat di mulutnya. Apalagi ia sedang lapar sekali.
Rachel dan teman-temannya yang baru kembali dari kantin merasakan kejanggalan ketika murid di kelasnya saling berbisik.
"Hei, Rina. Ada apa?" tanya Rachel pada seorang gadis gemuk dan cupu yang duduk di meja paling depan.
"Eh, itu anu. Kak Andra tadi kemari." Rina kemudian menjelaskan dengan detail perihal kedatangan Andra.
"Wah tak cukup di kantin, di kelas pun ia menggoda Kak Andra? Sampai segitu perhatiannya Kak Andra padamu? Kamu menggunakan ilmu apa udik? Bahkan Kak Andra yang dulu sering datang ke rumah tak pernah sekali pun melirik aku," batin Rachel kesal.
"Chel, kita kerjain yuk. Lumayan daripada boring."
"Kamu saja sama Vita. Aku mau jadi penonton. Jadi kalian harus mempersembahkan yang terbaik untukku. Karena kepuasan penonton adalah hal yang terpenting."
"Siap Chel."
Keduanya berjalan memutar hingga ke kursi paling belakang. Setelah bermain kode, Vita berjalan menuju ke depan. Menuju meja Minah berada. Dan dengan keras gadis itu menabrak Minah dengan sengaja.
"Dor." Vita menabrakkan tubuhnya seraya menepuk kedua bahu Minah hingga gadis itu tersedak. Roti di tangannya yang masih separuh bagian ikut jatuh terlempar ke lantai.
"Uhuk, uhuk." Minah terbatuk-batuk.
"Eh, maaf maaf Minah." Vita mengucapkan kata maaf seolah menyesal.
"Aku nggak tahu kalau kamu lagi makan," ucap Vita penuh drama.
Minah ingin meraih air mineral yang Andra berikan. Namun ia kalah cepat dengan tangan Erina yang lebih dulu meraihnya.
"Hah, hah ... maaf ya Minah. Aku minta air minummu. Aku haus sekali." Erina segera menenggak isi botol hingga masih tersisa separuh. Sebelum Minah memintanya kembali tangan Vita sudah meraih botol minuman dan ikut menenggaknya hingga habis tak bersisa.
"Maaf ya Minah. Aku juga haus. Ini aku ada koin seribuan, mungkin bisa kamu gunakan untuk membeli minuman lagi," ucap Erina merendahkan. Tanpa belas kasihan bertindak keterlaluan pada Minah.
"Terima kasih Minah," ucap keduanya hanya berbasa-basi. Keduanya kembali ke bangku masing-masing dengan perasaan puas. Rachel yang melihat hasil kerja Vita dan Erina ikut puas. Ketiganya kemudian terkikik geli melihat wajah Minah yang seperti ingin menangis.
"Ya Allah, kuatkan Minah. Minah tahu mereka sengaja. Minah tahu mereka tak akan berhenti membuat Minah menderita. Kuatkan Minah Ya Allah. Minah nggak boleh menyerah. Demi masa depan Minah. Demi Tante Rasti dan Om Dimas. Minah tidak boleh membuat mereka kecewa."