Bab 5

1323 Kata
Theresa mengganti baju dan dititipkan di rumah Masayu Hameda penjaga bayi kiriman Tuhan yang tinggal tiga pintu dari rumahnya dan salah satu karib Lilian. Ia kembali ke pintu dari rumah, setelan warna meizenya mulai kusut. Saat masih di unit kendaraan bermotor, Lilian bisa memilih memakai jins dan jaket denim, kemeja dan kaus oblong, kadang-kadang celana panjang formal. Ia senang melihat glock terselip di pinggang levi’s belel terbaiknya. Semua polisi begitu, jika mereka mau jujur tetapi, sekarang ia harus terlihat lebih profesional. Perumahan yang ia tinggali adalah rumah dari berbagai tipe penegak hukum dan untuk alasan itu tak terjadi pencurian di kawasan ini. Istilahnya ‘selamat datang di Negeri polisi’ Masuk dan resiko ditanggung sendiri. Sebelum sampai di jalur mobil, Lilian mendengar deruman logam dan tahu itu adalah Taeyong. Tiga tahun di unit kendaraan bermotor membuatnya punya kepekaan jika menyangkut mesin. Maka Harley shovelhead 1969 milik Taeyong sedang berputar di ujung jalan dan menggeram lalu berhenti di jalur mobil, ia tahu piston-pistonnya masih berfungsi dengan penuh, Taeyong juga van dodge tua tetapi seperti pengendara motor lain, begitu termometer menunjukkan 40 derajat dan acap sebelum itu ia sudah duduk di atas hog-nya. Sebagai detektif narkotika yang menyamar, Lee Taeyong memiliki kelonggaran tak terbatas menyangkut penampilan. Dengan bersih tampan, jaket kulit ketat memeluk tubuh dan kacamata hitam serengeti, ia lebih terlihat seperti anak berandal ketimbang polisi. Rambut yang disemir emerald miliknya tak lagi seperti yang pernah dilihat Lilian. Rambut itu ditarik ke belakang menjadi ekor kuda. Lilian selalu dan sudah lama menjadi penggemar tipe pemuda berandalan cantik sepertinya. Lilian mengenyahkan pikiran itu dan menampilkan wajah sandiwaranya. “Ada apa, Taeyong?” Taeyong mencopot kacamata hitamnya dan berkata dengan tenang, “Jam berapa dia pergi?” “Aku tidak ada waktu untuk orang kurang kerjaan.” “Ini pertanyaan sederhana, Lian.” “Ini juga bukan urusanmu.” Lilian merasa pernyataannya ini melukai tetapi, saat itu ia tidak peduli. “Kau adalah istriku.” Taeyong memulai, seolah membuat hal itu satu keutamaan dalam hidup mereka. “Ini rumahku. Putriku tidur di sini, ini memang urusanku.” Apakah ada mahluk yang lebih posesif dari mereka di dunia ini? Pria Korea menjadikan gorila punggung perak terlihat masuk akal. Polisi Korea lebih buruk lagi. Seperti dirinya, Taeyong dilahirkan dan dibesarkan di jalanan Korea selatan. “Oh, sekarang ini jadi urusanmu? Apakah juga urusanmu waktu kau menunggangi putana itu? Hah? Waktu kau tunggangi si b****g besar musang beku atlanta itu di ranjangku?” Taeyong mengusap wajah, matanya merah, sikap tubuhnya terlihat agak lelah. Jelas ia baru saja selesai dari tugas panjang atau mungkin menghabiskan malam dengan melakukan hal yang lain. “Berapa kali aku harus minta maaf, Lian?” “Beberapa juta kali lagi, Lee Taeyong. Lalu kita menjadi terlalu tua untuk mengingat bahwa kau pernah membohongiku.” Setiap unit memiliki penggemar genitnya, kelompok yang melihat satu seragam atau tanda pengenal dan tiba-tiba punya hasrat tak tertahankan untuk merebahkan punggung dan mengangkangkan kaki mereka. Bagian narkotika punya paling banyak, untuk alasan yang sangat jelas. Tetapi, tidak dengan Shizui Tacipana telah mengintimi suami Lilian di rumahnya. “Lian.” “Aku perlu omong kosong ini hari ini, ya? Aku memang butuh ini.” Taeyong melunak, seolah baru saja ingat hari ini hari apa. Ia membuka mulut untuk bicara namun, Lilian mengangkat tangan, menyela. “Jangan,” ucapnya. “Tidak hari ini.” “Kapan?” Sebenarnya, ia tidak tau. Apakah ia merindukan Taeyong? Sangat. Maukah ia menunjukkannya? Tidak akan pernah, sejuta tahun pun. Terlepas dari segala kekurangannya yang tertumpuk, Lee Taeyong tahu kapan berhenti menantang istrinya. “Ayolah,” ujarnya. “Ayolah, setidaknya biarkan aku mengantarmu.” Taeyong tau istrinya akan menolak, tak akan memilih terlihat aneh pergi ke gedung kepolisian dengan naik Harley. Namun, Taeyong menyunggingkan senyum sialan itu, yang dulu membuat Lilian mau naik ranjang bersama dirinya dan Lilian hampir, hampir, hampir saja ... terlena. “Aku harus pergi, Taeyong.” Lilian berjalan memutari motor dan bergegas ke arah garasi meski sangat tergoda untuk memutar kepala, Lilian menguatkan diri. Taeyong telah membohonginya dan sekarang justru ia yang merasa seperti sampah. Apa yang salah dengan keadaan ini? Saat dengan sengaja berkutat dengan kunci, menariknya keluar, Lilian mendengar motor itu dinyalakan, mundur dan menggeram keras-keras menghilang di ujung jalan. Ketika mulai menghidupkan cherokee-nya, Lilian menekan tombol play pada radio dan sebuah informasi mengenai jalanan yang macet dan cuaca terdengar. Ia melirik ke arah jam, masih ada waktu. Ia akan lewat jalan layang ke kota. Saat keluar dari jalur mobil, ia melihat sebuah van EMS di depan rumah keluarga Hariato di seberang jalan. Sekali lagi, matanya saling tatap dengan Minaki Hariato, dan Minaki melambaikan tangan. Sepertinya Chizuko Hariato mengalami serangan jantung ringan mingguan, kejadian rutin sepanjang ingatan Lilian. Hal itu sudah sampai pada titik yang membuat kota tak mau mengirimkan tim medis lagi. Lambaian tangan Minaki punya dua maksud. Satu, untuk mengatakan selamat pagi. Dan yang kedua adalah untuk memberi tahu bahwa Chizuko baik-baik saja, setidaknya untuk seminggu ke depan. Mengarah ke area jalan layang, Lilian merenungkan pertengkaran bodoh yang baru saja dialaminya dengan Taeyong, dan betapa satu jawaban sederhana atas pertanyaan suaminya akan mengakhiri diskusi dengan segera. Kemarin malam ia menghadiri pertemuan organisasi makan besar bersama teman lama keluarga, Xing Li Hua, tingginya hanya 160 sentimeter. Itu adalah acara tahunan yang selalu dihadiri Lilian sejak masih remaja dan hal terjauh yang bisa dibayangkan tentang sebuah kencan. Tetapi, Taeyong tak perlu mengetahui hal itu. Xing Li Hua malu melihat iklan pakaian renang di akhir pekan. Xing Li Hua adalah masih perjaka di ukur 38 tahun. Tetapi, faktanya bahwa Taeyong mungkin telah memata-matai membuatnya marah tak terkira. Biarkan saja Taeyong berpikir sesukanya. Dalam perjalanan ke pusat kota Lilian melihat daerah sekelilingnya berubah. Tidak ada kota lain dalam ingatan Lilian yang mempunyai kepribadian terbelah antara kesuraman dan kemewahan. Tak ada kota lain yang berpegang erat pada masa lalu dengan penuh kebanggaan atau menuntut masa depan dengan penuh hasrat seperti kota ini. Lilian melihat sepasang pelari berusaha menaiki frankford dan gerbang ingatan Lilian terbuka lebar. Satu arus kenangan dan emosi mengalirinya. Ia baru saja mulai berlari dengan kakaknya yang baru berumur tujuh belas tahun, ia sendiri baru saja berusia tiga belas tahun. Tubuh tak berbentuk penuh dengan siku tajam, tulang belikat menonjol, dan tulang lutut yang kurus. Selama tahun pertama atau sekitar itu, ia tidak pernah berharap bisa menyamai kecepatan ataupun lebar langkah kakaknya. Michael Huang bertinggi 180 sentimeter, bertubuh langsing dan berotot, seberat 90 kilogram. Di terik musim panas, hujam musim semi, salju musim dingin mereka akan berlari sepanjang jalanan Hunan selatan. Michael selalu beberapa langkah lebih dulu dan Lilian, selalu berjuang untuk menyamainya, selalu diam-diam mengagumi kehebatan kakaknya. Lilian pernah mengalahkan Michael di tangga gedung theater satu kali di ulang tahunnya yang keempat belas. Lilian tahu kakaknya membiarkannya menang. Tapi, Michael tak pernah mengaku. Lilian dan Michael memang jarang bertengkar sejak kecil, sekeras mungkin kedua orang tua mereka meminta agar keduanya selalu saling jaga dan saling membantu. Dan sejak saat itu juga Michael selalu hadir tiap kali Lilian terluka, setiap kali ia patah hati, setiap kali ia menjadi korban b******n-b******n di lingkungannya. Lilian berumur lima belas tahun ketika Michael bergabung dengan korps marinir, mengikuti jejak ayah mereka. Ingat bagaimana bangganya mereka semua ketika kakaknya pulang dengan baju seragam untuk pertama kali. Setiap teman perempuan Lilian tergila-gila pada Michael Huang, lantaran mata dan senyum yang ramah itu, cara penuh percaya diri yang ditunjukkan saat menghadapi orang tua dan anak-anak. Semua orang tahu ia akan bergabung dengan kepolisian setelah selesai bertugas, mengikuti jejak ayah mereka. Ia berumur lima belas tahun ketika Michael tewas Tiongkok. Ayahnya, veteran kepolisian dengan tiga bintang jasa, seorang pria yang benar-benar menutup hatinya untuk wanita lain . Satu wilayah yang hanya dijejaki dengan ditemani cucunya. Meski bertubuh kecil Joshua Huang terlihat tinggi ditemani putranya. Lilian sudah mengincar sekolah sastra, kemudian fakultas sastra tetapi, pada malam menerima kabar kematian Michael, ia tahu bahwa ia akan bergabung dengan kepolisian. Dan sekarang, saat memulai apa yang menjadi inti dari seluruh karier baru di salah satu unit paling dihormati di setiap kepolisian di negeri ini, sepertinya fakultas sastra adalah mimpi yang menjadi nyata dari jagat angan-angan. Mungkin suatu hari. Mungkin saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN