11 Konyol Situasi

1278 Kata
Gava menarik napas dalam, menghempaskan asap rokok yang masih tersisa di tangannya. Hari ini adalah hari bahagia bagi Heartsa, dan seharusnya dia ikut merasa senang. Namun, hatinya masih berat, perasaan cemburu dan tak berdaya mengganggu pikirannya. Dia tak bisa mengubah apa yang terjadi, sulit baginya untuk bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Setelah kejadian ular tadi semua orang berterimakasih padanya sebab sudah menolong Heartsa dan cepat tanggap. Artha ayah Heartsa langsung meminta pertanggungjawaban pihak resort atas ketidaknyamanan ini. Sementara itu, Heartsa terlihat gelisah. Dia enggan melangkah di area bebatuan lagi, trauma masih membekas. Setiap kali kakinya mendekati lantai batu bahkan acara itu berpindah ke area yang jauh dari bebatuan agar Heartsa tenang. Dari semua orang disana hanya Nick yang tampak tidak senang Gava membantu Heartsa tadi, Gava melihat Nick sepertinya Nick mengantisipasi setiap gerak-gerik Gava, dia terus memastikan Heartsa tidak terlalu dekat dengannya. Gava memutuskan tetap berdiri di tepi, mengamati dari kejauhan. Rasanya tidak ada ruang baginya dalam kebahagiaan ini. Tiba-tiba, Gava melihat Nick mendekatinya dengan langkah percaya diri. Senyuman sinis mengembang di wajahnya. Gava masih berdiri di sudut, berusaha menyamarkan kebencian yang membara saat melihat Nick mendekatinya. Nick tersenyum, tetapi senyumnya terasa palsu. “Hay, kamu Gava. Heartsa sudah menceritakan tentangmu,” Nick membuka percakapan dengan nada basa-basi. “Thanks bantuanmu tadi di toilet, Ya. Aku mungkin akan melakukan lebih jika ada di sana.” Gava hanya mengangguk, tidak ingin terjebak dalam permainan sopan santun ini. “Hemmm? Bukan hal yang perlu di besar-besarkan.” “Aku tahu, Jadi, kamu yang menemani Heartsa restoran kemarin?” Nick melanjutkan, nada suaranya mulai menyindir. “Apa kamu tidak merasa itu adalah kesalahan?” Gava menahan napas, menatap Nick dengan tatapan tajam. “Apa yang salah hanya menemani? Kenapa harus di permasalahan jika tidak ada apapun.” Nick melanjutkan dengan senyum sinis. “Atau mungkin kamu yang mencuci pikiran Heartsa tentang wanita lain. It’s not good for her, you know?”Nick terlalu to the point. Gava tidak bisa menahan diri. “Jika tidak terjadi kenapa harus merasa sangat terganggu, santai aja.” Nick mendekat, nada suaranya semakin menekan. “Ya ini sangat santai, aku hanya tidak suka seseorang ikut campur, apa yang kau inginkan sebenarnya? I hope you know your place. Jangan ikut campur apapun lagi.” Dengan kemarahan yang membara, Gava menjawab, “Bukan urusanmu sebelum kalian benar-benar menikah, aku tidak akan tinggal Diam. Jika Heartsa butuh apapun.” Nick tertawa pelan, “ Just remember, you’re playing with fire.” “Aku tidak peduli. Aku tidak akan diam, apapun kemungkinan yang bisa saja terjadi. Semua ini mungkin palsu,” jawab Gava dengan suara tenang tetapi penuh ketegangan. “Omong kosong!” Nick naik pitam, wajahnya merah padam. “Kau pikir kamu bisa datang ke hidupnya? Hanya karena kau pernah dekat dengannya di masa kecil?” Dengan emosi yang meluap, Nick melangkah maju dan hendak memukul Gava. Namun, Gava lebih cepat, menangkis serangan itu dan membalas dengan sebuah pukulan ke wajah Nick. “Who do you think you are?” teriak Nick, nadanya penuh kemarahan. “You’re just a pathetic loser trying to interfere!” Bugh! “Kau lebih pecundang!” Gava menjawab dengan sekali pukulan, ketegangan semakin meningkat di antara mereka. “Kau meninggalkan Heartsa di tempat hiburan apa kau pikir orang tuanya bisa terima, lihat tadi dia bertemu ular, kau dimana? Haha hihi saja di depan pemanggang?” “Itu kejadian tidak terduga, jika tahu aku pasti akan menemaninya. Satu lagi aku kemarin di Beach club, tidak meninggalkan dia aku bekerja. Justru kau mencari kesempatan dalam kesempitan.” Dengan suasana semakin memanas, mereka berdua saling menatap dengan kebencian yang membara. Sialnya musik berisik yang di putar di sana tidak membuat pertengkaran Nick dan Gava terdengar pada yang lainnya. Namun, Heartsa merasa aneh melihat ketegangan antara Nick dan Gava. Dia pun mendekati mereka, menatap Gava dengan mata penuh dingin. “Ada apa ini? Katanya kamu mau ke toilet Nick.” “Ah nothing babe, Ya, ini aku akan ke toilet.”Jawab Nick dengan napas yang masih naik turun. “Jangan buat keributan di sini kak, please” katanya menatap pada Gava tegas, suaranya tegas dan tak terbantahkan. Aku buat keributan? Bulldog sialan! Gava merasakan hatinya teriris ketika mendengar nada suara Heartsa. Dia hanya bisa terdiam, merasakan sakit hati yang luar biasa, sementara Heartsa menggandeng Nick pergi, seolah mengabaikan kehadirannya dan menganggap dia adalah pembuatan masalah. Gava melangkah pergi, setiap langkahnya terasa berat. Awalnya, sakit hati menghimpit dadanya, tetapi dia berusaha mengusir perasaan itu. Buat apa merasa begini? Pikirnya. Aku adalah Gava, seorang pria yang dikejar banyak wanita. Kenapa aku harus lemah seperti ini? Dia menenangkan dirinya dengan keyakinan bahwa dia seharusnya tidak tersakiti oleh perlakuan Heartsa. Namun, saat menyusuri lorong resort, kenangan manis yang singkat bersamanya terus menghantuinya, mengingatkan betapa sudah jauh perasaannya terhadap gadis itu padahal baru sesaat. Sebelum pergi, Gava menyisihkan waktunya untuk singgah di toilet. Dia masuk ke dalam bilik kecil, berusaha menenangkan pikirannya. Cukup lama Gava di dalam sana sampai dia mendengar suara Nick yang masuk dan berkali-kali mengumpati fasilitas toilet terdengar jelas dari bilik sebelah. “Sialan, sabunnya habis!” terdengar Nick menggerutu. “Where’s tissu?” Bulldog? Apa yang kau lakukan? Ngga cuma perempuan aja kau mau yang sama, ber@k pun kau ingin kita sama-sama. Gava tersenyum sinis mendengar suara Nick. Gava kemudian mengakhiri aktivitasnya dan membuka pintu bilik, bersiap untuk keluar. Begitu dia melangkah keluar, pandangannya tertuju pada celana yang tergantung di luar pintu toilet. Bodoh sekali Nick, pikirnya. Dengan otak jahat yang tiba-tiba bekerja, Gava memutuskan untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan. Dia menarik celana itu perlahan, memastikan tidak ada yang melihat. Setelah menariknya keluar, dia segera melemparkan celana Nick ke dalam tempat sampah yang sudah siap di angkut petugasnya, Gava tak dapat menahan senyumannya. “Selamat tinggal, Nick,” ujarnya dalam hati, merasa puas dan sedikit jahat. Dengan langkah santai, dia keluar dari toilet, meninggalkan segala ketegangan di belakangnya. Setelah beranjak dari situ, Gava merasakan kekesalannya di dadanya sedikit berkurang. Membayangkan wajah bodoh Nick nanti saat sadar kehilangan celana membuat Gava ingin tertawa. *** Nick panik luar biasa di dalam toilet ketika dia menyadari celananya hilang. Suara teriakannya bergema di ruangan kecil itu, membuat beberapa orang yang lewat terkejut. “Where’s my pants? Celana aku mana?” Nick berteriak panik sambil menghubungi teman-temannya lewat ponsel, tetapi tidak ada yang bisa langsung membantunya. Lebih parah lagi, celana dalamnya pun ikut hilang, membuatnya benar-benar tak berani keluar dari bilik. Heartsa yang sedang berada di luar menjadi bingung ketika menerima telepon dari Nick. Dengan nada panik, Nick meminta bantuan Heartsa untuk memanggil seseorang. “Heartsa! Tolong! Aku nggak bisa keluar, ini memalukan banget!” Panik, Heartsa segera mencari ayahnya dan melaporkan kejadian aneh itu. Artha, yang baru saja selesai mengurus pihak resort karena insiden ular, mendengus kesal ketika mendengar Nick kehilangan celananya. “Bagaimana bisa celana hilang?” Artha mengumpat, merasa malu dengan situasi konyol itu. “Bodoh sekali dia!” Dengan enggan, Artha meminta seseorang dari staf untuk membantu Nick. Sementara di luar sana Gava yang sudah berjarak dari toilet, menyeringai puas, menikmati sedikit ‘pembalasan kecil’ atas ketegangan yang sebelumnya terjadi. Tak lama kemudian, Gava yang sudah berada cukup jauh dari toilet melihat pemandangan yang membuatnya nyaris tertawa. Nick keluar dari toilet dengan mengenakan handuk putih bertuliskan logo resort, wajahnya merah padam, dan mulutnya terus mengumpat tanpa henti tentang "kualitas" resort yang tidak nyaman. "Unbelievable! Resort macam apa ini?!" Nick menggerutu sambil berjalan cepat, memegangi handuk dengan erat agar tidak melorot. Gava, yang berdiri di kejauhan, menyilangkan tangannya dan menatap pemandangan itu dengan senyum tipis di bibirnya. Ia merasa sedikit puas melihat Nick dalam kondisi memalukan seperti itu. Setidaknya, ada hiburan kecil di tengah suasana hatinya yang kacau.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN